5.1 : Kevin

177 22 0
                                    

"Sama sekali bukan apa yang menimpa dirimu yang akan menentukan sejauh mana kamu akan melangkah, tetapi bagaimana kamu mengatasi apa yang terjadi pada dirimu." - Zig Ziglar

***

Permainan kata-kata menjadikanku lebih tenang, tidak ada gangguan dan kegaduhan di saat kusendiri. Scrabble, permainan yang selalu menemaniku jika aku sendirian. Tapi bagiku, aku memang sendiri di dunia ini. Mungkin bila aku tidak dilahirkan dan menjadi orang lain bukan Kevin, apakah hidupku akan benar-benar berbeda?

Hanya diriku saja yang merasakan kelamnya dunia ini. Jika kuberitahu Bunda, dia pasti akan menganggapku gila. Baru saja aku tahu, dia menjadikan aku bagaikan boneka miliknya. Atau lebih buruknya yaitu monster yang mengganggu hidupnya. Dia tidak pernah menginginkanku ada. Itu yang selama ini aku pikirkan.

Bundaku wanita yang bijak, bertanggung jawab dan tegas. Penuh kesabaran menjadi dua pribadi dalam dirinya, pertama dia harus menjadi seorang Ayah dan kedua seorang Ibu. Entah mengapa aku merasa dia jauh dari diriku, karena aku aneh? Seorang bocah berumur sebelas tahun yang bisa menerawang masa depan. Sehingga seorang Ibu yang tidak mampu menangani anaknya langsung diberikan kepada seorang psikiater. Dunia ini benar-benar sudah kacau, aku akan membuktikan pada Bunda bahwa aku anak yang normal.

Hari ini aku libur sekolah, satu hari yang berbeda dari hari-hari lainnya yang berwarna hitam, hari Minggu. Hari dimana aku diperiksa atau lebih jelasnya diinterogasi layaknya seorang pencuri. Aku menunggu Ms Sanabria kamar tidurku, entahlah dia yang menginginkan untuk bertemu di kamarku.

Pintu kamarku terbuka dan munculah seorang wanita berbalut kostum bergaya vintage berwarna krem, Ms Sanabria berdiri di depan pintu kamarku.

"Apa kabar, Kevin?" sapanya dengan senyuman manisnya. Dia kemudian menutup pintu kamarku. Aku hanya terdiam berdiri di depan jendela kamarku memandangi pemandangan di luar.

"Kau sudah siapkan semua pertanyaanmu?" tanyaku tanpa melihatnya.

"Kau benar-benar anak yang jenius. Aku memang sudah mempersiapkannya," akunya sedikit terkejut.

"Silakan duduk Ms Sanabria." Pandanganku masih melihat ke luar dari dalam jendela kamarku, aku melihat bunda berangkat kerja.

Ms Sanabria sudah duduk manis menyiapkan satu persatu peralatannya: kertas, buku kecil, recorder, dan pulpen.

"Baiklah. Kau sudah siap untuk menjawabnya, Kevin?"

"Ya." Tatapanku beralih memandangi Ms Sanabria yang kini kami duduk saling berhadapan dengan dibatasi meja bundar kecil di depannya.

***

Aku hanya ingat saat-saat Indah bersama wanita cantik berambut panjang hitam legam. Dimana ketika saat itu umurku lima tahun, dia mengajakku ke Disney Land di Hongkong, tempat yang aku rindukan hingga kini. Bermain berbagai macam wahana permainan yang seru bersamanya. Saat itu juga aku melihat senyuman yang sangat indah, senyuman uang sangat jelas kulihat begitu damai melihatnya. Aku rindu tawanya, aku rindu pelukannya, dan ciuman hangatnya di keningku. Wanita itu, wanita yang sangat cantik. Dia adalah Ibuku.

***

Rintik hujan makin deras,  suasana dingin menusuk-nusuk kulitku, embun menutupi semua penglihatan yang terlihat hanyalah bayangan-bayangan hitam tidak jelas. Kutulis sesutu di kaca jendela yang berembun, sesuatu satu kata yang memiliki makna berarti. Seorang wanita berambut keriting pirang datang masuk kedalam kafe, dia basah kuyup. Walaupun membawa mobil, dia tetap saja seperti orang yang terkena guyuran hujan paling banyak. Dia berjalan menghampiriku dan melepaskan jas hujannya dia duduk di depanku.

"Maaf, aku telat," katanya.

"Kau ingin pesan apa, Ms Sanabria?" tanyaku memberikan menu kafe padanya.

Wanita itu sedang berpikir untuk memilih makanan apa yang harus di makannya sekarang.

"Permisi, anda ingin pesan apa?" Seorang pelayan kafe melirik bergantian kearahku lalu kearah Ms Sanabria.

"Ehm, Kevin yang kau pesan apa?" tanya Ms Sanabria melihat minuman pesananku.

"Moccachino hangat cream latte."

"Ah- ya! Aku pesan sama seperti dia."

"Ok, pesanan anda akan segera datang." Senyuman yang diberikan oleh pelayan wanita itu senyuman yang tidak biasa.

"Kenapa kau memilih tempat ini?" tanya Ms Sanabria mengawali percakapan.

"The Witches Brew, nama kafe ini." Aku menatap segelas moccachino yang belum sama sekali kusentuh.

"Well, sepertinya kau tahu banyak tentang kafe ini."

"Kau ingin mendengarnya?" tanyaku dengan senyuman sinis.

Ms Sanabria sedikit tercengang, "Ya, tentu saja. Aku akan menjadi pendengar yang setia."

Sebelum kuceritakan legenda tentang kafe ini, pelayan wanita itu datang dengan membawa pesanan Ms Sanabria, "Permisi. Ini pesanan anda."

"Oh, ya terima kasih." Ms Sanabria mengambil uang di dompetnya dan langsung memberikan uangnya kepada pelayan itu, "Ini." Pelayan wanita itu terlihat kegirangan dengan mata berbinar-binar mendapatkan uang lebih sebagai "Tip" untuknya.

"Ok, kau bisa menceritakannya sekarang." Ms Sanabria menatapku serius tidak sabar untuk mendengar ceritaku.

"Kau tahu Ronald Defeo, Jr? Yang kemarin aku ceritakan. Kafe ini tempat dimana dia selalu datang kemari. Bisa dibilang dia salah satu pelanggan The Witches Brew."
Aku tahu Ms Sanabria pasti ketakutan, itu terlihat dari cara dia mengambil cangkirnya dan meminum moccachino pesanannya.

"Wow,  ternyata kau penggemar dari film Amityville horror ya?" Ms Sanabria meletakkan Moccachino-nya.

"Aku sudah pernah bilang padamu, kejadian itu di saat aku belum lahir. Filmnya pun di saat aku belum cukup umur untuk menontonnya."

"Ya, aku tahu, bagaimana kalau kita skip tentang hal ini?"

"Kau ingin kembali pada pekerjaanmu? Aku siap menjawabnya."

Ms Sanabria kembali mempersiapkan peralatan kerjanya. Tapi yang terpenting adalah pulpen dan juga buku kecilnya selalu menemaninya. Sebelum memulai, tulisan satu kata yang aku buat di kaca jendela yang berembun mulai sedikit menghilang, dan sepertinya Ms Sanabria melihatnya.

***

Hai ini cerita baru ku hehe... Mampir ya sebuah cerita meraih mimpi dengan penuh liku-liku. ^^

 ^^

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
PRODIGY Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang