Chapter 15

2.5K 159 12
                                    


Kasih bintangnya dulu yaaa^
.
.
.
Vote dari kalian sangat berharga
.
.
.
Selamat membaca!

----



"Tapi bagaimana bisa? Sulit untuk mempercayai apa yang kamu katakan tadi." Jo mengetuk ujung jarinya pada badan meja.



"Jadi kamu tidak percaya apa yang aku katakan tadi? Ck, semua orang sama saja. Sebut saja aku ratu drama kalau begitu."


Jo mengadahkan wajahnya keatas. Menghembuskan nafasnya. Astaga, bukan begitu maksud dari lelaki berjacket denim itu. "Bukan begitu, Difa. Cobalah untuk mengerti, aku hanya baru mendengar masalah seperti ini. Ku kira hanya ada didalam acara televisi saja" Ucapnya bergurau diselingi tawa hambarnya.


Ini memang harus segera diselesaikan. Entah siapa yang salah. Entah siapa yang memulainya. Ini terjadi sudah terlalu lama, sudah terlalu panjang. Jika masih terus berlanjut, akan ada perasaan yang dikorbankan. Tidak, wanita terlalu sensitif akan perasaan, bukan? Bagaimanapun caranya, Jo memang sudah bertekad untuk meluruskan ini semua. Dia mengukuti apa kata hatinya, dan hatinya adalah cintanya, dan cintanya ia yakini tidak pernah salah.



"Hidup itu memang keras ya, Jo?" Kata Difa mengangkat sebelah alisnya.


"Sebenarnya tidak. Hidup ini tidak keras seperti apa yang kau pikirkan, mungkin hanya hidupmu saja yang seperti permen yupi."



Lihatlah, wanita itu tertawa. Usahanya mencairkan suasana tidak berakhir sia-sia. Jo kembali melihat wanitanya tersenyum.


"Terimakasih ya, Jo. Aku sangat lega mendengar masih ada yang mendukungku." Ucapnya tulus.



Tangan mereka saling menggenggam, diatas meja kayu. "Tidak perlu ucapkan beribu terimakasih untukku, selalu mendampingiku sudah cukup rasanya. Aku yakin akan perasaanmu saat kamu menjadikan aku tempat paling pertama untuk kamu mengutarakan keluh kesah."



Menggenang sudah buliran air di pelupuk matanya. Mengapa Difa harus mencintainya dengan telat? Mengapa harus baru sekarang dirinya merasa bahwa ia tak sendirian? Kenapa tidak dari dulu saja? Setidaknya air matanya tidak terus terbuang jika Difa sudah mencintainya sejak lama.


"Sudahlah, jangan menangis. Aku katakan padamu, jika suatu saat kamu tidak kuat akan bebanmu sendiri, disini ada aku, bagi beban kamu kepadaku, dan kita akan melaluinya bersama-sama. Bukanlah sebuah cinta harus saling berbagi?"


Entahlah, Jo terlihat begitu romantis hari ini.


"Aku mencintaimu, Jo"

Katakan Tuhan, kalau semua ini tidaklah mimpi.


"Dan aku lebih mencintaimu, Difa"


Begitu benar kata sang waktu, bahwa sebuah penantian, tidak akan pernah berakhir sia-sia

-----


"Yang satu, tidur seperti kerbau sampai siang hari. Yang satunya lagi, pergi kencan. Dan hanya aku yang bekerja keras dirumah petak ini. Astaga, mengapa kontrakan sekecil gubuk ini menjadi begitu kotor?" Airin mendumel sendirian, sembari menyapu lantai dan sesekali membenahi rambutnya yang diikat berantakan.

tok tok tok..

"Huh, siapa lagi yang akan mengganggu hariku?" Ia membiarkannya, mungkin hanya orang kurang kerjaan yang melintas didepan.


Be Mine? [Bahasa]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang