3.1: Susan

195 31 2
                                    

"Hakekat mengetahui diri kita adalah kesadaran adanya power yang kita miliki."
-Mark Ruther Ford

SUSAN
[2005]

Malaikat kecilku begitu tampan, dia sangat sempurna di mataku. Saat dia baru lahir, banyak sekali barang-barang mainannya yang telah kusiapkan. Sejak awal kelahiran pun aku sudah membelinya pakaian lucu. Sekilas, wajahnya sangat mirip dengan Jack, lelaki yang sangat kucintai. Aku sudah janji pada diriku sendiri untuk melupakannya dan tidak ingin mendengar namanya. Aku hanya ingin fokus kepada malaikat kecilku, bunga jiwaku, aku akan memberikan apapun yang diinginkan malaikat kecilku, aku ingin dia bahagia.

Malaikat kecilku sudah berumur lima tahun, di umurnya yang sekarang, malaikat kecilku mulai menunjukkan tingkah anehnya. Dia tidak suka bergaul dengan teman sebayanya, selalu di rumah bermain dengan Micky, pengasuhnya. Aku sengaja memilih pengasuh seorang pria karena dulu malaikat kecilku tidak suka dengan pengasuh seorang wanita.

Keanehan itu mulai timbul saat Kevin--malaikat kecilku akan berlibur tamasya bersama teman-teman TK-nya.

"Kevin, ayo kita harus berangkat sekarang." Ajak gurunya. Anak itu tetap diam dengan menundukkan kepalanya.

"Sayang, bukannya kamu suka bertamasya?" Aku membujuk malaikat kecilku.

Dia menatapku lalu memelukku dengan membisikkan sesuatu yang membuat bulu kudukku berdiri, "Aku tidak mau mati."

Aku melepaskan pelukannya, aku pandangi anakku. Dia yang masih kecil dan polosnya mengatakan kata mati seakan dia sudah memahami kata itu.

"Bagaimana Mrs. Truman? Kevin sudah ingin ikut?" Tanya gurunya.

"Ya, tentu saja Kevin akan ikut." Kataku menarik Kevin dengan paksa.

"AKU TIDAK MAU!" Teriak Kevin yang berlalu pergi masuk ke mobilku.

"KEVIN!"

"Sudahlah, Mrs. Truman. Kalau Kevin tidak mau jangan dipaksakan."

"Maafkan kelakuannya, bu."

"Ya, itu wajar untuk umurnya. Baiklah aku harus pergi."

"Oh, ya. Selamat bersenang-senang."

"Terima kasih." Guru itu pergi masuk ke dalam bis dengan memberikan senyuman manisnya padaku.

***

Seminggu telah berlalu, saat aku dan malaikat kecilku sarapan. Ada sebuah berita yang sangat mengejutkanku.

"Selamat pagi, aku Sarah Kate dalam berita News Flash mengabarkan sebuah kecelakaan bis sekolah dari sekolah TK Agracia Winona. Hari minggu tanggal 17 April 2005 pukul 07.00 A. M. Yang telah menelan banyak korban jiwa, termasuk anak-anak di dalam bis tersebut. Kejadian saat itu terjadi di jalan... "

Penyiar berita itu melaporkan dari tempat kejadian dengan memperlihatkan gambar kecelakaan yang sangat menyeramkan. Sehingga aku langsung mematikan TV-nya.

Aku menatap malaikat kecilku, dia sangat polos dengan lahapnya memakan sereal kesukaannya. Kenapa dia bisa tahu? Apakah ini hanya kebetulan?

"Bunda," Panggilnya selesai makan.

"Ya, sayang."

"Aku takut."

"Kenapa?"

"Bunda akan selalu bersamaku kan?" Tanyanya menatapku.

"Tentu, sayang." Aku memeluk malaikat kecilku yang sangat kucintai.

Waktu terus berlalu, malaikat kecilku semakin tampak tidak seperti malaikat kecilku yang dulu. Dia mulai menampakan keanehannya padaku. Seperti sekarang ini dia bisa lancar mengucapkan lima bahasa yaitu Perancis, Jepang, Belanda, India, dan Cina. Padahal aku tidak pernah mengajarinya, begitu juga di sekolahnya. Selain itu, dia selalu memberitahuku apa yang akan terjadi esok, lusa, juga di tahun depan.

Dia selalu sendiri di dalam kamarnya bermain scrable, permainan favoritnya. Dari hal ini, aku sudah tidak tahan lagi. Terpaksa aku membawanya ke ahli psikolog paling handal di New York, namun semuanya percuma. Malaikat kecilku berubah menjadi lebih dewasa tidak sesuai dengan umurnya. Di umurnya yang kedelapan tahun, dia sudah bisa berpakaian rapih, rambutnya diberi pomade, juga memakai parfum dewasa. Sering memakai pakaian berwarna putih dan hitam. Ucapannya pun berubah tampak tidak pantas di umurnya, sekarang ini.

Malaikat kecilku, kemanakah kau yang dulu? Siapakah anak ini yang ada dihadapanku sekarang?

***

HALLOO READERS TINGGALKAN JEJAKMU YA ^^★★★★★★★★★★

PRODIGY Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang