"Tunggu.. Tunggu... Sumpah gue ga ngerti. Lo mending duduk dulu," ajak teman Dicky menuju sebuah sofa yang berada di dalam ruangan.
Dicky terlihat sangat marah dengan temannya tersebut dan hanya diam seperti serigala yang ingin mengincar mangsanya.
"Lo suruh anak buah lo ke apartemen dia buat cuma dapet informasi picisan dari gue?? Anarkis banget lo jadi orang." omel Dicky saat dia telah duduk di atas sofa bersama Anin.
"Hah? Tunggu sebentar. Lo siapa?" teman Dicky yang masih terlihat kebingungan menoleh ke arah Anin yang juga terlihat bingung.
"S-saya--"
"Dia temen gue." Dicky memotong omongan Anin yang terlihat gugup.
"Oh, temen ya,," teman Dicky tersebut mencoba untuk menggoda Dicky demi mencairkan suasana namun tampaknya tidak berhasil.
"Gausah lo kaya gitu! Apa maksud lo nyuruh anak buah lo nodong dia di asramanya? Brengsek anak orang hampir aja mati tau ga."
"Hah? Gue? Nyuruh anak buah gue? Kapan?"
"Jangan bohong lo, kemaren"
Terlihat emosi Dicky tidak dapat dikendalikan dan temannya sangat kebingungan dengan situasi yang terjadi.
"Okey, PACDev, satu hal yang lo harus tau. Gue ga bakal nyuruh anak buah gue dateng ke rumah siapapun temen lo buat nyari informasi kalo emang ga penting. Dan yang kedua, terakhir kali gue nyuruh anak buah gue untuk ngelakuin hal kaya gitu itu udah bertahun-tahun yang lalu," jelas temannya yang diikuti reaksi bingung dari Dicky.
"-Kayanya lo salah sangka deh," lanjut temannya.
"Tapi pas gue nyuri data dari hp orang yang dateng ke rumah dia, kontak terakhir tercatat di Saint Petersburg."
"Hello PACDev yang gue cinta,, orang di Saint Petersburg banyak ga cuman gue." jawab temannya Dicky yang mengambil segelas minuman yang berada di atas meja.
"-Gini deh kita mulai dari awal."
"Hai nona cantik temannya PACDev, bisakah kau memperkenalkan diri?" lanjut temannya Dicky yang menoleh ke arah Anin.
Dengan gugup Anin menjawab.
"S-saya Anin, teman kuliahnya Dicky." ucap Anin simpel sambil tersenyum.
"Wow, lo lugu amat." gumam temannya Dicky.
"…ngomong-ngomong, kenalin gue Steve Alexei Magnus. Panggil gue Steve. Gue anggep Dicky sebagai temen gue, tapi dia selalu anggep gue sebagai musuh. Jadi, ya begitulah. Gue udah kenal Dicky dari tahun 2010 saat kita ngehack ke aku--""Gausah lu ngebacot, setan." potong Dicky saat Steve belum selesai omongannya dengan Anin.
"Seperti yang anda bisa lihat sendiri, dia menganggap saya sebagai musuh." kata Steve santai yang dibalas tawa kecil dari Anin.
"Terus sekarang apa sebenarnya urusan kalian berdua datang kemari?"
"Gue harus ngasi hardisk ini ke elo secara langsung. Karena gue takut kalo gue kirim via kurir, bakalan di sabotase. Gue kasi ke elo beberapa kode yang harus lo artiin, kunci publik kodenya itu dapat diakses dengan mudah, jadi gue cuma minta tolong lu buat investigasi semua kodenya. Kalo lo udah nemu, ntar kasi ke gue plus juga sama file Baconian chiper yang masih ada di data lo." jelas Dicky panjang lebar sambil memberikan Steve sebuah hardisk.
"Oke gue akan terjemahin. Tapi tunggu, gue masih bingung kenapa lo tiba-tiba nuduh gue nyerang temen lo yang lugu ini."
"Gue juga ga tau, intinya orang itu sekarang lagi di Amerika." Dicky menaikkan kedua alisnya dan juga bahunya secara bersamaan.
![](https://img.wattpad.com/cover/103981959-288-k680602.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Only Heaven Knows
Teen FictionSerumit apapun perjalanan hidup, akan kembali ke apa yang sudah ditentukan. "Apakah kau janji?" "Ya, saya janji."