Chapter 13

3.1K 209 15
                                    



Kasih bintangnya dulu yaaa
.
.
.

Enjoy

.
.
.



Aku tidak mengerti dengan cara apa lagi membuatmu yakin. Tidak, aku tidak frustasi, sayang. Aku hanya merasa kau begitu menutup hatimu rapat untuk kedatanganku. Seakan aku telah menyakitimu begitu dalam.

----


"Aku cinta sama kamu" terdengar pelan. Tapi Airin masih mampu mendengarnya.



"Kamu barusan ngomong apa? Cinta? Cinta sama aku?" Airin bertanya balik.



Seketika hanya hening diantara keduanya. "Bukan, sama tembok dibelakangmu. Ya sama kamulah, Ai"



"Aku fikir kau mencintai seseorang dari cinta masa lalumu" Oh ya! Mungkin dengan sindiran seperti ini Alven dapat mengerti bahwa dirinya masih membutuhkan penjelasan.



Alven mendengus nafas kasar. Sembari menarik dagu Airin agar menatapnya, Alven menatap mata gadis itu dengan keteduhan. "Aku belum pernah memiliki cinta yang selalu aku kasihi sebelumnya. Dan sekarang aku memberikannya hanya untuk kamu, Airin. Kamu tidak percaya, hm?"



"Ya ya, aku percaya". Airin menyingkirkan tangan laki-laki itu dari dagunya.



Ternyata Alven belum mau menceritakan apapun



"Sepertinya sudah malam" desis Alven.



Airin mendecak lalu berdiri dihadapan Alven yang masih terduduk dikursi bar dapur. "Iya. Itu karena aku seharian harus mengurus bayi besar sepertimu yang tidak bisa mengurus apapun dengan seorang diri. Lelaki manja!"



Wajah Alven menunjukkan wajah lemasnya. Seperti wajah lelaki yang kecewa akan jawaban dari gadisnya. Sesaat Airin memicingkan matanya, apakah Alven merasa tersinggung dengan ucapanku barusan?



Ayolah, aku hanya bergurau, Alven.


Kian lama kian hening. Semua saling diam. Hanya Alven yang membuang pandangannya dari Airin.



Airin mengulurkan tangannya untuk mengusap rambut Alven perlahan dan terus berulang dengan lembut. "Hei, aku hanya bercanda. Cepat sembuh ya, aku harus kembali pulang".



"Kenapa harus pulang? Kamu bisa menginap disini, Ai".



"Tidak. Aku belum siap untuk menginap disini"



"Aku berani bersumpah aku tidak akan berbuat diluar kendali kepadamu. Peganglah sumpahku, Airin"


Airin terkekeh. Inikah seorang Alven yang terlihat angkuh dan begitu kejam diluar sana? Yang selalu memerintah seenaknya? Oh, lihatlah, begitu manjanya dia. "Bukan itu maksudku. Aku hanya tidak enak dengan Difa, dia pasti khawatir jika aku belum bersamanya saat ini, handphone ku kebetulan juga lowbat, dan aku belum mengabarinya apapun sejak tadi siang".


Karena Difa lagi? Alven menghela nafasnya. "Baiklah, aku antar ya?"



"Tidak perlu. Aku akan naik taksi. Kamu istirahat saja ya, biar besok sudah membaik, perusahaan membutuhkanmu".


Alven mengangguk paham. "Telfon aku bila kamu perlu sesuatu"



Airin tersenyum tipis. Lalu menyambar tas miliknya dan pergi berlalu.

Be Mine? [Bahasa]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang