Kamu menggunakan harapan sebagai peluru yang dikeluarkan melalu bibir tipis sebagai pistol
Ditengah malam gelap. Hanya ada satu bulan yang indah dikelilingi bintang. Betapa istimewanya Bulan hanya ada satu dilangit.
menyinari gelap malam adalah tugasnya tak pernah sendirian karna ada Bintang yang menemani dengan kelap-kelipnya yang menambah indahnya angkasa gelap.Bulan yang berada dibumi menatap vertikal melihat indahnya Bulan diangkasa yang begitu perkasa dimalam hari.
Bulan yang sedari tadi, menunggu kedatangan Bintang sejak 15 menit yang lalu sudah mondar- mandir diteras rumahnya, terakhir kali Bintang mengabari Bulan, Bintang mengatakan bahwa dia sedang dalam perjalanan menuju rumah Bulan. Gadis yang mengenakan sweater putih dengan aksen garis hitam itu akhirnya duduk sambil memperhatikan layar persegi, menunggu kabar dari Bintang.
--/--
"Duh.. pacak ada parade lagi, gue bisa telat nih"ujar Bintang sambil menekan klakson mobilnya agar mobil depanya tidak berjalan lamban. Ini memang salahnya tidak memilih membawa motor, karna kebodohanyalah Bulan menjadi menunggu kedatanganya.
"Bakalan lama nih" ujar Bintang lalu membuka kolom chatnya bersama Bulan, Bintang mengetik beberapa kata lalu menekan send.
Ketika sudah selesai mengabari Bulan, Bintang mendongak dan memperhatikan kemacetan yang terpampang nyata didepan matanya, sudah setengah jam Bintang terjebak dikemacetan ini, membuat Bintang lelah dan merebahkan kepalanya diatas stir mobil...
Bintang mendongak kearah samping ketika menyadari ada yang mengetuk kaca mobilnya sambil memanggil-manggil namanya walau samar-samar Bintang bisa mendengar bahwa ada yang memanggil namanya. Bintang memperhatikan dengan lekat orang yang mengetuk kaca mobilnya itu. Bintang terperangah ketika melihat siapa yang baru saja ia lihat dibalik kaca mobil. Yang pernah ia rindukan kini tepat didepan matanya, sangat dekat bahkan getaran itu masih ada meskipun sedikit redup oleh jarak dan sakit yang membatasi.
"Elsa" ujar Bintang tanpa mengedipkan matanyaBintang mempersilahkan elsa masuk, kesedihan hanya itulah yang tergambar jelas diraut muka elsa saat ini, tercetak begitu nyata diwajah manis elsa, bahkan senyum yang dulu selalu terbit dilengkungan itu kini tak terlihat lagi, sebenarnya apa yang sedang terjadi?... kenapa senyum itu pudar?... Bintang sangat ingin bertanya dan mengusap air mata yang hampir jatuh dipelupuk mata hazel kepunyaan elsa.
Bintang ingin bertanya tapi tanya itu kini sudah berubah menjadi sungkan, tak ada keberanian lagi, karna tanda itu sudah tak berlaku lagi, sejak elsa pergi meninggalkanya tanpa alasan yang pasti, kini diam itu menjadi celah yang begitu dalam dan terjal yang telah hadir sejak lama, ntah siapa yang membuatnya. Tapi itulah kenyataanyaBanyak kata yang tak bisa disampaikan oleh bibir hanya dapat diisyaratkan oleh mata, mata tak pernah berbohong seperti bibir dengan sejuta lakon yang dikatanya.
Elsa dan Bintang bukan hanya berada dicelah tapi kini telah bermetamorfosis menjadi tebing dengan Bintang dan Elsa disisi yang berbeda. Ingin berteriak mencurahkan isi hati yang masih ada tapi sia-sia karna jarak yang terbentang luas.
Kini yang ada dibenak Bintang hanya mengejar tawanya, tak perlu melihat masa lalu, biarkan masa lalu menjadi pelajaran yang berharga tidak untuk dikenang dan berniat kembali bersamanya."Bin" panggil Elsa memecah keheningan dengan beberapa air mata yang menetas dari sudut matanya, Bintang menoleh sekilas, tapi melihat air mata itu, Bintang ingin menghapusnya tapi, tak mungkin karna Elsa bukan miliknya lagi.
"Bin, aku nyesel karna pernah gak dengerin kamu, aku gak seharusnya buang kamu kayak gitu, aku tau aku it"
"Kita disini bukan itu reunian, kita disini cuma sekedar mantan, gak perlu bahas masa lalu, karna akan memperparah luka lama dengan luka baru yang kamu goreskan"

KAMU SEDANG MEMBACA
HeartBeat
Fiksi Remaja"Apa salahku? Berdebar saat melihat kau dari kejauhan? Apa memang ini sudah garis tanganmu yang selalu hadir tanpa diminta? Apa salah jika debar jantungku melambangkan kepedulian?" Ujar Bulan "Itu bukan kepedulian, tapi ketulusan hati, yang tak mau...