#14. Biarkan Burung Berceloteh Sesuka Hati

3K 274 2
                                    

Sebenarnya sebelum lazuardi cakrawala mengundurkan diri, Mei Yu sudah kembali ke dunia. Namun, ia enggan membuka mata. Tubuh mungilnya belum siap menerima titah dari sistem saraf pusat, meskipun impuls telah menggempur.

Misalnya saja sekarang ini, di saat tubuhnya beristirahat indra yang bekerja hanya satu. Berupa gelombang bunyi penyampai percakapan dari balik pintu yang mau tak mau harus ia dengar.

Bukannya Mei Yu tidak sadar ia sekarang berada di tempat asing, tapi ia benar-benar tidak punya tenaga untuk terkejut.

Setelah beberapa saat ia akhirnya bisa mengerling singkat ke sekeliling. Saat ini ia berbaring di kasur gulung dalam ruangan hampa. Bukan hampa dalam artian tanpa udara, namun tempat itu minim furnitur, nyaris kosong jika bukan karena lilin setengah terbakar di atas meja kayu sudut ruangan dan alas ia berbaring sekarang.

Suara nyaring seorang gadis terdengar dari luar ruangan. Ia terus mengejar seseorang yang dipanggil 'kakak' dengan berbagai macam pertanyaan dan hipotesa buruk seputar kehadiran Mei Yu yang tiba-tiba.

"Kakak, cepat katakan padaku! Mengapa Xilan membawa gadis kumal ini ke kediaman? Betapa beraninya dia!"

"Kakak kenapa kau diam saja?"

"Pria berengsek itu ..." ia mendecak. "Mari kita hukum dia! Kakak jawab aku! Dia itu penipu."

"Kakak ... "

"Hush! Gadis ini benar-benar ... " kakak akhirnya memperingatkan dengan tak sabar. "Tutup mulutmu! Apa kredibilitas yang kau miliki hingga merasa pantas mempertanyakan Xilan? Ia tidak akan melakukan apapun tanpa perintah dari tuan muda."

"Kakak yang benar saja. Siapa yang tahu pria bermuka tembok itu sedang beralibi. Mungkin gadis ini sanak keluarganya atau mungkin... pacarnya. Toh, tuan muda juga jarang pulang ke rumah. Bagaimana kita tahu dia berbohong? Aiya, bagaimana jika ia menyalahgunakan nama tuan muda? Siapa yang tahu!" tuduhnya dengan nada penggosip ulung.

Sementara itu kakak berbicara dengan gigi terkatup. Seolah ia siap melemparkan lawan bicaranya ke laut jika mengucapkan beberapa patah kata lagi. "Gadis kurang ajar. Apa yang kau makan pagi ini sehingga isi kepalamu itu penuh dengan kotoran?"

"Kotoran? Hei, wajar saja jika aku berpikir begitu. Kita bahkan nyaris hanya beberapa kali melihat tuan muda. Saat pulang, ia hanya tinggal di kamar. Kalau pun ingin berjalan-jalan, ia akan membubarkan kita semua. Saat itu, Xilan-lah yang memberikan titah ini-itu, begini dan begitu," gadis itu mencibir, "Ia tidak bisa dipercaya."

"Aduh jantungku. Pergilah aku harus bekerja,"

"Kenapa kakak mengusirku? Aku hanya bicara kemungkinan. Semuanya juga untuk tuan muda."

"Pergi atau aku akan memukulmu hingga mati!" kakak mendengus.

Setelahnya ,pintu berderit terbuka. Seseorang berjalan masuk. Mei Yu bisa mendengar langkah kaki teratur empunya. Begitu lembut, mengalir seperti air serta penuh kehati-hati-an. Jelas ia seorang pelayan terlatih. Ketika melihat sosok yang tak sadarkan diri selama beberapa hari itu terjaga, ia buru-buru memberikannya obat.

***

Kata orang, tak kenal maka tak sayang. Tak sayang maka tak cinta. Mei Yu bertanya-tanya siapa yang mencetuskan pepatah ini pertama kali. Soalnya semakin ia mengenal Nincai, gadis pelayan tempo lalu, semakin ia tidak bisa menemukan alasan untuk menyukainya.

Luka di tubuhnya bahkan belum sepenuhnya membentuk keropeng saat gadis itu tiba-tiba datang ke kamar kemudian melemparkan setumpuk cucian ke wajahnya. Dengan tangan dilipat di dada dan alis naik sebelah ia mengucapkan kata-kata dalam kecepatan luar biasa dalam tempo secepat kilat. Yang ... sebagian besar isinya lebih layak dibuang. Melihat itu Mei Yu tanpa sadar setuju dengan percakapan waktu lalu kalau kepala gadis ini penuh dengan "kotoran".

Princess Qi Mei Yu: Stand In LineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang