14

38.7K 1.3K 28
                                    

"Emak, gimana kabarnya? Sehat?" Tanya Om Rendra sambil mencium punggung tangan seorang wanita tua, aku pun mengikuti apa yang dilakukan Om Rendra.

"Alhamdulilah, Rend. Kamu lama gak kesini. Kok hanya berdua? Nila gak ikut?" Lalu wanita tua itu menatapku lama, matanya mengintrupsi dari atas sampai bawah. "Yang ini Oga atau Ega?" Tambahnya.

Aku hanya tersenyum, lalu Om Rendra menepuk pundakku, "Ini Dimas, Mak. Anaknya mbak yu Ika." Ucap Om Rendra memperkenalkanku.

"Anaknya Ika?" Ulang wanita itu kembali menatapku lama, aku bisa melihat air mata di ujung pelupuk matanya. Menit berikutnya Wanita tua itu langsung menyambar tubuhku, tangannya erat memeluk punggungku, aku bisa mendengar suara tangisnya tepat disamping telingaku yang mau tak mau membuatku ikut terharu. "Makasih Gusti, Engkau sudah mempertemukan Hamba dengan cucu Hamba." Ucapnya sambil memejamkan mata. Tangan kanannya bergerak mengelus pucuk kepalaku.

"Dimas. Ini Nenek kamu." Om Rendra memperkenalkan wanita tua itu padaku.

"Nenek." Ucapku membuat nenek semakin mengeratkan pelukannya.

"Dimas Gimana kabar Bapak dan Ibu kamu?" Tanya Nenek.

"Mak, bisa kita bicara di belakang?" Sanggah Om Rendra, nenek mengendurkan pelukannya lalu menatap kearahku dan Om Rendra bergantian. Nenek mengangguk setuju, selanjutnya mereka berdua berjalan semakin kedalam.

Biarlah Om Rendra yang menjelaskan semuanya, karna sejujurnya aku pun tak akan mampu menceritakan kisah hidupku yang kelam pada orang lain. Tentang Ayah yang meninggal dunia, membuat statusku 'yatim', lalu ibu yang juga ikut meninggalkanku seorang diri. Tentang kehidupan di jalanan yang pernah aku rasakan, tentang susahnya mencari sesuap nasi. Aku yang terlahir sederhana, susah bagiku itu biasa.

Diruang tamu, tinggal aku dan Mak Ati saja. Lalu aku menoleh kearah pintu saat kudengar kalimat salam.

"Ti, Ini siapa?" Tanya Seorang lelaki berumur, disampingnya berdiri lelaki yang usianya lebih tua.

"Ini Dimas, anaknya Mbak Yu Ika." Ucap mak Ati memperkenalkanku. Lelaki berumur itu mendekat kearahku, tangannya ter-ulur mengelus pucuk kepalaku, memaksaku tersenyum kearahnya.

Lain halnya dengan respon yang diberikan lelaki tua satunya, dia hanya menatapku sebentar lalu masuk kedalam kamar dan dengan sengaja membanting ambang pintunya.

Mak Ati menghembuskan nafas lelah, begitupun lelaki yang sedang mengelus pucuk kepalaku. Lalu mereka kembali menatapku, aku masih tersenyum polos tak mengerti situasinya.

"Ayok Dimas. Kita duduk dulu." Ucap lelaki itu.

"Iya pak." Jawabku membuatnya tertawa.

"Panggil aku Wa Ipin saja. Aku ini adik dari kekek kamu. Nah, kamu tau gak siapa lelaki tua yang tadi membanting pintu kamarnya?" Ucap Wa Ipin, aku menggeleng. "Dia itu Abah alias Kakekmu. Oh ya, jangan ambil hati ya  sama sikap Abah, lama-kelamaan pun dia akan nerima kehadiran kamu." Hibur Wa Ipin.

"Bang, kamu gak ketemu Liam dan Yodi?"

"Lah, aku gak ketemu mereka. Palingan mereka lagi main bola dilapangan. Udah lah, mereka kan udah bujangan, bisa jaga diri. Kamu ini Ti, saban hari bawaannya khawatiran mulu ama mereka." Ucap Wa Ipin, lalu beranjak ke kamar.

"Dimas, Diminum atuh tehnya, perjalanan jauh pasti capek." Ucap Mak Ati, aku mengikuti apa suruhnya.

"Assalamulaikum~~." Suara 2 orang bersamaan sambil memasuki rumah.

"Wa'alaikumsallam." Jawabku dan Mak Ati bersamaan pula.

"Masih inget punya rumah?!" Ketus Mak Ati pada 2 lelaki seusiaku.

"Apaan sih Mak." Ucap salah satunya misuh-misuh.

"Mak, siapa?" Bisik salah satu lagi yang masih bisa kudengar.

"Ini Dimas, saudara kalian dari Jakarta. Anaknya Lik Ika." Ucap Mak Ati, lalu menoleh kearahku. "Nah, Dimas. Yang ini namanya Liam." Tambah Mak Ati memperkenalkan anak yang lebih tinggi, lalu tangannya menggapai satunya lagi yang sedikit lebih pendek dari Liam, " yang satu ini namanya Yodi, mereka cucu Mak Ati. Dari kecil ikutnya sama Emak dan Wa Ipin."

Aku menatap mereka sambil tersenyum, begitupun mereka ikut manatapku balik. Tapi aku sedikit risih melihat tatapan Liam yang memandangku lama, seperti tatapan menelanjangi.

"Hai Dimas." Ucap Yodi.

"Hai juga." Jawabku.

"Eh, mending kita kekamar aja, katanya mau nonton. Dimas, ayok ikut aja." Ajak Liam sambil merangkul pundak Yodi.

"Ayok Dim." Ajak Yodi juga.

Aku mengikuti Liam dan Yodi yang masuk kedalam kamar, kurasa ini kamar mereka berdua. Lalu Yodi mengajakku duduk di ranjang bersamanya sementara Liam bergerak mengambil koleksi CD dan disodorkannya kearahku dan Yodi.

Entah mau diajak nonton apa aku ini, hingga Liam harus menutup pintunya segala. Kulihat Yodi kini asyik memilih-milih CD yang tadi disodorkan Liam.

"Dim, kamu mau nonton apa? Aku ngikutin kamu aja lah." Ucapnya lalu menyuruhku memilih CD. Aku tersentak kaget melihat cover CDnya, bisa kupastikan ini film porno. Aku memilih menggeleng, tak mau memilih apapun. Sampai Liam yang harus memutuskannya.

1/2 jam lamanya kami menonton di atas ranjang, tanganku menopang dagu karna bosan, begitupun Liam.

"Ganti ah, gak asyik bgt filmnya. Yang jadi cewenya gak bisa blow job, payah banget." Ucap Yodi sambil mengucek mata, "Ganti aja, Am. Tuh, Dimas juga sampe kebosenan."

"Oke deh." Dengan sigap Liam kembali mengambil CD lainnya, tanpa persetujuan  kami.

Saat film kembali diputar, lagi dan lagi aku tersentak kaget karna kali ini film gay. Posisi dudukku pun jauh lebih tegap dari sebelumnya, aku melihat kearah Liam dan Yodi yang seperti menemukan gairah menontonnya lagi.

Aku meremas jari gelisah, sekarang fokus mataku tidak lagi pada film, sebisa mungkin aku memejamkan mata agar tak terangsang melihat setiap adegannya, ditambah lagi suara desahan dan deru nafas terdengar saling bersahutan.

"Ini baru namanya film." Gumam Yodi tak jelas.

"Dim, kamu kok malah merem?" Tanya Liam, "kenapa?"

"Eh, ga-gak papa kok." Jawabku gelagapan, langsung membuka mata.

Saat aku membuka mata, aku kaget melihat wajah Liam yang begitu dekat denganku.

"Liam?" Heranku mencoba biasa saja, menutupi rasa gugup.

Tok!tok!tok!

"Hey, kalian lagi apa didalam? Cepet keluar." Suara Mak Ati diluar pintu mengintrupsi kegiatan kami.

Kulihat sekarang Liam Dan Yodi kelimpungan menaruh semua koleksi filmnya kembali ketempat semula, takut ketahuan.

"Iya, Mak. Bentar." Ucap Yodi.

"Ayok eh, cepet-cepet." Ajak Liam setelah semuanya beres.

Aku, Liam dan Yodi berjalan keruang tamu. Bisa kulihat semua keluarga sudah berkumpul disana, termasuk Kakek.

"Dimas, duduk disini." Tunjuk Nenek menyuruhku duduk disampingnya.

Saat itulah aku seperti menemukan keluarga baru, kulihat kakek pun sekarang sudah bisa menerimaku. Setengah hari kami habiskan untuk mengobrol sesekali bercanda ria, aku tak bisa berhenti bersyukur karna ternyata banyak orang yang menyayangiku dengan tulus.

"Dim, besok ikut kita yuk." Bisik Yodi disampingku.

"Kemana?" Tanyaku.

"Nanti juga tau sendiri." Tambah Yodi.

Aku semakin merasa aneh, saat kulihat Liam juga ikut tersenyum dan menatapku lama.

Bersambung.......

Dimas(ManXBoy)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang