Justin's POV
Aku menggebrak meja ketuaku, Josh, "Siapa yang memberi misi tadi malam?!"
"Kejadian itu di luar dugaan." jawabnya dengan wajah pucat,
"Siapa yang menyuruhku?!"
"Apa maksudmu, Justin?!"
"Kau bilang itu bukan misi darimu!"
"Kapan?"
"Yang benar saja, Josh! Kau mengatakan itu sebelum aku menerimanya!"
"Oh, ya. Aku mengatakannya." ia tak memberiku ekspresi apapun,
"Misi itu membuat Jesslyn hampir terbunuh! Seharusnya jika itu jelas bukan misi darimu, aku tak harus menerimanya... " aku menghela sejenak, "Kau bilang aku tak harus menerima perintah dari orang lain, tapi kau sendiri menerimanya!"
Ia menatapku, "Kukira misi itu akan berjalan biasa saja, tanpa ada... "
Aku memotongnya, "Siapa yang memberikanmu perintah?"
"Presiden."
"Kenapa Presiden Zarloch memberikan perintah kepadaku?!"
"Aku tak tahu. Mungkin karena kau orang terdekatnya."
"Kenapa kau menerimanya?"
"Entahlah, Justin. Mungkin karena... "
Aku memotong perkataannya, "Ia seorang presiden. Ya. Tentu saja." aku berjalan menjauhinya, "Jika kau punya misi, yang memang darimu, hubungi aku."
Aku pergi meninggalkannya, masih merasa bersalah telah mengajak Jesslyn dan memposisikannya dalam bahaya. Kupikir kami akan baik-baik saja dan semuanya akan berjalan lancar, tapi ternyata seseorang merusaknya dan hampir membunuh gadis yang sudah kuanggap penting. Aku takkan memaafkan diriku jika pada saat itu aku terlambat—satu detik saja—ia pasti akan terbunuh.
"Hey Justin!" aku berbalik mencari siapa yang memanggilku,
"Carmen!" aku memberinya tos,
"Kau lihat Jesslyn?" tanyanya sambil menjilat lolipop-nya,
"Entahlah." kami mulai berjalan,
"Aku mendengar suara gebrakan di kantor, apa kau dimarahi?"
"Tidak. Aku yang memarahi."
"Oh, karna insiden tadi malam?"
"Ya."
"Sebenarnya itu salahmu juga. Kenapa kau menerimanya?"
"Aku tak tahu, pikiranku kacau pada saat Josh menanyakan hal itu."
"Aku mengerti."
"Menurutmu, apa presiden Zarloch adalah seseorang yang jahat?" itu muncul di pikiranku tiba-tiba,
"Tidak, Justin! Ia mengadakan hari gratis sekarang!"
"Benarkah?!"
"Ya, tapi banyak toko yang tutup karnanya."
Aku tertawa, "Tidak bagus."
Carmen sudah kuanggap seperti adikku sendiri walaupun sebenarnya umurnya tak terlalu jauh dariku. Ia juga bersahabat dengan Jesslyn, ia membuatkan sebuah alat pendengar agar bisa membuat Danny—adik tiri Jesslyn—mendengar dengan baik. Carmen termasuk gadis jenius dan baru saja dinobatkan sebagai The Most Genius Agent of 2020.
"Presiden Zarloch menyuruh para orang tua untuk mendaftarkan anaknya yang mempunyai IQ minimal 150 untuk dibawa dan disekolahkan di luar negeri secara gratis."
"Beasiswa?"
"Ya, aku mempunyai IQ sebesar 160 jadi aku bisa ikut, kan?"
"Tentu saja."
"IQ-mu 159 dan Jesslyn 157, kan? Mungkin kalian akan dapat kesempatan kuliah secara gratis."
"Aku akan mempertimbangkannya bersama Jesslyn. Terima kasih untuk informasinya."
"Oke, sampai jumpa, Biebs."
Jesslyn's POV
"... Jadi, aku akan memberikan pendidikan gratis bagi para remaja dibawah 20 tahun yang memiliki IQ diatas 150. Aku akan memberikan kalian kesempatan untuk menjadi lebih baik. Pilihlah sekolah sesuka kalian. Aku akan membiayai kalian. Aku janji. Anggap saja ini adalah hadiah untuk kalian yang telah memercayaiku sebagai pengganti Presiden Giovaley. Aku masih berduka atas kematiannya ..."
Pendidikan gratis? Hari gratis? Apa yang salah dengannya? Ia bahkan tak membayar semua pedagang pada hari gratis yang ia laksanakan hari ini. Nyonya Rostow sangat rugi dengan jualannya, ia tak mendapatkan uang sepeser pun. Mungkin bagi orang-orang lain hari ini menyenangkan, tapi bagi para pedagang? Kini aku bersama Danny, menonton pidato Presiden Zarloch secara langsung di Lapangan Roosevelt, sebenarnya aku bisa saja menonton acara ini di rumah karna mereka menayangkannya, tapi Danny menginginkan ini.
Tak lama kemudian, ia menepuk lenganku, dan memberiku sebuah kertas bertuliskan, "Kau pikir aku bisa memilih sekolah yang kuinginkan? IQ-ku 154."
"Mungkin, Danny. Tapi apa kau akan meninggalkan Nyonya Rostow dan yang lain?"
Ia perlahan menggelengkan kepalanya, kemudian menulis, "Kita bisa pulang sekarang."
"Baiklah, ayo."
Kami harus menunggu bis untuk pulang, aku tak punya mobil, Nyonya Rostow pun masih tak mampu membeli mobil, penghasilannya tidak sebanding dengan kebutuhannya. Tapi untuk apa mobil? Aku bahkan tak bisa mengendarainya. Tak lama kemudian, Justin meneleponku. Sebelum aku mengangkat panggilannya. Sebuah mobil yang tak asing bagiku—Audi S4 Hitam—berhenti di depan kami.
"Hey, Jess!" itu Justin, "Ayo, aku akan mengantar kalian."
Aku dan Danny memasuki mobilnya, "Bagaimana kau tahu aku ada disini?"
"Aku mata-mata."
Aku tertawa kecil, "Tapi bagaimana?"
"Itu tidak penting. Yang terpenting sekarang adalah apa kau sudah tahu Presiden Zarloch memberikan pendidikan gratis?"
"Aku baru saja mendengarnya tadi."
"Kau bisa memilih Havard University seperti yang kau impikan."
"Entahlah, aku tak mau meninggalkan keluarga kecilku."
"Oh. Ya. Aku mengerti."
"Bagaimana dengan kau?"
"Aku mengikutimu."
Justin adalah tipe lelaki yang sangat perhatian, bahkan dengan hal sepele pun. Ia selalu mencoba berada dekat dengan orang yang ia sayangi dan mencoba untuk menjaga mereka sebisanya. Sepanjang perjalanan kami bercerita tentang sekolah-sekolah dan betapa baiknya Presiden Zarloch. Walaupun bagiku, ia belum terlalu baik. Hingga akhirnya, kami sampai. Seperti biasa, ia selalu memberitahuku untuk berhati-hati dan sebagainya sebelum ia meninggalkanku. Ketika kami masuk, Nyonya Rostow sudah berada tepat didepanku.
"Jesslyn! Kau sudah tahu berita baru?" katanya,
"Terlalu banyak berita baru." aku tertawa kecil,
"Presiden Zarloch memberikan pendidikan gratis! Aku takkan mampu membiayaimu masuk kuliah, jadi kau bisa memanfaatkan ini, sayang."
"Tidak, nyonya. Aku takkan meninggalkan kalian."
"Kau harus mencoba. Ini demi masa depanmu yang baik. IQ-mu 157 dan Danny ..." Nyonya Rostow memotong perkataannya,
"Nyonya, jika kau tak ingin melepas Danny, jangan biarkan dia."
"Tidak, andai saja Cody, Sydney, Madelyn, dan Geovany mempunyai IQ lebih. Aku tak mampu menyekolahkan mereka. Aku harap kau bisa mendapatkan pendidikan tinggi, nasibmu akan berubah. Kau juga bisa membantu adik-adik barumu, jika kau mau. Kau dan Danny adalah harapan satu-satunya yang kupunya."
Aku menghela nafasku, "Tapi bagaimana kalian?"
"Kami akan baik-baik saja. Aku janji akan menjaga mereka." Nyonya Rostow menatap anak-anak lain,
"Baiklah." aku tahu Justin akan mengikutiku juga,
KAMU SEDANG MEMBACA
Undercover Operation
FanficSeorang presiden baru mencoba untuk menjebak semua orang yang jenius, namun semuanya terungkap dan pada saat itu, misi di mulai. [Sequel kedua dari The Key]