Bab 2. Buntelan Cempreng

43.6K 5.2K 211
                                    

Bab 2. Buntelan Cempreng

===o0o===

Bandung...tanah kelahiran Ratna yang selalu dirindukannya. Ia akan dengan senang hati melakukan perjalanan bisnis setiap hari ke kota Bandung jika saja Pak Bossy tidak ikut bersamanya. Eeh, jika saja dia tidak ikut dengan bos maksudnya.

Kenapa? Selain karena dia harus menjadi navigator dadakan, ia juga merangkap menjadi kacung cowok molto bernama Pandu Grataja. Tadinya, Ratna pikir mereka akan pergi ke Bandung bersama seorang supir, tapi ternyata Pandu sendiri yang mengemudikan mobil dan memerintahkan Ratna untuk menjadi penunjuk jalan.

Sial, Ratna yakin Pandu hapal jalanan kota Bandung, secara tiap minggu ini orang suka pulang pergi ke Bandung untuk bertemu pacarnya. Selain pacar yang di Jakarta, dan yang di Depok, di Tamrin, dan lain-lain, tentu saja!

Mereka berangkat pagi-pagi sekali dari Jakarta, hasilnya jam delapan pagi mereka sudah memasuki kota Bandung. Ratna langsung mengarahkan Pandu ke hotel yang menjadi tempat pertemuan meeting mereka hari ini. Begitu mobil berhenti, jiwa pembokat Ratna diuji dengan disuruh membawa seluruh barang-barang yang mereka bawa. Tas, laptop, dan dokumen-dokumen lainnya. Kiri kanan tangannya penuh, kedua pundaknya sudah dibebani oleh dua tas dan Pandu tidak peduli seolah-olah Ratna memang sudah biasa membawa barang-barang berat.

"Biar langsing," guman Pandu kala berjalan mendahului Ratna.

Ratna berdecak di belakangnya, berjalan tergopoh-gopoh. Yah, beginilah nasip cewek dengan wajah pas-pasan. Tidak diperlakukan istimewa seperti cewek yang baru saja melewatinya. Cewek itu cukup cantik, kedua tangannya juga penuh membawa tas tangan, koper dan paperbag-paperbag lainnya.

Tidak perlu ditebak lagi, Pandu jelas melihat cewek itu dan dengan senyum manis perayu ulungnya ia membuka pintu kaca hotel itu untuk si gadis. "Butuh bantuan?" tanyanya dengan suara yang amat, sangat, super, duper, manis. Nggak lebay, memang terdengar seperti itu karena bisanya yang Ratna dengar adalah nada sok dingin dan sok berwibawa.

See...dia norak.

"Oh, makasih ya." Cewek itu tersenyum tak kalah manisnya seperti gulali.

Ratna memutar matanya, mendengus kasar sambil mengikuti di belakang. Paperbag dan koper cewek itu sudah pindah tangan ke Pandu. Ratna berjalan cepat sebelum pintu kaca yang di tahan oleh Pandu itu tertutup, tapi baru satu langkah ingin melewati pintu itu, kepalanya membentur permukaan kaca dengan keras.

"Damn it." Ratna terpaksa mendorong pintu itu dengan bahunya dan melihat Pandu berhenti di hadapannya. Oh. Mungkin dia sadar sudah membuat dahi Ratna memar.

"Lama banget sih? Cepat jalannya."

Nggak, dia sama sekali nggak ngerasa bersalah nggak nahan pintu itu sampai Ratna lewat.

Ratna menatap punggung Pandu yang berjalan menyusul cewek manis ke arah resepsionis. Pandu pasti sengaja mengajaknya ke Bandung untuk menyiksa Ratna. Dan playboy kecoa itu pikir dia sudah berhasil menyiksanya?

BRUUUUKKKK....

"Yah, jatuh deh." Ratna menutup mulutnya dengan tangan, menatap dengan mata melebar tidak berdosa. Mata puppy eyes yang ia pelajari dari anak bungsu tetangga sebelah rumahnya, Si Titin.

Ratna melirik Pandu yang berjalan terburu-buru ke arahnya. Mata hitamnya menatap barang-barang penting miliknya dengan khawatir.

"Maaf Pak, tangan saya nggak kuat bawa semua barangnya," ujar Ratna tanpa ada rasa bersalah sama sekali.

Dan, Pandu jelas tahu Ratna memang sengaja. Ia menatap berang Ratna. "Yang kamu jatuhin itu Laptop, Neneng! Kalau rusak gimana? Semua data meeting hari ini ada di sana."

JODOHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang