20

33.2K 1K 38
                                    

Sayup-sayup telingaku menangkap suara adzan dari pengeras masjid dekat rumah, seperti alarm alami yang di stel tiap hari membuatku terbangun dari tidur nyenyak. Tangan kanan ku refleks mengucek mata, membiaskan mata dari cahaya lampu yang terang benderang. Iseng saja tangan ku yang satu lagi menepuk sisi sebelahnya-kosong! Tapi masih terasa hangat, hmz...mungkin om Anton belum lama pergi.

"Pagi!!" Ceria seseorang menyapaku, saat aku mendongak, aku langsung dihadapkan dengan kepala Om Anton yang condong di atasku. Aku yang kaget, refleks bangun dan menjauh darinya. Sumpah ya-tadi itu jantungku hampir copot. Masih pagi kok nih orang udah ngeselin aja sih!

Ternyata tadi kepalaku tidur di pahanya yang duduk bersila, nampaknya Om Anton sengaja melakukan itu,  pasti dia ada mainin bibir aku deh. Huhhhhh...

"Kamu dengkurannya kok keras banget sih, Dim. Abis nguli dimana?" Bercanda gak lucu banget haha. Aku mendelik kesal ke arahnya, lalu melempari wajahnya dengan bantal tanpa belas kasihan.

"Iya-haha ampun, ampun gak lagi-lagi deh, aduh sakit tau."

Aku gak peduli. Aku gak peduli. Pokoknya aku benci Om Anton!

Lama-lama tenagaku melemah, lalu berhenti saat dia menarik punggungku bersandar di dadanya. Tangan Om Anton gak pernah absen mencubit pipiku kalau aku lagi ngambek, selanjutnya bilang "Gemeeessiiinnn banget sih."

Haduh, aku sampai hafal kebiasaannya itu, bentar lagi dia bakal ngerayu aku pake duit nih, eitzzz...jangan samain aku kaya kucing-kucing diluar sana yang matre, aku sama sekali gak tertarik sama hal begituan. Aku tetap cintanya Om Rendra kok, dan bukan Om Anton. Jadi maaf aja ya, aku gak segampang itu.

"Udah sana pulang! Nanti orang rumah tau!!" Usirku.

"Oke, sampai ketemu di kantor ya sayang." Om Anton melibas bibirku, setelahnya memakai kemeja yang semalam di lepasnya. Tak lupa dengan gayanya yang berlebihan, dia membuat gerakan kiss bye sebelum lompat dari jendela. Aku dibuat geleng-geleng kepala melihat kelakuannya. Dasar orang tua!!

Tok tok tok ...

"Mas, Dimas. Subuh!!" Teriak Ega-Oga di depan pintu kamarku.

Satu lagi alarm ku di pagi hari, jadi aku tidak perlu sengaja menyetel alarm atau takut kesiangan. Karna suara si kembar lebih dari cukup untuk memaksa mataku terbuka. Hnn, aku yang memang sudah bangun segera beranjak membuka pintu.

"Iya-iya."

.

.

Pagi ini seperti biasa aku berangkat kerja bareng om Rendra dengan  bersepeda motor, setelah hari-hari sebelumnya mengikuti om Rendra keluar kota. Ini baru ke ketiga kalinya aku menginjak lantai kantor dari awal aku mulai bekerja.

Aku jelas tau om Rendra sedang berbohong ketika mengatakan kalau aku disana ikut membantunya, padahal semua tugas dia yang handle dari mulai ketemu client sampai menyusun laporannya pun tak melibatkan aku. Tapi, nama ku justru ikut ditulis di laporan itu. Pas aku menanyakan alasannya, dia cuma bilang kalau dia tidak biasa pergi keluar kota seorang diri. Harus ada yang menemani, makanya dia mengajakku. Sebab anggota keluarga tidak diperkenankan ikut. Sedangkan rekan yang lain juga punya urusannya masing-masing, jadi tidak ada yang keberatan kalau Om Rendra mengajakku, toh aku juga tak ubahnya seperti bocah magang. Iya! Aku kan masih nunggu hasil SNMPTN di umumkan, sambil nunggu aku menyibukkan diri dengan kerja. Misalkan aku gak lulus SNMPTN  ya sudah gak apa-apa, sebab aku udah males yang namanya belajar untuk SBMPTN. Hanya mengandalkan nilai raport, semoga aku lolos SNMPTN. Amiin..

"Wei, Dimas." Ucap Andri menyapa gendang telingaku. Aku tersenyum kearahnya, sebelum menempatkan bokong ku dikursi kerja, kursi yang harus ku duduki selama 8 jam! Tepos-tepos deh nih bokong lama-lama.

Belum berhenti sampai disitu, kepala Andri nongol dari balik kubikel yang menyekat meja kerjaku dan dia. "Oleh-olehnya mana?" Katanya.

"Ada tuh." Jawabku.

"Serius??Apaan??" Andri sangat antusias, membuatku cengengesan melihatnya.

"Kerikil."

"Syetonnnn!!!" Kesalnya membuatku tergelak.
.
.

Memasuki jam kerja, ketua devisi memberi kabar kalau Direktur perusahaan akan datang, ingin mengecek langsung kinerja cabang 3 tempatku bekerja. Langsung saja semua hal dipersiapkan, kamu bisa melihat setengah jam pertama orang- orang sibuk menata meja mereka agar terlihat rapih. Hnn, kamu gak usah heran melihat hal seperti ini jika kamu sudah terjun ke dunia luar, ini sesuatu yang tidak lagi aneh.

Aku tidak terlalu terkejut dengan Direktur yang baru pertama datang, wajahnya sudah sangat familiar--bahkan bau parfum yang dikenakannya aku hafal betul.

Antonion Gepaldi--alias Om Anton!

Semua karyawan berdiri memberi salam berupa senyuman paling ramah yang mereka tunjukan. Om Anton melihatku sekilas, bahkan saat ia berjalan melewati ku, wajahnya sama sekali gak berpaling. Gak heran sih kan ceritanya aku dan dia gak saling kenal. Tapi kok rasanya  dicuekin gitu, bikin hatiku tercubit.

Benar saja setelah kedatangan om Anton barusan, ketua divisi memerintahkan kami datang berkumpul di ruang meeting, ada hal yang ingin di sampaikan langsung oleh Direktur sendiri. Hm, rupanya ini pengumuman siapa saja yang mendapat promosi naik jabatan. Kalian harus tau tempatku bekerja hanyalah sebuah cabang kecil, perusahaan sebenarnya terpisah dan berada di jantung kota. Orang yang di promosikan, jelas akan di mutasikan ke kantor utama.

Awalnya aku tidak peduli apapun deretan bait sambutan dan kata pengantar, tapi ketika Om Anton menyebut nama Om Rendra untuk di mutasikan ke kantor utama. Aku jelas gak bisa untuk gak peduli. Melihat tepuk tangan diberikan untuk penghargaan itu, bisa kulihat wajah On Rendra terlihat bahagia disertai jabatan tangan sebagai simbol selamat. Aku bahagia melihat Om-ku itu bahagia, tapi.. itu artinya aku akan pisah kantor dengan Om Rendra. Hmz, katakanlah aku masih belum rela. Tapi, ah-perasaan egois macam apa itu.

Selesai meeting- semua karyawan kembali ke tempat kerja, melanjutkan tugas yang sempat tertunda. Dari sini, aku masih bisa melihat ruangan Om Rendra yang terbuka. Mungkin mulai besok om Rendra tak berada disana, itu artinya waktuku boncengan motor pas waktu berangkat dan pulang, hilang. Saat istirahat, waktu untuk makan bersama juga-hilang, lalu--kalau om Rendra ditugaskan ke luar kota jelas bukan aku yang akan diajak.

"Aduh!!" Keluhku mengelus kening, mendelik sebal ke Andri yang baru saja melempar pulpennya mengenai dahiku. "Kerja!kerja!kerja. Jangan banyakan ngelamun, Kesambet baru tau rasa." Sindirnya membuatku mendengus. Sebisa mungkin kembali fokus bekerja.

Ditengah jam kerja, tiba-tiba Bu Silvi menghampiri meja ku. "Dim?" Panggilnya mengalihkan fokus ku dari layar monitor.

"Ya, bu?"

"Bisa, kamu serahkan laporan ini ke ruangan pak Anton, cepet ya laporannya sudah ditunggu."

Hah? Aku melongo. "Loh kok aku yang nganterin? Gak mau ah!" Tolakku mentah-mentah.

"Cuma minta tanda tangan dia aja. Ayok lah Dim, Bu Silvi harus buru-buru keluar sebentar.

Saat melihatku tetap ogah-ogahan, Bu Silvi mulai mengandalkan jurus andalannya. "Ayo lah, Dim." Tuntutnya, "Nanti aku traktir dokar deh."

Tuh kan! Modus nih pasti! Dasar mafia!! Pasti om Anton yang nyuruh Bu Silvi. Bu Silvi kan orangnya agak perhitungan soal uang, jadi mustahil kata traktir diucap begitu mudah.

Huh. Rasanya aku mau mengigit orang sekarang. Sepanjang jalan
Aku terus menggerutu, setelah kakiku berhenti diruang divisi-yang sudah di sulap menjadi sedemikian epic untuk seorang direktur.

Saat melihatku mendekat, ruangan kaca itu kini menurunkan penutupnya. Disana masih ada 2 pegawai wanita yang juga bertujuan sama denganku, meminta tanda tangan On Anton dilaporan masing-masing.

Bersambung....

Dimas(ManXBoy)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang