Chapter 17

2.2K 104 6
                                    

"Jika apa yang saya lakukan adalah baik, tapi kalian tetap membicarakan saya buruk. Berarti bukan saya yang salah. Tapi, ada yang salah pada diri kalian."

Chaniello

----

"Tidak tidak, Airin, sadarlah!" Arsya sibuk menepuk pipi Airin bergantian kanan dan kiri. Tubuh Airin masih tersungkur di lantai.

Kabar sakit dari Ayahnya begitu mengejutkan. Terlebih, Ayahnya tidak bisa melakukan apapun dan hanya berbaring di ranjang kamarnya yang sempit.

Arsya mengangkat tubuh Airin ke atas tempat tidur lalu menyelimutinya dengan selimut putih tebal. Wajahnya nampak panik, segera ia menuju ruang depan.

"Alven tolonglah, Airin pingsan"

Sontak Alven menegap. "Pingsan?" sorot matanya berubah tajam. Keringat serasa dingin di dahinya. Ia mengubah tatapannya kepada Difa, yang duduk tidak jauh darinya, yang juga terlihat sama khawatirnya.

"Sampai aku tahu Airin seperti ini karena dirimu, maka aku benar-benar tidak akan menganggap kamu ada, Difa!" Alven menegas. Sungguh menyeramkan.

Jo menghela nafasnya. Entahlah, dalam hidupnya mungkin Jo hanya mengenal kata sabar. "Alven, tidak baik berbicara seperti itu, sebaiknya...."

"Oh ya Tuhan, masih sempatnya kalian bertengkar, jika tidak ada yang mau membantuku, maka aku sendiri yang akan membawanya ke rumah sakit. Silahkan, lanjutkan pertengkaran kalian" Arsya geram, bukannya lekas menolong, mereka justru semakin memakan waktu.

"Ayo, Arsya, aku antar kalian" Alven menyergap kunci mobil diatas meja.

------

Mengerjap sedikit demi sedikit. Kepalanya masih terasa berat, hanya sedikit. Lalu saat terbuka mata, ia melihat ada yang tersenyum kearahnya, seakan menantinya sejak tadi.

"Alven, apa yang kamu lakukan disini? Maksudku, ini sudah larut malam"

Alven menyunggingkan senyumnya, lalu mengecup punggung tangan Airin, "Masih bertanya aku disini untuk apa? Bahkan kemanapun kamu pergi, aku akan selalu ada disampingmu"

"Alven jangan bercanda, kalau keluargamu mencarimu, lalu mereka menyalahiku bagaimana?" Airin mulai berapi, terkadang Alven ini memang sering keras kepala.

"Tidak, sayang, sudahlah. Jangan pikirkan aku"

Airin melipat tangannya. "Terserah!" dengan penekanan kalimat yang menggambarkan dirinya sangat sebal dengan lelaki disampingnya itu.

"Ai, jangan seperti anak kecil" Alven mendekat, menyandarkan kepala Airin diatas dadanya. Sedangkan dirinya bersandar pada kepala ranjang. "Kenapa?"

"Tidak ada apa apa!"

Oh, kekasihnya ini sepertinya sedang membuka kesempatan untuk Alven mengusilkannya.

"Baiklah kalau begitu, sepertinya kamu beneran marah, aku pulang saja. Minggir"

Alven menaruh kembali kepala Airin diatas bantal putih lalu duduk membenahi jasnya yang sedikit berantakan.

"Jangan, disini aja, kamu tega ninggalin aku sendirian?" tangannya tertahan dengan tangan mungil disertai suara gadisnya yang sangat ia nantikan.

Alven berbalik, mengusap kening Airin, "Kamu ini sakit atau mau manja sih sebenarnya?"

-----

Difa mengetuk ujung kakinya pada lantai. Jo baru saja berpamitan pulang padanya, beberapa berkas bisnis makanannya belakangan ini berantakan, ya tidak lain karena dia terlalu sibuk dalam permasalahan keluarga dari gadisnya, yang padahal dirinya sendiri tidak ada sangkut paut didalamnya. Tapi untuk Difa, ia melakukan semua itu.

Be Mine? [Bahasa]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang