chapter 19

12.4K 428 29
                                    

Waktu bergulir begitu cepat, hari ini 20 februari 2017 bu dijan menyatakan laporan TA ana naik cetak.

Dengan hati berbunga dan wajah berbinar, dia meninggalkan gedung D menuju parkiran mengambil vario dan pulang.

Sesampainya di rumah, kaki kecil itu melangkah riang penuh semangat menuju ruang kerja sang tuan rumah, putra, menyalakan laptop dan printer.

Tiga puluh lima menit berlalu, semua soft file selesai print out, dan ia membutuhkan lampiran-lampiran yang menurut bu dijan masih kurang. Itu berarti ia harus ke kantor putra.

Yes!  merindukan ia yang sedang bekerja dan menurut sudut kecil otak cantiknya,  pak bos paling sexy saat di kantor.

Dia lirik jam dinding sekilas menunjuk angka 11 lebih 55, jam istirahat dan makan siang di depan mata. Sekali dayung dua pulau terlampaui, selain meminta lampiran ia bisa sekalian memberi kejutan pada pak bos.

Teriknya panas matahari menyengat seluruh sudut bumi beserta penghuninya tanpa terkecuali.

"Ana, kamu hanya perlu menyapa satpam dan pegawai lainnya. Jangan grogi, keringatmu hanya efek si matahari yang perlu diberi paracetamol" gumam gadis itu di pojok timur area parkir. Setelah memastikan rambut dan baju rapi tanpa menunggu perintah si empunya, kaki-kaki jenjangnya mengambil langkah demi langkah hingga sampai pada lantai 3.

Pada ujung teratas tangga nampak di balik meja seperti biasa, mba susi masih sibuk dengan keyboardnya mungkin tanggung jadi ia selesaikan dahulu baru makan siang.

Ana berjalan mengendap pelan seperti pengintai mata-mata atau jangan-jangan lebih mirip maling?!

"Doooorrrr" ana cekikikan puas menonton ekspresi mba susi kelihatan jantungnya berdetak melebihi genderang perang.

Ibu muda ini menyipitkan matanya, sorot matanya penuh kekesalan. Huaduh bahaya jika ia kesal, ana butuh bantuannya banyak.

"Maaf" ujarnya menyorotkan tatapan mata penuh penyesalan.

Ia tersenyum tipis, "Aku nggak marah de" jawabnya lembut.

Mendengar tutur kata itu, tangan ana terulur kemudian dua orang perempuan beda usia bersalaman yang dibumbui cipika cipiki setelahnya.

Si perempuan muda duduk tanpa menunggu dipersilakan, begitu bokong mendarat sempurna ia to the point akan tujuannya ke kantir tersebut untuk meminta contoh lampiran yang diperlukan walau itu hanya berupa draft kosong. Tidak mungkin berisi sebab jika berisi itu adalah arsip milik kantor, bahaya jika tersebar.

Benda kecil bertuliskan kingston menempel lama, mungkin selama 20 menitan pada sebuah lubang. Lama bukan karna betah atau tak ingin berpisah. Semua salah, lama karna mba susi harus mencari satu-satu data yang ana butuhkan di dalam bejubelnya ribuan data.

"Na, ini sudah semua. Lebih baik kamu cek dulu sebelum di eject, mba mau makan di kantin sebentar. Titip meja ya seperti biasa" katanya dengan tangan merogoh tas mencari dompet, ana menjawab dengan anggukan mengiyakan disertai senyuman manis.

Sepeninggal mba susi, ana memaksimalkan kemampuan membaca dan meneliti isi file yang tadi dikirim dari komputer ke flashdisk. Ana ingin segera menemui putra di ruangannya.

Semua beres, rapi dan lengkap. Setelah memasukkan flashdisk ke dalam tas, ia beranikan langsung membuka pintu ruangan putra. Dalam pikirannya, putra akan terkejut bahagia.

Dan... tadaaaa.... apakah ada seorang tukang sulap sedang bermain disini, mencoba menyembunyikan pria mesum itu? Atau ia tahu ana datang jadi bersembunyi?

Pengecekan berulang dilakukan hasilnya sama, fix putra tidak ada ruangan ini kosong.

Ana harus segera kembali ke meja sekretaris sebelum mba susi selesai dari makan siangnya. Ia memilih keluar ruangan pak bos dengan kecewa, jika ada skala 1 sampai 5 maka itu lebih dari 5. Kecewa luar biasa. Terkadang dalam hidup memang nyata tak seindah ekspetasi.

I Love U BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang