Kalau ini yang diinginkan Dani, aku juga bisa kok berubah menjadi seperti Aira. Jangan pernah anggap remeh diriku, karena dia sendiri bahkan belum mengenal aku sepenuhnya.
Kusapukan make up tipis pada wajahku, aku harus tegar menghadapi semua ini. Dan aku yakin, aku masih bisa terus berjalan tegap dengan ada ataupun tidak adanya Dani di sisiku. Walaupun sedikit tidak nyaman dengan pakaian yang kuekanakan kini, tapi aku sungguh ingin membuat Dani menyesal telah menyia-nyiakanku dan lebih memilih Aira.
Aduh, kenapa sih aku nggak pernah bisa beradaptasi dengan tempat seperti ini. Club ini memang sangat tidak cocok denganku, tapi aku tetap harus menunjukkan pada Dani, bahwa aku bukanlah perempuan lemah yang hanya bisa pasrah di dalam apartemen kami. Untung ada Rania, teman waktu kuliah yang hobinya keliling dari satu club ke club lainnya.
“Minum dulu Naaaaaam” ucap Rania sambil menyodori aku segelas alcohol. Aku tidak suka alcohol, dan aku juga bukan peminum yang hebat. Hanya dengan beberapa gelas alcohol saja, aku yakin aku akan mabuk berat.
Tapi, kapan lagi aku bisa melakukan hal gila seperti ini? Aku rasa, sekali-kali tidak akan menjadi masalah besar. Maka, satu gelas, dua gelas, tiga gelas, dan.. semuanya gelap.
~
“Apa?? Maaf, Namira nya ada dimana? Ok saya kesana sekarang.”
Ya ampun, apalagi ini, sejak tadi aku kebingungan harus mencari Namira dimana, dan mendadak aku mendapat telfon yang katanya dari teman Namira, yang memberitahukan bahwa Namira saat ini pingsan setelah mengalami mabuk berat di salah satu club yang berada di kawasan Sudirman.
Semua ini salahku, Namira tidak akan berubah seperti ini kalau saja ia tidak pernah bertemu dengan Aira. Namira yang dari awal selalu menjadi gadis yang manis, tidak mungkin berada di dalam club bahkan sampai mabuk seperti ini. Ya Tuhan, aku mohon lindungi Namira.
Kuterobos kumpulan orang-orang yang sedang mencari kesenangan di dalam club itu, sampai akhirnya kutemukan Namira yang sedang ditemani oleh beberapa temannya di salah satu sofa di pojokan club.
“Maaf ya udah ngerepotin kalian semua, biar Namira saya bawa pulang. Makasi ya.” Ucapku pada beberapa teman Namira yang tidak kukenal.
“Iya, santai aja. Gue Rania, temennya waktu di kampus dulu. Ada masalah ya? Tumben Namira mau ke club begini. Dari jaman ngampus dulu, dia satu-satunya temen gue yang selalu gagal gue ajak clubbing.”
“Iya, masalah kecil kok. Biasa dalam hubungan rumah tangga ada perbedaan paham sedikit.” Jawabku seadanya. Tanpa pikir panjang, aku langsung mengangkat tubuh Namira ke dalam gendonganku.
Kuperhatikan tubuh Namira, ia benar-benar berubah total. Bukan lagi Namira yang dulu kukenal. Tubuhnya dibalut satu mini dress yang menonjolkan seluruh lekukan indah tubuhnya. Wajahnya juga dilapisi make up tipis yang membuatnya lebih menggoda. Aku yakin tidak ada satu laki-lakipun yang tidak memperhatikan Namira mala mini. Ia tampak sangat cantik, dan harus kuakui, sangat menggoda.
“Emmmh.. Dani?” Tanya Namira yang mendadak tersadar di dalam mobilku.
“Kenapa kamu jaid berubah kaya gini, Nami?”
“Dani yaaaaah? Ngapain kamu disini, aku kan cuma lagi mau seneng-seneng.. hahaha, kamu takut aku ilang yaaaaaah”
Ternyata Namira benar-benar mabuk berat. Gaya bicaranya masih sempoyongan, dari mulutnya juga tercium bau alcohol yang sangat menyengat.
“Aku udah mirip Aira belum, Dani? HA HA HA! Kamuuuu.. udah suka belum sama aku, kalo aku kaya gini?” oceh Namira tanpa henti. “Aku, mau kaya Aira! Biar kamu juga suka sama aku!”
KAMU SEDANG MEMBACA
Are We A Couple?
Romance"Oh my god! Diem kamu, jangan pernah sentuh aku atau..." Namira melirik ke sekelilingnya, "Aku panggil security!" Namira bertahan di posisinya, di ujung balkon apartemennya dengan Dani, yang kini sudah sah menjadi suaminya, dua belas jam yang lalu...