Gita mengerjap. Aroma obat jelas menusuk hidungnya. Ruangan serba putih menjadi pemandangan yang menyambut penglihatannya.
Dengan penglihatan yang masih terbatas dan rasa sakit di kepala, Gita mengedarkan pandangannya. Dahinya mengerut, matanya menyipit berharap penglihatannya tidak salah.
"Cherryl," desis Gita saat ia yakin kalau anak perempuan yang berada tidak jauh dari ranjangnya itu adalah putrinya. Rasa syukur dia panjatkan kepada Yang Maha Kuasa, karena atas lindunganNYA lah putrinya selamat dan dalam keadaan baik-baik saja.
"Mama." pekik Cherryl. Gadis kecil itu sontak turun dari sofa dan berlari kecil ke arah Gita.
"Mama." Cherryl menyentuh tangan Gita. Matanya berkaca-kaca menatap sang mama.
Gita tersenyum. Ia perlahan mengangkat tangannya dan mengusap lembut puncak kepala Cherryl.
Dalam sepersekian menit pandangan Gita beralih pada Abrar yang sejak tadi berada di dekat putri kecilnya.
"Kamu ----" Ucap Gita terputus saat pintu ruang rawatnya terbuka dan memperlihatkan sosok laki-laki yang sangat asing baginya.
"Kamu sudah sadar," ucap laki-laki itu seraya meletakkan bungkusan di tangannya ke atas meja yang berada dekat dengan soffa tunggu.
"Aku akan panggilkan dokter untuk memeriksa kondisimu," sambungnya sebelum kembali keluar dari dalam ruang rawat Gita.
"Itu Papa All, tante."
Gita sontak menoleh ke arah Abrar.
"Nama kamu All?" tanya Gita yang disambut gelengan kepala Abrar.
"All tante." protes Abrar.
"Iya All."
Lagi-lagi Abrar menggelengkan kepalanya. "Bukan All tapi All (maksud Abrar Ar). Lengkapnya Ablal."
Gita terdiam. Ia tersenyum saat menyadari jika anak laki-laki di hadapannya saat ini belum sedikit kesulitan saat menyebutkan huruf 'r'.
"Nama kamu Abrar?"
Wajah Abrar seketika berbinar. Ia menganggukkan kepalanya cepat bersamaan dengan kembalinya Dave bersama seorang laki-laki berjubah putih.
"Selamat pagi, Bu," sapa laki-laki itu yang di sambut senyuman Gita, "saya periksa dulu ya."
Dokter yang bernama Permadi itu pun mulai memeriksa kondisi Gita, sementara itu Dave membawa Cherryl dan Abrar menjauh dari ranjang Gita. Ia membiarkan dokter Permadi memeriksa Gita.
"Kita tunggu disini dulu ya, biar dokter periksa keadaan mama dulu," ucap Dave setelah duduk di soffa dan membawa Cherryl ke pangkuannya. Sementara Abrar, laki-laki kecil itu langsung membongkar bungkusan plastik yang sebelumnya Dave bawa dan letakkan di meja.
Dave terkikik dalam hati mendengar dirinya menyebut wanita itu dengan sebutan mama. Habis dia tidak tahu harus bagaimana memanggil wanita itu apa. Karena sampai saat ini saja Dave belum tahu siapa nama wanita itu.
Selang beberapa menit kemudian, Dokter Permadi berbalik dan menganggukkan kepalanya perlahan pada Dave. Seolah memberi tanda bahwa dia sudah selesai memeriksa keadaan Gita.
Dave memindahkan Cherryl ke soffa. Lalu berdiri mendekat ke ranjang Gita.
"Bagaimana, Dok?" tanya Dave yang sarat akan kekhawtiran. Dia takut ada hal serius yang di akibatkan oleh kecelakaan itu.
"Anda tidak perlu khawatir. Kondisinya sudah mulai stabil. Hanya saja seperti saran saya sebelumnya, untuk sementara ini dia diharuskan memakai kursi roda karena tulang kakinya ada yang bergeser," jelas Dokter Permadi menimbulkan kerutan di dahi Gita.
"Terima kasih, Dok," ucap Dave mengerti akan penjelasan Dokter Permadi.
"Kalau begitu saya permisi. Kalau ada keluhan yang ibu rasakan, ibu atau bapak bisa langsung beritahu saya," ucap Dokter Permadi yang dijawab anggukkan kepala dan senyum dari Dave dan Gita serentak.
"Permisi," sambung Dokter Permadi sebelum menghilang dari pandangan Dave dan Gita.
***
Selepas kepergian Dokter Permadi, keheningan mulai melingkupi Dave dan Gita saat ini. Keduanya hanya saling mencuri pandang tanpa tahu harus memulai percakapan darimana.
"Emm, saya ---- " ucap Dave dan Gita serentak terputus. Mereka sama-sama ingin memberi kesempatan pada lawan bicaranya untuk berbicara terlebih dahulu.
"Anda saja dulu," ucap Dave mempersilahkan Gita untuk lebih dulu berbicara.
Gita terdiam. Dia menyembunyikan wajahnya dari tatapan Dave selama beberapa detik sebelum akhirnya kembali mengangkat wajahnya.
"Saya ingin mengucapkan terima kasih," ucap Gita dengan perlahan.
Dave tersenyum. "Tidak. Kamu tidak harus berterima kasih, karena ini sudah merupakan tanggung jawab saya."
Gita menatap wajah Dave dengan sangat lekat.
"Maaf malam itu saya lalai dalam mengemudi sehingga tanpa sengaja saya menabrak anda," sambung Dave dengan nada yang sarat akan penyesalan.
Gita menggelengkan kepalanya perlahan. "Tidak. Ini bukan sepenuhnya salah anda. Saya juga salah karena menyeberang jalan tanpa melihat kanan dan kiri terlebih dahulu."
Dave tersenyum.
"Kalau begitu dalam hal ini kita sama-sama salah," ucap Dave disambut anggukkan kepala Gita, "oh iya... apa saya boleh tahu siapa nama anda?"
"Nama saya Gita... Anggita Maheswara dan itu putri saya ---- "
"Elil," potong Dave cepat membuat dahi Gita mengerut lalu tertawa kecil.
"Bukan Elil tapi Cherryl," ucap Gita meralat nama sang buah hatinya.
Dave tersenyum kecut seraya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Ah, seharusnya dia tahu kalau anak seusia putranya dan Cherryl itu masih sulit melafalkan huruf 'r'.
"Nama anda?" sambung Gita membuat Dave berhenti menggaruk tengkuknya yang tidak gatal itu.
"Nama saya Dave... Dave Michael Permana dan itu putra saya Abrar," ucap Dave seraya menggedikkan kepalanya menunjuk ke arah Abrar dan tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Simfoni Cinta (Revisi)
RomanceREVISI ☑ Kisah yang bermula dari sebuah kehilangan dan kekecewaan. Dave Michale Permana harus rela melepas kepergian sang istri untuk selama-lamanya karena penyakit yang diidapnya. Serta Gita Maheswara harus meninggalkan sang suami, karena perselin...