Selamat membaca!
Mungkin ini kepanjangan ya, tapi yaudahlah.***
Siswa laki laki itu terlihat mengatur nafasnya yang tersenggal, ia membungkuk seraya memegang kedua lututnya.
"Sial! Lima menit lagi gerbangnya di tutup!" Desisnya setelah melihat ke arah jam tangan digitalnya dengan nafas tersendat sendat.
Ia melanjutkan larinya, dari kejauhan sudah terlihat banyak siswa siswi yang satu SMA dengannya sudah berlari menuju gerbang.
"Pakkk! Pakk! Bukain gerbangnya dongg!" Ujarnya setelah sampai di depan gerbang sekolahnya. Namun sial, sudah tertutup lebih dulu oleh satpam.
"Waduuh.. Maap maap aje nih kaga bisa." Ujar satpam itu dengan mengelus kumis tebalnya.
Murid cowok itu berdecak pelan sambil mencari cari alasan agar gerbang bisa kembali dibuka "Ck! Ayolah, bang! Bukaiin ya? Buat gua ini. Pleaseeee. " Ujarnya sembari mengusap peluhnya yang menetes.
"Kaga bisa pokoknyaa! Udeh berape kali lu telat tong? Bangun pagian dikit apaa." Ujar satpam yang kerap dipanggil 'bang kumis' itu.
"Yaelahh, bang.. kaya kaga ngarti kehidupan anak sekolah." Ujar siswa itu
"Emang kaga! Dan kaga mau ngarti gua, udeh pernah jaman dulu." Ucapnya sembari melangkah menuju posnya
"Bang, bukain apa ni gerbang, gua traktir batagor sama kopi dah." Ujar siswa itu dengan menawari satpam sekolahnya.
"Kagaa! Kagaa ada! Kaga bisa!" Ujar satpam itu dengan kekeuh.
"Bonus rokok dah, sekalian gue mintain nomernya mpok Maryam dah, penjaga kantin yang beuhh mantap betul itu bodynyee, gimana?" Satpam itu terlihat mengusap usap dagunya berpikir.
"Bener ye? Awas lu boongin gua, besok besok lu telat kaga bakal lagi gua tolongin!" Siswa itu mengangguk mantap dengan cengengesan.
"Ukeehh, silahkan masuk boskuuh." Ia membukakan gerbang untuk siswa itu.
"Makasih bang kumis kesayangan akuuuh!" Teriaknya sambil berlari menuju ruang kelas, tak lupa sebelumnya sudah mencolek dagu bang kumis dan menarik kumisnya.
"Kebiasan si bocah satu itu, kumis gua rontok bisa bisa tiap hari ditarikin begitu." Gerutu bang kumis kembali mendorong gerbang sekolah tertutup.
***
Siswa itu berlari menaiki tangga, sudah sepuluh menit lewat sejak jam masuk sekolah. Sekarang ia hanya bisa berdoa agar Bu Melody sebagai guru Fisika belum masuk.
Guru yang terlihat mungil namun saat marah terlihat seperti hulk.
Ngeri.
Membayangkannya saja membuat ia bergidik ngeri. Baru saja hendak menaiki tangga menuju lantai kelasnya, ia menghentikan langkahnya saat melihat seorang siswi perempuan yang belum pernah ia lihat di sekolah ini.
"Sorry, lu murid baru?" Katanya menghampiri siswi tadi.
"Eh, iyaa. Kalau boleh tau ruang kelas XI. A2 dimana ya?" Tanya siswi itu dengan celingak celinguk.
"Oh, sebelahan sama kelas gua. Yuk gua anter." Ujar siswa itu. "Sebelumnya kenalin, gua Vino."
"Shani." Kata siswi itu dengan tersenyum.
Manis.
Belum sempat memuja ciptaan Tuhan yang indah dihadapannya ini, bayangan bu Melody sedang melotot menatap tajam ke arahnya membuyarkan imajinasinya.
"Astaga! Telat! Mampus kena marah bu Melo ini mahh. Yuk, Shan!" Vino memehang tangan Shani dan langsunb mengajaknya berlari menaiki tangga.
***
