Seorang pria bertubuh tegap duduk termenung di ruang kerjanya, kopi yang sudah ada di atas mejanya sudah dingin sekarang. Semenjak kejadian beberapa tahun yang lalu ia menjadi sangat pendiam, ia tak lagi memperdulikan penampilannya. Rambut-rambut halus disekitar dagunya kini mulai tumbuh, rambutnya mulai memanjang, berbeda dari beberapa tahun yang lalu.Begitu berharganya wanita itu, tapi sayangnya takdir berkata lain. Ia lagi-lagi harus kehilangan wanita yang sudah menjadi nafasnya tersebut.
"Permisi pak, ada yang mau ketemu bapak?." Ujar seorang sekretaris pria itu.
Pria itu tercekat dan mematap datat sekretarisnya.
"Suruh masuk." Jawabnya singkat.
"Woyy! Bengong aja lo!." Ujar seorang pria riang. "... Masih kepikiran?." Tanya pria itu.
Tak ada jawaban, lagi-lagi pria itu diam menatap datar ke arah jendela.
"Yaelah Ul. Gue tau ini berat, tapi lo harus nata hidup lo lagi. Lo harus ingat pesan dia." Jelas pria itu pada orang yang disebut "Ul" tersebut.
"Ntahlah, harus darimana gue nata ulang hidup gue, Bob." Jawab pria itu lemah.
"Dia ninggalin gue gitu aja, saat semua udah indah. Buat apalagi gue hidup, Bob?! Gue hancur tanpa dia!." Geramnya, matanya mulai memerah.
"Maul, gue tau ini susah. Tapi lo ingat kan kalau.."
"Papa!." Pekik seorang gadis di pintu ruangan Maul.
Gadis itu berlari dan memeluk Maul yang duduk di kursi kerjanya, Maul mulai kembali memainkan perannya di sini.
"Halo sayang. Kesini sama siapa?." Maul mengangkat tubuh kecil itu dan menaruhnya di pangkuannya.
"Sama Onty Veranda." Jawab gadis itu sambil menalikan jari-jari mungilnya pada dasi hitam Maul.
"Untuk itu lo hidup, Ul. Untuk Gracia. Lo udah nemuin jawabannya, gue pamit. Gre, Uncle Obby pamit pulang ya, nanti kalau ada waktu, Uncle ajak Gerry buat main sama kamu, ya?." Bobby mengusap kepala Gracia.
"Yeayy! Janji ya, Uncle?." Bobby mengangguk.
Sepeninggal Bobby, Maul sibuk memanjakan putri satu-satunya tersebut, Gracia.
Kini Maul duduk memangku Gracia pada sofa di ruang kerjanya, ia menyuapi putrinya itu dengan pizza yang ia pesan. Belakangan Gracia selalu manja pada Maul. Membuat pria duapuluh lima tahun itu kewalahan, dan pusing. Belum lagi kerjaan yang menumpuk.
"Pa, besok ada lomba di sekolah Gre. Papa ikut ya?." Pinta bocah itu polos.
"Boleh, tapi sekarang habisin dulu pizzanya ya. Terus bobo siang." Maul kembali mengambil irisan pizza dan menyuapkan pada Gracia.
***
Aku berdiri melihat pemandangan sekitar, semua orang datang dengan pasangannya. Ehm, keluarganya. Aku menggendong Gracia dan melangkah menuju guu Gracia.
"Permisi." Sapaku.
"Wahhh, halo Gre! Apakabar? Ibu udah lama ga lihat kamu di sini." Sapa guru itu ramah. Aku tersenyum melihat Gracia yang sepertinya sangat senang pada wanita di hadapanku ini.
"Ini papa Gre, yang Gre sering ceritain ituu.." Gre menunjuk dada kiriku dan menempelkan kepalanya di bahuku, kemudian mencium pipiku lembut.
"Halo, saya Maul. Papanya Gre." Ujarku.
"Eh, ehm. Saya Melody, gurunya Gracia. Ohiya, silahkan kesana pak. Sudah hampir mulai." Aku mengangguk dan bergabung pada kerumunan orang-orang itu.