Twelve : Plan

1.2K 89 0
                                    

*******************************

[Unedited]

Harry POV

"Mana mau aku menggunakan kostum itu! Dan kukira aku ini hanyalah pohon?!" sanggahku.

"Pohon spesial. Please, kita tak punya banyak waktu, cepatlah!" elak Sarra Gates dengan tatapan malas.

"Aku tak mau menggunakan stoking dan lingerie hijau menjijikan itu, stupid."

Ia bersedekap dan menaikkan kedua alisnya. "Kau barusan memanggilku apa?"

"Stupid."

Dia tiba-tiba menepuk bokongku kencang.

Aku mendelik padanya. "Owh?" Tak menyangka ia se-bold ini.

"Kau memiliki bokong yang bagus. Ayolah, buatlah kesempatan ini untuk memukau para wanita." Ia menepuk-nepuk pundakku.

"Thanks! " sahutku dengan senyum manis tapi sedetik kemudian senyumku jatuh. "Tapi, aku tak mau." Aku berjalan membelakanginya dan hendak menggunakan jasku kembali. Akan tetapi, baru beberapa langkah, Sarra Gates menarik tanganku.

"Okay, plis! Aku akan menuruti semua kemauanmu bahkan jadi kekasihmu kalau kau tampil." Ia diam-diam melirik ke arah Ms. Dancy di belakangnya yang tengah menonton kami.

Oh, jadi begini caranya.

"Okay, kalau kau memohon begini. Apa yang bisa kulakukan huh?" Aku berdecap dan menerima kostum konyol pemberian darinya.

Ia menekuk wajahnya melihatku tersenyum miring.

Setelah aku mengenakan kostum konyol itu, semua anak-anak ballet begitupun Cara menertawaiku bahkan staff diam-diam juga tersenyum geli melihat penampilanku. Jeez. Aku juga tahu Sarra Gates diam-diam menertawaiku yang daritadi membuang wajahnya dariku.

Aku lalu mengintip melalui gorden untuk melihat seberapa banyak para penonton dan mataku melebar saat kulihat beberapa orang kukenal menonton di sini.

Ada temanku dan kenapa si monyet juga di sini? Oh, lihat senyum semringahnya itu.

"Aku tak bisa melakukan ini."

"Kau sudah berjanji, jangan lari!" Dia yang panik mulai mengguncang-guncang tubuhku.

"Kalau begitu carikan aku topeng," mintaku. Ia yang ingin bicara, aku sudah menginterupsinya. "Aku tahu apa yang akan kau katakan."

Sarra menghela napas panjang dan kembali ke ruang loker. Tapi saat kembali, ia memberikanku topeng bulu berwarna biru muda. "What? Jangan protes. Hanya ini yang kumiliki."

Kurebut dengan paksa dan menggunakannya. Kutatap diriku di cermin dan aku merasa ingin mencekik pantulan diriku. Aku sungguh terlihat seperti banci.

Saat aku tampil, aku menghela napas lega karena tak ada yang mengenalku. Karena, kedua orang yang kukenal seperti mencari seseorang namun menatapku penuh curiga.

Tak hayal, aku terus mendapatkan tatapan kotor dari Sarra Gates. Bahkan saat penampilan berjalan, ia terus berusaha untuk melepas topengku. Tentu saja, warna topeng ini tak sesuai warna dan tema halloween untuk pertunjukkan ini.

Tapinya... pada akhirnya ia berhasil menjalankan misinya. Tepat saat pertunjukkan selesai.

Aku bisa mendengar tawa super familier menyeruak di kupingku. Tanpa menunggu tepukan tangan usai, aku bergegas ke belakang turun panggung.

"Hey, kenapa sih? Kau bermain bagus kok!" puji Sarra Gates yang mencoba menyamai langkahku, tak lupa ia menepuk-nepuk punggungku diiringi tawa. Oh yeah, dia pasti menikmatinya.

Aku berhasil menangkis tangannya. "Jangan sentuh aku. Aku sudah selesai dengan semua hal bodoh ini." Kulempar topengku kepadanya.

"Kenapa sih?!" gerutunya dari belakang.

* * * *

From: Sarra Gates
Aku tahu kenapa kau marah, kemarin temanmu menonton kan? Jangan pikirkan mereka. Kau bermain bagus kok kemarin. I swear. 

Aku yang tengah bekerja, kembali diganggu oleh pesan kesepuluh darinya. Tapi aku memilih untuk tak membalasnya.

Beberapa menit kemudian, ponselku kembali bergetar.

From: Sarra Gates
Kau masih marah? O God, u such a pussy.

Terpancing, aku baru meneleponnya walaupun aku tengah meeting penting.

"Akhirnya meneleponku, big boy?" Dia terdengar kesal tapi sedikit terhibur nadanya.

"Jangan panggil aku pussy. Tapi, kau benar akan satu hal bahwa aku ini big boy... if you know what I mean." Aku bisa membayangkan ekspresi jijik darinya dari seberang. Dan tak kupedulikan para bawahanku menatapku aneh. "Bersiaplah nanti."

"Maksudnya?"

"Bibiku ulang tahun akhir pekan ini, aku akan manfaatkan ajang ini untuk mengenalkanmu. Kita hanya punya waktu sebentar untuk kau melakukan makeover."

"T-Tapi aku ada acara hari itu!"

"Kau sudah tahu jawabannya. Batalkan acaramu, aku tak peduli."

"Aku tahu kau akan begini." Ia membuang napas berat. "Jadi apa identitasku? Anak kaya negeri sebelah, pewaris kerajaan, bagaimana?"

"Tak perlu repot-repot, jadilah dirimu sendiri saja."

"Kau yakin?" Ia terdengar terkejut.

"Yeah. Kita harus menunjukkan pada mereka how love we truly are."

"Dan jika maumu begitu, kita harus get to know each other first kan?"

"Aku sudah punya rencana akan itu. Tunggu saja besok."

"Maksudmu?"

Sebelum dia mendapatkan jawabannya, sudah kututup sambungan teleponku dengan tawa kecil. Tawaku terhenti saat banyak pasang mata menatapku terheran-heran.

Aku tersenyum formal pada mereka.

"Sampai di mana kita?"

*******************************

COMMENT. VOTE.

*******************************

His Little GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang