Fortune : 7

33 11 3
                                    

Aku menatap bunga-bunga yang baru saja kusirami. Mama memang suka berkebun, dan itu menurun kepadaku. Aku suka semua jenis bunga (kecuali bunga-bunga yang tidak wajar disukai orang).

Mawar melati, semuanya indah.

"Disa!" aku menoleh, "wah, ternyata kamu suka berkebun ya."

"Eh, Bunda. Aku suka banget. Mama juga suka," jelasku. Kalian tahu kan siapa yang datang? Bunda nya Arma.

Jelas, aku senang sekali.

"Kita sama dong. Bunda juga suka berkebun, Bunda paling suka bunga mawar. Kayak gini nih," jelas Bunda sambil menyentuh mawar merah yang merekah.

Sama seperti hatiku yang ikut ikutan merekah.

"Ah ya? Aku juga suka mawar, tapi lebih suka anggrek," jelasku, "Eh, ngomong-ngomong ada apa nih, Bunda?"

"Ah ya, sampai lupa. Bunda cuma mau bilang, nanti malam kamu bisa mulai belajar sama Arma," ucap Bunda yang membuatku salah tingkah seketika

"O..oh, gitu ya? O-ke," jawabku terbata

"Tenang aja kok, nanti malam Chelsea ke sini. Bunda tau, kamu canggung,"

Ibunya saja pengertian, apalagi anaknya.

"Apa nggak ngerepotin?" tanyaku. Biar bagaimanapun mereka punya kehidupan sendiri

"Nggak papa kok. Chelsea malah seneng bisa keluar-keluar," jawab Bunda yang membuatku lega seketika.

Setidaknya, aku tidak terlalu membebani orang lain.

***

Aku mengobrak-abrik tasku untuk mencari buku biologi ku. Tadi Lana telepon, menanyakan apakah tugasku sudah selesai. Dan aku malah bertanya apakah ada tugas.

Oke, selain lugu dan norak, aku juga pelupa.

"Ah, ini dia!" seruku riang. Kelewat riang, karena aku menemukannya di kolong tempat tidur penuh debu.

Aku membolak balik buku biologiku, dan mencari tugas yang dimaksud Lana.

Mataku hampir terpejam ketika aku sudah menemukannya. Huft, aku sama sekali tidak mengerti.

Bagaimana ini?

Aku sudah kelas 12, beberapa bulan lagi UN. Otomatis, beberapa bulan lagi aku sudah bukan anak sekolah lagi, aku akan menjadi mahasiswa. Dan materi seperti ini aku tidak mengerti?

Oh Tuhan, bahkan aku belum tahu akan memilih fakultas apa, dan akan kuliah di mana. Bahkan aku tidak tahu, apakah aku akan kuliah atau tidak.

Aku terduduk di lantai, meratapi hidup yang kubuat rumit sendiri.

Oh ya ampun Disa, ini bukan waktu merenung. Ini waktu mengerjakan tugas!

Sebuah bola lampu bersinar di kepalaku.

Aku kan mau belajar sama Arma, kenapa nggak minta diajarin aja? Kan bisa sekalian pamer ke Lana.

Oke, kali ini otak ku berfungsi dengan baik.

Tapi, ehm, Arma mau ngajarin aku pelajaran apa? Apa biologi? Siapa tahu dia matematika?

Hidup itu harus optimis.

Ah ya, hidup itu harus optimis. Jadi, aku optimis kalau Arma mau ngajarin biologi.

FortuneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang