Jieun tidak tahu bahkan tidak pernah menduga tentang kejadian yang terjadi di dalam novel, dimana ia akan menghabiskan setengah harinya bersama seorang pria.
Taman bermain, menonton film, dan terakhir makan malam. Sebuah daftar kencan yang sering disebutkan dalam sebuah buku romantis. Tidak lupa sebuah genggaman tangan yang membuat Jieun berdebar tak karuan.
Jieun tidak bisa mendeskripsikan bagaimana perasaannya hari itu. Ketika Taehyung membuatnya tertawa lebih banyak dan ketika hatinya merasakan perasaan asing yang mendebarkan kala melihat senyum yang terpantri di bibir Taehyung.
"Aku mencintaimu, Jieun." Kata itu terucapkan untuknya. Jieun tidak menjawabnya langsung melainkan hanya mengigit pipi terdalamnya demi menahan kebahagiaannya.
Ini terlalu indah. Selayak mimpi yang terjadi padanya. Dalam diam, ia mengharapkan pada tuhan untuk tidak membangunkannya. Untuk pertama kali dalam hidupnya, Jieun mengharapkan lebih untuk kebahagiaannya.
Namun seperti biasanya, ketika ia larut akan kebahagiaan yang dialaminya dan melupakan realita, tuhan akan mengingatkannya. Malam itu seusai Jieun berpamitan dengan Taehyung di depan rumahnya, ia masuk kedalam rumahnya hanya untuk mendengar orangtuanya bertengkar.
"Aku pulang." Seruannya yang terdengar tampaknya berhasil membungkam pertengkaran itu. Seolah mereka tidak mengijinkannya untuk mendengar pertengkaran itu. Namun Jieun tahu jelas, mereka bungkam bukan untuk menjaga telinganya dari pertengkaran itu namun pada perbincangan sensitif tentang hak asuh atas Jieun yang tidak ingin mereka pertanggung jawabkan seusai mereka resmi bercerai.
Sesering ia mendapat hal buruk menimpanya sejak kecil, Jieun terlalu kebal hanya untuk menangis di depan orang tuanya yang bahkan tidak menyayanginya.
Dengan langkah lambat ia naik keatas menuju kamarnya. Ia menutup keras pintu kamarnya demi meredam suara pertengkaran yang kembali berlanjut itu.
Tubuhnya terduduk perlahan, bersandar pada sisi ranjang. Ekspresi datar yang ada di wajahnya berbanding terbalik pada air mata yang telah keluar dari kedua matanya.
Jieun memang sudah kebal dengan semua ini namun ia tetaplah seorang gadis remaja, ia tentu merasa tertekan dengan semua ini. Disaat seperti ini, ia sering bertanya, kapankah kebahagiaannya yang sesungguhnya terjadi?
KAMU SEDANG MEMBACA
You
FanfictionWajah yang tidak cantik berikut tubuh besarnya menjadi alasan atas diskriminasi yang ada. Cacian adalah hal yang selalu diterimanya. Buku adalah satu-satunya temannya. Tidak pernah dalam hidupnya Jieun membayangkan dirinya untuk mengalami hal yang b...