Chapter 23

305 16 4
                                    

Dengar, tuan sok tahu! Siapa yang bilang kalau aku peduli padamu? Aku hanya sekedar bertanya. Ber, ta, nya, tanya, berarti tidak tahu. Aku bertanya karena aku ingin tahu, bukan karena ingin memikirkanmu!


"Kamu seharusnya tidak menemui dia. Kamu tau kan akibatnya bisa apa?"

Airin terus saja mengoceh tidak jelas sedari tadi, rambutnya yang panjang berterbangan tertiup angin dari kencangnya Arsya membawa motor. Dia ini titisan pembalap atau bagaimana.

"Lagipula bagaimana bisa, hah?" Lagi-lagi, Airin menggelengkan kepalanya. "Aku kira kamu yang selalu ada di pihakku, tapi ternyata, kamu yang paling mendukungnya."

Arsya memandangi jalan arah mereka pulang, ingin rasanya berhenti sejenak, lalu bergabung bersama anak-anak tanpa alas kaki di lapangan bermain sepak bola.

"Arsya!" Airin menepuk pundaknya, "Kamu tidak mendengarkanku, ya?"

"Eh? Kamu berbicara sama aku sejak tadi?" Jawabnya sambil melirik Airin lewat kaca spion.

Airin tersungut sebal, wajahnya memerah, dia terlihat lucu walaupun sedang kesal sekalipun. "Ya menurut kamu aja! Masa iya aku daritadi naik motor sama kamu tapi ngajak ngobrol abang-abang tukang rujak!"


"Ya mana aku tau, itu bisa saja."

"Dasar adik menyebalkan!"

"Dasar kakak aneh!"

"Kamu... Berani sama aku?"


"Ya beranilah, Airin, kamu ini yang benar saja.. Tinggi juga tinggian aku, kamu itu kayak kelereng tau ngga, aku sentil juga udah mental." Entengnya sambil tertawa.

Saat ini, mereka, di lampu merah, dengan Arsya yang tertawa terbahak tak terkontrol, dan Airin yang merengut sebal, menjadi bahan tontonan orang disekitarnya. Mereka terlihat benar-benar lucu. Adiknya yang iseng, dan sang kakak yang mudah merengut.


"Diam atau aku sumpal mulutmu pakai sepatu, Arsya! Semua orang sedang melihat kita!"

"Kita? Kamu, semua orang hanya melihat kamu, Airin. Kamu tidak lihat ada lipstick di gigimu?"

Airin yang panik segera mengeluarkan kaca kecil berwarna biru dari tas kecil yang dibawanya, lalu kebingungan sendiri setelah melihatnya ternyata tidak ada apa-apa.
Sial, Arsya lagi-lagi membohonginya.
Melihat tingkah Airin, Arsya semakin tertawa kencang.

---

"Aku malas berbicara sama kamu, sulit sekali diberitahu. Buat apa kamu bertanya kalau kamu punya jawaban sendiri?"

Difa mengerucutkan bibirnya seraya memotong beberapa sayuran ditangannya.
Kesal? Oh pasti.
Alven ini sangat keras kepala, sungguh.

Jo menghampirinya, kuingatkan sekali lagi, kalau Jo masih setia mendampingi gadis pemarahnya itu. Disamping Difa, ia tertawa kecil, matanya tak luput memadangi wanita berkaos merah yang terlihat sangat cantik meski dari samping sekalipun.

Difa memicingkan matanya pada Jo. Jujur saja, siapa yang tidak salah tingkah kalau sudah seperti ini? "Kamu lagi, ngapain sih ngeliatin aku?"

Sekali lagi, Jo tersenyum, sedikit tertawa pelan. Oh Tuhan, lelaki ini benar-benar sedang dimabuk cinta. "Ada masalah kalau aku harus terus melihatmu, tuan puteri?"

"Kalian berdua sama saja! Hanya mengganggu waktu masakku saja, tau tidak!" Katanya berkacak pinggang. Matanya beralih bergantian pada Jo yang saat ini dihadapannya dan Alven yang duduk di kursi meja makan dengan kaki yang ia luruskan pada kursi lainnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 24, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Be Mine? [Bahasa]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang