-BAB 4-

12.2K 794 6
                                    

Dave tersenyum menatap Abrar dan Cherryl dari atas kursi di sisi ranjang Gita. Kedua anak yang hanya terpaut dua tahun itu sedang asik melahap makanan di hadapannya masing-masing.

"Maaf kami sudah merepotkanmu," ucap Gita sontak membuat Dave mengalihkan pandangannya dari Abrar dan Cherryl.

"Aku sama sekali tidak merasa direpotkan oleh kalian." Dave tersenyum. Ia kembali mengalihkan pandangannya pada Abrar dan Cherryl.

Kedua anak itu terlihat sangat akrab walaupun baru saja bertemu.

"Dave."

"Hmm."

"Boleh aku menanyakan sesuatu?"

Dave kembali menatap Gita. Ia tersenyum dan menganggukkan kepalanya.

"Bagaimana keadaan Cherryl setelah kecelakaan kemarin?" tanya Gita perlahan.

Walaupun dari luar Cherryl tampak baik-baik saja, ia masih merasa takut jika putrinya itu mendapatkan luka di dalam tubuhnya.

"Cherryl, dia masih dilindungi oleh Allah. Dia baik-baik saja. Tidak ada luka luar ataupun luka dalam yang perlu dikhawatirkan." Dave tersenyum. Ia mengerti dengan kekhawatiran yang Gita rasakan saat ini.

"Kamu berhasil memberinya perlindungan saat itu." sambung Dave disambut senyum tipis Gita.

"Kalau bukan aku yang melindunginya saat itu, siapa lagi Dave?" ucap Gita lirih, "Sekarang yang dia punya hanya aku begitupun sebaliknya. Dia hartaku yang paling berharga." jelas Gita mata yang mulai mengembun. Bayangan perselingkuhan Axel dan Dera kembali menari-nari di kepalanya.

Dave menatap lekat wajah Gita. Ia tidak tahu apa yang sudah terjadi pada wanita itu. Tapi yang jelas, Dave dapat melihat ada rasa kecewa dan sedih bercampur dalam sorot matanya Gita saat ini. 

Dave ingin bertanya lebih dalam, tapi ia takut menyakiti hati Gita dengan pertanyaannya dan menganggapnya sebagai laki-laki 'kepo' yang ingin tahu permasalahan orang lain.

"Aku akan terus melindunginya, walaupun aku harus kehilangan nyawaku."

Dave tersentak. Seketika ia melihat sosok Devina dalam diri wanita itu.

"Devina." gumamnya membuat Gita sontak menatap Dave dengan dahi mengerut.

***

Gita menatap Dave yang tengah bermain dengan Cherryl dan Abrar. Satu minggu sudah ia terbaring di rumah sakit dan selama itu pula laki-laki itu dengan setia menemaninya.

Gita tersenyum. Ia tahu jika kebaikan dan perhatian Dave padanya, semata-mata hanya karena rasa tanggung jawab laki-laki itu padanya tidak lebih. Tapi, entah kenapa hatinya merasakan hal yang berbeda.

Gita menggelengkan kepalanya perlahan. Tidak, ia tidak boleh berpikiran yang aneh-aneh pada Dave.

"Kata dokter, besok kamu sudah bisa pulang," beritahu Dave.

Sebenarnya ada rasa takut menyeruak dari dalam diri Dave saat dokter Permadi menyampaikan hal itu padanya. Dave takut tidak dapat lagi bertemu dengan Gita setelah ini.

Gita terdiam. Dia sama sekali tidak menanggapi pemberitahuan Dave.

"Kamu kenapa?"

Gita menggelengkan kepalanya perlahan.

"Nanti aku akan mengantarmu dan Cherryl pulang," ucap Dave menatap Gita sambil tersenyum. 

"Tidak perlu, terima kasih," ucap Gita menolak, "aku dan Cherryl bisa pulang naik taksi."

"Tidak. Mana mungkin aku membiarkanmu pulang dengan naik taksi," sela Dave dengan cepat membuat Gita menyembunyikan wajahnya.

Gita merasakan matanya mulai memanas. Dia tidak tahu harus pulang kemana setelah ini. Kembali ke rumah Axel. Itu tidak mungkin, hatinya sudah terlalu sakit dengan pengkhianatan Axel yang bukan hanya sekali tapi berkali-kali.

"Git."

Gita sedikit terlonjak saat Dave mengenggam tangannya.

"Kamu kenapa?" Dave kembali menanyakan hal yang sama pada Gita. Dia merasa ada sesuatu yang sedang Gita pikirkan.

Gita terdiam. Dia seperti sedang menimbang-nimbang sesuatu dalam pikirannya.

"Git," panggil Dave seraya mengangkat wajah Gita dengan jempolnya dan membuat tatapan mereka bertemu, "kalau kamu ada masalah, kamu bisa bercerita padaku."

Gita mengerjap, menatap Dave dengan lelehan airmata yang mulai membasahi pipinya. Untung saja saat ini Cherryl dan Abrar sedang di ajak Meera bermain di taman rumah sakit.

"Hei, kenapa kamu malah menangis?" sambung Dave bertanya seraya menangkup kedua pipi Gita dan mengusap airmatanya.

"Aku ... aku --- " jawab Gita terputus berganti dengan isakan.

Melihat Gita yang terisak, sontak saja Dave membawa Gita ke dalam pelukannya.

"Tenanglah, Git," ucap Dave seraya membelai surai Gita yang berada di atas dadanya, "kalau kamu ada masalah, kamu bisa menceritakannya padaku. Siapa tahu aku bisa membantumu."

"Aku ... aku --- " ucap Gita terputus. Dave dapat merasakan kalau saat ini Gita sedang ragu untuk mengatakan masalahnya pada Dave.

'Apa mungkin Gita tidak tahu akan kemana setelah ini?' pertanyaan itu seketika saja hinggap di pikiran Dave.

"Git," Dave melepaskan pelukannya, "apa kamu tidak punya tempat tujuan setelah keluar dari rumah sakit?"

Gita menunduk dan mengangguk perlahan.

Dave tersenyum. Lalu berkata, "bagaimana kalau kamu tinggal di rumahku?"

Gita sontak mengangkat wajahnya dan menatap lekat Dave.

"Bagaimana?" sambung Dave menunggu jawaban Gita.

"Tidak, Dave." Gita menggelengkan kepalanya.

"Kenapa? Bukankah kamu tidak punya tujuan setelah ini?"

Gita terdiam. Dia memang tidak punya tujuan, tapi dia juga tidak ingin merepotkan Dave. Lagipula bagaimana nanti perasaan istri Dave. Dia tidak ingin istri Dave cemburu dan merasa sakit hati karena kehadirannya.

"Aku tidak mau merepotkanmu," jawabnya.

"Kamu tidak merepotkan. Aku dan Abrar justru senang kalau kamu dan Cherryl bersedia untuk tinggal bersama kami."

"Bagaimana dengan istri kamu? Apa dia setuju kalau kamu membawa wanita lain untuk tinggal bersamanya?"

Dave terdiam. Dia lupa kalau dia belum menceritakan perihal Devina pada Gita.

"Istriku sudah meninggal," jawab Dave membuat tubuh Gita seketika menegang, "dia meninggal enam bulan yang lalu karena penyakit kanker."

Gita mengerjap, ditatapnya kedua biji manik Dave dengan sangat lekat. Lalu berkata, "maafkan aku. Aku tidak bermaksud untuk --- "

"Tidak apa-apa," potong Dave dengan cepat sambil tersenyum, "jadi, apa kamu mau tinggal di rumahku?"

Gita menganggukkan kepalanya lalu berkata, "kalau itu tidak merepotkanmu, aku mau."

"Tentu saja tidak," ujar Dave, "aku malah bahagia, karena keberadaan kamu dan Cherryl nanti akan membuat suasana rumahku menjadi ramai."

Gita tersenyum. Dia bersyukur karena dibalik kemalangan yang menimpanya, Tuhan masih mempertemukannya dengan orang baik seperti Dave. Dan dia berharap keberadaannya dan Cherryl kelak tidak akan merepotkan Dave.

Simfoni Cinta (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang