Fortune : 6

27 9 1
                                    

00.17.

Aku masih mencoba memejamkan mata, tetapi mataku tidak mau menurut pada pemiliknya.

Duh, aku masih kepikiran dengan ucapan Bunda Chelsea tadi.

Apa aku norak?

Mungkin iya, mungkin tidak. Ah, aku tidak peduli.

Aku mencoba memejamkan mata, tapi lagi-lagi ucapan Bundanya Arma masih terngiang di telinga.

Oh my gosh! Aku harus apa!?

***

Aku berlari dengan nafas tersengal menuju gerbang sekolah yang hampir di tutup seluruhnya.

"Pak! Jangan dulu!" teriakku, yang membuat aku menjadi pusat perhatian.

Masa bodohlah.

"Ayo cepet, Mbak. Kalo mau masuk." Aku mengangguk, lalu berlari sekuat tenaga menuju kelasku yang berada di lantai 3 (Hmm, walaupun tenagaku tidak seberapa)

Pintu kelas tertutup sempurna. Lututku melemas begitu ingat jam pertama adalah pelajaran Bahasa Inggris. Miss Anita selalu menginterogasi murid-muridnya yang terlambat dengan bahasanya yang menurutku rumit.

Aku membuka pintu kelas perlahan,

So damn! Tidak ada guru! Siapa sih yang menutup pintu kelas rapat rapat? Bikin deg deg-an saja.

"Ehm, kok pada diem?" tegurku ketika suasana kelas mendadak hening.

"Anjay, gue kira Miss Anita."

"Iya nih, dasar Disa."

"Gue lagi tidur juga, ngagetin aja lo."

Aku mengeryit mendengar gerutuan teman temanku. Mereka ada-ada saja.

"Tumben telat, mana pangeran lo?" tanya Lana begitu aku sampai di bangkuku.

"Lo tuh yah, sindir terus deh," ucapku sinis

"Yaelah, gue cuma tanya. Sensi amat sih, habis di tolak yah?" ucap Lana dengan santainya.

Aku mengibaskan tanganku, "What? Gue ditolak? Mimpi kali."

Lana tertawa, "Awas, dream comes true."

"Sialan lo. Awas kalo gue jadian," ancamku

"Eh ya, si Arma kan udah tua–"

"Tua? Nenek lo kali," sela ku. Enak saja Arma dibilang tua, dia tuh dewasa.

"Ah iya, udah gede, dewasa lah. Dia nggak punya tunangan or something like this?"

"Mana gue tahu, gue kan baru kenal dia. Tapi nanti gue cari tahu deh," jelasku

"Kok nanti sih? Sekarang dong, ntar keburu disamber orang, tahu rasa lo."

"Sekarang? Kita lagi sekolah, bego."

"Enak aja ngatain gue bego. Lo sendiri?" ucap Lana tak terima

"Gue? Biasa aja tuh," tawaku

"Bahkan lo tuh ngelebihin gue," ujar Lana

"Apanya? Cantiknya? Baru nyadar lo?" tambahku

"Au ah. Bisa gila gue," gumam Lana yang membuat tawaku pecah seketika.

Dan seketika itu, satu kelas memandangiku dengan tatapan aneh. Dan, ups, Miss Anita sudah berdiri dengan manisnya di samping meja guru.

"Disa?" tegur Miss Anita yang membuatku memutar mutar bola mata dengan kikuk.

Aku yakin, sekarang tampangku tampak sangat menyedihkan.

***

"Eh, Lan, lo tahu ngga?" tanyaku. Sekarang kami sudah berada di kantin setelah melewati beberapa jam menegangkan

"Ngga tahu. Tapi gue yakin, cerita lo pasti itu itu aja," jawab Lana yang membuatku kesal seketika

"Nih, lo lihat deh," ucapku sambil menyodorkan handphone ku.

Aku ingin menunjukkan chatting Chelsea semalam.

"What the..., Ini bukan hoax or something like that kan?" komentar Lana tak percaya

"Iya, ini bukan hoax or something like that,"jawabku sembari menirukan bahasanya

"Trus, trus, lo dateng? Ngapain aja di sana?" tanya Lana. Biasanya dia akan protes kalau aku mengikuti gaya bicaranya. Tapi kali ini sepertinya dia sedang penasaran, jadi dia tidak protes.

"Dateng lah. Trus lo tahu? Gue ditawarin Bundanya, buat belajar sama Arma, buat persiapan UN nanti," jelasku dengan mata berbinar

"Oh my! Gue juga mau. Gue ikut yah? Lo baik deh, Dis," rayu Lana

"Ikut yah?" ucapku sembari pura pura berpikir. "Kayaknya nggak bisa, karena ini limited edition buat gue."

"Hiks, trus nanti kalo nilai gue rendah gimana? Kalo gue nggak lulus gimana? Lo mau punya temen yang nggak lulus SMA?" ucap Lana sok mendramatisir

"Alay. Nggak segitunya kali," cibirku

"Nggak asik lo," gerutu Lana

***

Mataku berkunang-kunang ketika Miss Anita membagikan hasil ulangan pagi tadi. Ah ya, tadi sehabis ulangan Miss Anita langsung mengoreksi dan langsung membagikannya.

Aku pusing.

Pasalnya, di kertasku tertera nilai 4 yang ditulis besar menggunakan crayon warna pink. Norak? Memang iya!

"Dis, lo dapet warna apa?" tanya Lana yang membuatku semakin cemberut. Jelas, itu ejekan.

"Gue sih warna biru," sahut Lana tanpa diminta. Aku menatapnya kesal.

"Gue dapet pink. Puas lo?" semprotku. Miss Anita memang suka memberi warna nilai sesuai tingkatannya. Nilai 1-3 warna merah, 4-5 warna pink, 6-7,5 warna hijau, 7,5-8,5 warna biru dan 8,5-100 warna hitam. Kalau begitu, kalian tau kan apa artinya?

"Kalem dong Dis, nanti Arma nggak mau sama lo, loh."

Aku memejamkan mata. Kenapa harus disangkut pautkan sama Arma sih? Aku kan jadi kangen.

Eh, apaan sih!? Aku sedang kesal.

***

Oke,

Love, Nai

FortuneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang