Prolog

459 69 1
                                    

Agustus, 2018

Malam ini dibawah derasnya sang hujan, sebuah kenangan tiba-tiba terlintas dibenakku. Kenangan dimana aku dan kamu sebagai tokoh utamanya. Kenangan yang seharusnya berakhir manis namun malah menjadi tragis. Memori tentangmu berputar-putar diotakku layaknya sebuah film. Senyummu kala itu. Suaramu yang selalu terngiang di benakku. Dan tak lupa wajah tampanmu yang tiba-tiba muncul dibayanganku.

Ah, Teringat ekspresi wajahmu yang dipaksakan untuk tersenyum saat aku mulai mengeluarkan humor-humor recehku yang terdengar tak lucu sama sekali. Aku masih ingat betul betapa khawatirnya kamu saat aku, gadis pembuat onar sedang menjalankan aksiku. Teringat juga betapa kesalnya kamu saat menyadari bahwa aku masih saja berulah dan tak mau mendengarkan ucapanmu.

Malam ini dibawah derasnya sang hujan, aku kembali teringat, saat aku sedang terpuruk dalam kesedihan, lalu kamu datang. Kamu membuat semuanya menjadi lebih baik. Aku ingat, kita sedang naik motor saat itu. Saat dimana hujan deras mulai turun membasahi seragam sekolah yang kita kenakan. Kamu mengajakku untuk segera pulang namun aku menolaknya. Aku masih ingin lama-lama dibawah air hujan. Sampai akhirnya kita berdua sepakat untuk turun dari motor agar bisa menikmati hujan dengan leluasa.

Malam ini dibawah derasnya sang hujan,
Aku masih ingat betul betapa cerianya wajahmu dan wajahku saat berlarian dibawah hujan, seakan-akan tak ada beban yang sedang kita tanggung. Jika ditanya apakah itu adalah hari terbahagia dalam hidupku, mungkin bisa kujawab salah satunya. Sejak saat itu aku merasa hujan adalah saksi kisah cinta kita.

Aku sangat bahagia.

Malam ini dibawah derasnya sang hujan. Aku tak akan pernah bisa lupa tentang bagian itu. Bagian berisi peristiwa saat kamu merubah segalanya menjadi abu. Kamu bilang, aku bukanlah seseorang yang pantas untukmu. Katamu, sampai kapanpun kita juga tak akan pernah bisa menyatu. Hal itu cukup membuat hatiku tersayat. Aku menatap wajahmu untuk meminta penjelasan. Namun kamu malah menatapku dengan tatapan tajam dan dingin.

Hingga akhirnya puncak perstiwa terjadi. Kamu bilang, kisah kita harus berakhir sampai disini. Katamu, aku harus segera melupakanmu. Kamu juga bilang bahwa ini adalah yang terakhir untuk kamu dan aku dapat bertemu. Aku mematung dan kaku.

Malam ini dibawah derasnya sang hujan.
Kamu menarik tanganku dan mengajaknya masuk kedalam dekapanmu yang hangat. Kamu mendekapku cukup lama. Tak lupa kamu juga mengecup keningku sekilas. Hal itu membuatku nyaman. Sampai akhirnya aku sadar, terlalu nyaman berada diposisi itu membuatku lupa.
Lupa bahwa semua itu adalah isyarat selamat tinggal darimu. Lupa bahwa semua itu hanya iringan agar aku merelakan kamu pergi meninggalkanku.

Dan benar saja,

Kamu langsung berbalik pergi tanpa sepatah kata apapun. Kamu membiarkan aku sendiri mematung karena luka yang tiba-tiba menembus hatiku. Aku melihatmu dengan air mata yang turun deras, sederas hujan yang menemanimu pergi. Aku membiarkanmu berjalan menjauhiku, hingga punggungmu sudah tak terlihat lagi dari pandanganku.

Kamu benar-benar pergi.

Malam ini dibawah derasnya sang hujan, Kamu pergi menghilang layaknya ditelan bumi dalam-dalam. Menyisakkan luka yang dalam tak bisa disampaikan. Dan disini aku sekarang, duduk termenung sambil melihat hujan yang terus-terusan turun dari jendela kamar. Bagiku hujan sudah tidak menyenangkan seperti dulu. Bagiku, hujan itu terlihat menyedihkan dan menyakitkan.
Dan bagiku, hujan sudah cukup menjadi saksi perjalanan kisah abu-abu milik kami. Iya, kami.

-11;11 PM

RAIN AND TEARSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang