#1. Penyebrangan Dimensi (part 1)

12.7K 574 27
                                    

Cahaya tiba-tiba menyerang retina Shi We secara membabi buta. Begitu menusuk, sehingga seseorang rasanya telah mencurahkan seember garam ke mata indahnya yang sayu. Mungkin sudah tiga hari ia disekap di sini. Lu Shi We hanya bisa mengandalkan intuisinya, mengingat dahsyatnya kemarau di kerongkongan dan tsunami di perutnya.

"Bagaimana keadaanmu sepupu? Kamu tampak sangat baik." seorang gadis berdiri di dekat jendela. Ia memandang ke luar, memperhatikan alam dengan khidmat seolah itu benar-benar fenomena alam yang jarang sekaligus begitu menakjubkan untuk dilewatkan. Kulit seputih gioknya tampak bersinar diterpa mentari. Rambutnya yang panjang melambai, menari bersama angin musim semi. Saat ia memalingkan wajah, sulit untuk mengabaikan eksistensinya. Ia tersenyum, tapi matanya seperti iblis, haus darah.

"Aiya, mengapa wajahmu begitu? Sepupumu ini tidak sedang mengganggu tidurmu, 'kan? Langit sedang cerah hari ini. Aku ingin kamu menikmatinya."

Melihat Lu Shi We diam saja, gadis itu, Lu Shu Yao tersenyum puas. Akhirnya anak sapi sadar sedang dibawa ke penjagalan

"Tahukah kau betapa sedihnya aku saat ini?" Lu Shu Yao memasang wajah sedih yang dibuat-buat. "Di luar orang-orang sedang mencercamu sepupu. Aiya, bagaimana bisa sepupuku yang cerdas dan bisa segalanya ini berlaku curang ketika melaksanakan ujian negara. Meskipun kamu sangat tertekan, kamu tetap tidak bisa melakukan hal hina seperti itu. Betapa memalukan."

Lu Shu Yao memandang langit-langit lalu menghela napas kecewa. "Tetap saja itu salah kami. Apa yang bisa diharapkan dari seorang gadis desa. Ckckck."

Ia berjalan mendekati Lu Shi We bak air mengalir dari pegunungan. Begitu anggun dan hati-hati. Ia mencengkram pipi Shi We dan berkata, "Berterima kasihlah padaku sepupu karena telah menyelamatkanmu. Dengan membawamu kemari, kamu tidak perlu pusing di mana kamu akan menaruh wajahmu ketika bertemu orang-orang."

Lu Shi We hanya tersenyum mengejek. Melihat ini Lu Shu Yao merasa perutnya panas, ia mengepalkan tangannya hingga buku-buku jarinya memutih. Ia sudah menantikan saat ini. Saat dimana Lu Shi We si bintang jatuh ke titik paling rendah. Muak menjadi bulan yang hanya menjadi bayang-bayang membuatnya gelap mata. Shi We hanya gadis desa, ia dikirim ke pedesaan disaat menginjak umur yang seharusnya belajar tentang etika. Bagaimana bisa ia begitu anggun? Ia tak menjalani sekolah formal sebelumnya. Mengapa ia bisa menjadi juara di berbagai bidang akademis? Sudah dapat dipastikan ia kesulitan finansial dalam waktu itu, jadi tidak mungkin ia menyewa pelatih handal untuk belajar musik.  Lalu kemampuannya bermain instrumen itu didapat dari mana? Hei, bukankah itu desa terpencil? Bahkan hanya satu dari seribu kemungkinan pemusik handal tinggal di sana. Tidak ada juga yang tahu apa lagi keahlian lain yang dimiliki sepupunya ini. Dengan sekejap ia menjadi orang nomor satu di sekolah. Si gadis sempurna. Menarik perhatian berbagai kalangan, terutama siswa laki-laki di sekolahnya. Berpikir tentang hal ini hanya membuat kepala Shu Yao kebakaran.

Ia mengira  setelah ini Shi We akan meraung-raung menangisi nasibnya dan meminta agar mati saja. Ia pikir begitu, tapi gadis ini hanya diam di sana. Wajahnya terangkat dengan senyuman tipis. Bahkan setelah semua ini, ia masih anggun dan cantik.

"Sepupumu ini ingin yang terbaik untukmu. Kamu terlalu bekerja keras dalam hidup ini. Tidak ada gunanya kamu menjilat kepada semua orang. Tidak ada gunanya sepupuku tercinta. Tidak ada yang bisa kamu capai. Sampah sepertimu bermimpi menjadi poenix? Omong kosong. Cih!" Shu Yao menginjak paha Shi We. Tak lupa tersenyum miring.

Tangannya yang diikat di punggung tidak memungkinkannya banyak bergerak. Ia sudah berusaha melonggarkan ikatan itu selama ini, hingga pergelangan tangannya semakin biru, namun tak menaruh perubahan besar.

Shi We memang tak pernah menganggap kata-kata Shu Yao. Ia bahkan tak peduli eksistensinya. Tidak perlu memperhatikan sampah yang hanya bisa memuntahkan ucapan mengerikan dan bersembunyi dibalik ketiak orang tuanya.

"Kamu memang gadis yang pintar X," ucap Shi We. Sudah jadi kebiasaan Shi We memanggil orang-orang yang tidak ia hargai dengan julukan variabel, tak perlu repot-repot memasukkan nama mereka ke memori otaknya yang berharga. Setelah menelan ludah beberapa kali, ia berkata, "Begitu tepatnya mendeskripsikan dirimu sendiri." 

Shi We tersenyum. Dua buah lesung tercetak di pipinya. Meskipun begitu tatapannya masih dingin, rasanya kecantikannya secara khusus tercipta untuk membekukan siapa pun yang melihatnya.

Shu Yao masih belum terbiasa dengan tatapan Shi We. Ia terdiam di tempat, berusaha menenangkan diri. Mengapa ruangan ini mendadak seperti penyimpanan es?

"K-Kau jalang! Tutup mulut kotormu itu." saat ucapan itu lolos, Shu Yao tidak bisa tidak menyesali ucapannya yang terdengar mengandung ketakutan ini.

Shu Yao mengacungkan jari telunjuknya di depan wajah Shi We lalu bicara lagi, "B-Berhenti berpura-pura baik. Sejak kau datang, setiap malam aku tak bisa tidur, hidupku seperti di neraka. Kau itu gadis terkutuk. Iblis! Kau membawa kutukan di keluargaku." Shu Yao kehabisan napas, terengah-engah. Ia terlihat lebih menggelikan begini.

"Aku memang menjebakmu. Jadi apa? Huh?" katanya lagi.

Shi We memandangnya acuh tak acuh, membuat gadis itu kesal. Ia hanya tidak tahu kalau Shi We menghabiskan banyak energinya dalam kalimat terakhir. Dua kalimat yang berhasil membuat shu Yao melepaskan bulu dombanya. Rubah tetaplah rubah. Bagaimana pun ia pandai menyembunyikan diri.

Ia mencengkram kedua lengan Shi We  lalu menggoncang-goncangkan tubuhnya. Meskipun Shi We tak memiliki banyak tenaga ia tetap tidak bisa tidak memberi tatapan mengejek.

Shu Yao mulai kesetanan dan memperkuat cengkramannya hingga kuku-kukunya tertanam di kulit Shi We. "Aku yang akan membunuhmu! Kubunuh kau brengsek!"

Sejatinya, Shi We sudah sangat lemah. Bahkan tanpa perbuatan Shu Yao kepalanya sudah berputar-putar dari tadi, seperti ada badai yang bergulung-gulung di kepala. Ditambah perbuatan Shu Yao, itu jadi tak tertahankan. Shi We memukulkan kepalanya ke arah Shu Yao. Shu Yao yang tak siap mendapati hantaman di kepalanya. Ia terduduk ke belakang, menjerit seraya memegangi kepalanya yang mulai mengeluarkan cairan hangat.

Shu Yao terbelalak saat tangannya yang menyentuh kepala dipenuhi darah. "Gadis Terkutuk! Berani-beraninya kau!"

Ia berhambur ke arah Shi We seperti orang gila. Malang baginya sebab kaki Shi We tidak terikat, ditambah ia sudah belajar bela diri dasar. Ia menendang dada Shu Yao sekuat yang ia bisa. Dalam satu hentakan, gadis itu terlempar lagi ke belakang.

Shu Yao terbatuk-batuk sementara Shi We berusaha melawan badai di kepalanya. "Aku harap kamu menerima ucapan terima kasihku barusan."

"Kurang ajar! Terkutuklah kau Shi We. Akan kuhabisi kau sekarang lalu kujadikan kau makanan anjing." setelah mengatakan itu ia mengeluarkan belati kecil dari tas sakunya.

(Mulmed Lu Shi We/Qi Mei Yu)

TBC 30-03-2018
Yuhu...
Terima kasih sudah berkunjung ^^
Jika suka kasih aku bintang dan komen, ya. Tak tunggu, loh.

Princess Qi Mei Yu: Stand In LineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang