Sarmila menatap Jalil dengan tatapan penuh harap."Kang, sudah tiga tahun akang tidak menjenguk bapak. Cobalah untuk menjenguknya barang setahun sekali ketika lebaran. Bagaimana pun juga dia bapak akang yang sudah selayaknya mendapatkan penghormatan."
Jalil memalingkan mukanya dan mendengus pelan. Entah sudah berapa kali kata-kata itu keluar dari mulut Sarmila istrinya. Ya, menyuruhnya untuk menjenguk bapak. Lelaki yang paling dia benci seumur hidupnya. Lelaki yang telah meninggalkan kenangan buruk di benaknya yang terdalam. Kenangan yang membawa dendam dan sakit hati yang begitu membekas. Bahkan tak lekang walau belasan tahun sudah berlalu.
Tapi jalil dibuat gundah gulana karena perintah istrinya itu. belum lagi Sarmila sering menyinggung tentang masalah bakti anak terhadap orang tua. Ditambah lengkap dengan dalil-dalilnya. Uh! Dasar memang santri. Sarmila mahir dalam urusan dalil dan mendalili.
Jalil memang selalu tak berkutik di hadapan Sarmila. Termasuk dalam urusan hubungan dia dengan bapaknya. Sarmila selalu membuatnya tunduk. Karena dia wanita yang sempurna di matanya.
***
"Mak, bapak kapan sih pulang. Sudah dua tahun tidak pulang ke rumah."
Mata emaknya menatap nyalang. Perempuan itu memang didera tekanan batin dan penderitaan yang tidak bisa dibilang ringan. Perempuan yang dipanggil emak itu adalah perempuan yang harus menghidupi ketiga anaknya –jalil dan kedua adiknya- di tengah kondisi ekonomi yang morat-marit.
"Bapa siapa mah da jurig. Teu kableg kanyaah pisan. Montong tunya-tanya deui bapak siah Jalil. Geus bosen ngadengena!"[ Bapak kamu itu setan. Tidak punya perasaan. Jangan bertanya lagi masalah bapak kamu. Sudah bosan saya mendengarnya!] emaknya berseru dengan entakan emosi yang mengalir dari kata-katanya. Kata yang mengekspresikan rasa sakit hati yang tiada terkira.
Bapak Jalil adalah lelaki yang menjadi primadona gadis desa. Ia lelaki yang tampan dengan segala kelebihan yang ia punya. Termasuk kekayaan yang dia warisi dari kedua orang tuanya sebagai tuan tanah dan pengepul hasil pertanian.
Lelaki itu adalah anak semata wayang. Maka seluruh kekayaan orang tuanya dia miliki sebagai ahli waris tunggal. Dengan kekayaannya itu, tak ada yang tidak terpikat.
Banyak wanita yang menyukainya. Hanya saja lelaki itu menyukai Euis, seorang gadis kampong yang justru tidak terlalu menonjol dan juga bukan dari keluarga berada.
Tapi lima tahun usia pernikahan, lelaki itu meninggalkan Euis. Pergi merantau ke luar pulau jawa dengan membawa seorang istri dari kota. Melebarkan bisnis dan usaha di tanah yang lebih menjanjikan.
Sejak itu, Euis terkatung-katung dan menyerah dengan takdir yang harus dia jalani. Membesarkan ketiga anaknya dengan kasih, walau harus pula merasa sakit hati dan beban yang tidak bisa dianggap main-main. Suaminya tidak meninggalkan apa pun untuk dia.
"Mak, mudah-mudahan we nya tahun hareup mah bapa teh balik." Lagi-lagi Jalil bertanya.
Euis memalingkan muka supaya air matanya tidak terlihat oleh anak pertamanya tersebut.
***
Ketika emak sakit, jalil berpesan kepada mang ondin, lelaki yang sama merantau di tanah seberang, untuk menyampaikan pesannya kepada bapak, jenguklah emak. Tapi ketika mang ondin kembali di lebaran tahun berikutnya dia bilang, bapak tidak akan pulang lagi ke kampung halaman.
Tampaknya bapak sudah benar-benar lupa-oh, bukan lupa, tapi melupakam-.kampung halaman dan keluarga yang dia tinggal. Euis, jalil anaknya dan kedua adiknya jalil yang masih kecil.
"Bapa maneh mah geus jadi sodagar jang. Pang beungharna jiganya sakampung."[ Bapak kamu sudah menjadi saudagar kaya. Mungkin paling kaya diantara orang sekampung.]Begitu komentar mang Ondin, yang justru membuat hari Jalil seakan diremas-remas karena sakit hati. Benar, kata emak. Bapak memang jurig. Bukan manusia.
KAMU SEDANG MEMBACA
OMNIBUS [Perempuan Senja]
SpiritualSenja Selalu membawa cerita, entah itu bahagia atau sekeping duka. Yang jelas, senja selalu membawa potongan-potongan kenangan yang tak pernah bisa terlupakan. Dan perempuan itu telah membuktikannya. Di dalam senja ia menemukan potongan kenangan yan...