"Kaviiiiinnn....." Teriak Alina, dalam hati.
"Apa?" Jawab Kavin lembut pada Alina yang tepat di hadapannya.
"Temen lo rese.. kurang makan tu..isshh gombal mulu." Masih kata Alina dalam hati.
Kavin hanya tersenyum melihat Alina yang memanyunkan bibirnya karena ia kesal dengan sikap temannya, Roby yang ada di samping kanan Kavin. Roby selalu mencari perhatian pada Alina, mungkin karena Alina lucu jika diganggu atau karena Roby menyukainya, entahlah.
Alina dan Kavin saat ini duduk di bangku SMP kelas tiga. Mereka ada di sekolah yang sama, tetapi dengan kelas yang berbeda. Alina kini tumbuh menjadi perempuan yang cantik, dengan rambut sebahunya yang sedikit bergelombang, kulitnya kuning langsat, tubuhnya bisa dikatakan proposional, namun dia menyukai penampilan yang apa adanya dan tidak suka menonjolkan diri diantara teman – teman walaupun ia pintar. Sedangkan Kavin, ia menjadi idola di sekolahnya karena selain pintar, ia juga sangat tampan dengan postur tubuh yang proporsional, tatanan rambutnya yang rapi, dan kulitnya yang sawo matang.
"Alina.. nanti kita pulang bareng ya bertiga?" Ajak Roby pada Alina di depan kelas 3c kelas Alina.
"Egak ah, makasih. Aku mau pulang sendiri aja naik bus." Jawab Alina dengan muka kesal menatap Roby dan Kavin bergantian.
"Ya kita pulangnya naik bus, kan bisa?" Bujuk Roby lagi dengan menebar senyum maksimalnya pada Alina. Roby adalah sahabat Kavin di SMP. Roby tidak sepintar Kavin, tetapi dia memakai kacamata minus, dan banyak yang menyukainya karena wajah yang masih seperti anak – anak alias baby face. Tinggi badan Roby dengan Kavin juga sama.
Iisss ni anak..nyebelin. Kata Alina dalam hati. "Emm..gak jadi.. aku mau naik taksi aja hari ini." Tolak Alina dengan bangga, merasa jawabannya tak dapat diacuhkan lagi oleh Roby.
"Emang kamu punya duit? Bukannya tadi berangkat sekolah kamu minta aku bayarin? Dompetmu kan ketinggalan." Kata Kavin sambil tersenyum melihat Alina yang menatapnya tajam.
"Iiissshh......kalian berduaaa." Keluh Alina menatap mereka kesal kemudian berbalik membelakangi mereka dan berlari ke arah toilet yang tidak jauh dari kelas 3c.
"HAHAHAHAHA...." Roby dan Kavin tertawa dengan bahagianya melihat Alina yang kesal akibat ulah mereka.
"Alina emang lucu ya kalo dibuat kesal. Aku suka."
"Suka apa ni? Kamu suka sama Alina?" Tanya Kavin pada Roby.
"Aku juga gak tau, mungkin iya. Alina itu tipeku. Hahahaha.."
"Hahahaha.. kalo suka, ya coba deketin dia. Tapi jangan buat dia kesal, kasihan dia." Kavin menonjok lengan kiri Roby dengan tangan kanannya dan pergi ke kelas 3b.
Pulang sekolah....
Alina berjalan sendiri keluar gerbang sekolah, melewati halte bus yang berada sepuluh meter ke arah timur dari gerbang. Ia tidak naik bus dan juga naik taksi. Karena ia tidak membawa uang sama sekali dan juga tidak mau meminjam uang ke teman – temannya.
Sepuluh menit kemudian, Kavin keluar gerbang dan pulang dengan bus, tanpa Roby. Ia memilih tempat duduk yang dekat dengan jendela. Ia memandangi teman – teman sekolahnya yang berjalan di trotoar. Sampai ia melihat Alina yang berjalan sendirian dengan wajahnya yang terlihat sedang memikirkan sesuatu. Bus berhenti di halte berikutnya. Kavin memutuskan untuk turun dan menemani Alina jalan.
"ALINA???" teriak Kavin sambil berlari menghampiri Alina yang jaraknya sekitar duapuluh meter di depannya.
Alina tidak mendengar teriakan Kavin. Alina tidak sedang memikirkan sesuatu, tetapi ia sedang mendengarakan mp3 di ponselnya menggunakan headset.
"HEY!" teriak Kavin meraih tangan kanan Alina.
Alina sangat terkejut dan langsung menjerit. Orang yang ada di sekitar mereka juga ikut terkejut.
"KAVINNN!!! Ngagetin aja kamu,nih. Ga lucu tau!" teriak Alina setelah berbalik dan melihat orang yang memegang tangannya.
Kavin tidak menggubrisnya, nafasnya masih tersendal akibat berlarian tadi. Setelah nafasnya kembali normal, dia berkata "Berisik..malu tau dilihat orang." Sambil memandang sekitar. Orang – orang yang lewat memandangi mereka aneh.
"Ya maaf. Kamu si, ngagetin aja.. udah tau aku gasuka dikagetin. Bentar deh..bukannya tadi kamu mau pulang sama tuuu temenmu yang issshh apalah itu.."
Kavin tersenyum melihat Alina dan berjalan meninggalkan Alina. "Enggak. Roby gak mau kalo gak sama kamu juga."
"Lebay.." Kata Alina sambil berbalik menghampiri Kavin dan berjalan di sebelah kirinya.
"Naik bus aja,ya.. kita naik di halte seberang jalan." Ajak Kavin sambil memandangi Alina yang tinggi badannya sebahu Kavin.
"Kamu aja deh, siapa suruh kamu turun terus lari cuma buat ngagetin aku?"
"Kalo gak mau yaudah. Jalan aja sendiri." Jawab Kavin kesal membuang muka ke arah depan.
"Aaaa...enggak kok. Bercanda doang..hehee bayarin ya,ya,yaaa????" Kata Alina dengan mengangkat tangan memohon pada Kavin.
"Iyaa...bawel."
◌◌◌◌◌
Jadwal latihan ujian nasional bulan Februari ini terlampau padat menurut Alina. Ini dibuktikan dengan mukanya yang lelah sambil menatap soto ayam di depannya. Ia ditemani Kavin yang duduk tepat di hadapan Alina. Kavin memandangi Alina dan matanya sedikit menyipit. Kavin heran dengan sikap Alina yang seperti orang putus asa. Padahal ini baru latihan, bagaimana jika ujian nanti berlangsung?
"Alina?" Tanya Kavin membuka percakapan.
"Hhhhh.." Jawab Alina lemas sambil mengambil sesuap kuah sotonya.
"ALINAA???" Teriak Roby yang tiba – tiba datang dan duduk di samping kanan Alina yang kosong.
"Astagaa.. ngagetin aja!" Teriak Alina balik pada Roby. Kavinn..singkirin temenmu ini dong..syuh syuh...
Sabar yaa..dia gak gilak kok.. cuma gesrek dikit aja. Jawab Roby dalam hati sambil mengedipkan mata kanannya pada Alina.
"Maaf, Alina. Iniii...buat kamu. Biar adem abis ngerjain soal matematika tadi."
"AAAaaa... ya ampun... es krim..es krim coklat.." Alina berubah sikap. Ia langsung merebut es krim yang ada di genggaman Roby. Alina seperti anak kecil yang dibelikan es krim oleh orang tuanya. Wajahnya kembali berseri dan tersenyum bahagia. Dibukanya es krim itu dan dilahapnya dengan senangnya.
Roby dan Kavin hanya saling pandang dan menatap Alina aneh. Kemudian mereka tersenyum.
◌◌◌◌◌
KAMU SEDANG MEMBACA
The Sounds of The Heart
RomanceIni kisah tentang dua orang yang mampu mendengar suara hati seseorang. Berbagai kisah dari mulai mereka kecil hingga beranjak dewasa perlahan menyadarkan mereka akan pentingnya suara hati. Mungkinkah mereka menyadari suara hati masing - masing?