"Tante, Alina udah keluar dari kereta. Alina pakai kaos pendek putih polos tante. Pake tas warna merah." Alina tampak kebingungan sambil membawa koper, sebuah tas yang digendongnya, dan sebuah tas sling bag kecil untuk tempat ponsel dan dompetnya. Sementara headphone Alina ia kalungkan.
"Yang mana si, nak? Kamu tunggu di deket kereta aja, biar kita cari kamu."
"Alina pake celana jeans panjang tante .... Tante???" Alina melihat seorang wanita yang sedang menelpon dan seorang laki-laki berada di sampingnya, tampak mencari seseorang. Alina mengenal mereka dan melambaikan tangan kepada mereka.
"Alina!" Ibu Kavin juga melambaikan tangan pada Alina, jarak mereka kini sekitar lima meter.
Akhirnya merekapun bertemu. Alina bersalaman pada ibu Kavin. Ibu Kavin kemudian memeluk Alina erat.
"Alinaa ... kamu sudah besar, ya ... rambut kamu juga sudah panjang, sudah pandai ke salon ini."
"I ... iya tante ... tapi Alina gak pernah ke salon kok...." Alina menatap Kavin yang berada di samping ibunya.
"Ibu ... lepasin Alina. Nanti gak bisa napas tahu." Akhirnya Kavin berbicara. Kavin terlihat senang melihat sabahat lamanya kini berada di dekatnya lagi.
Ibu Kavin kemudian melepaskan pelukannya. Alina tampak berusaha menghirup udara dengan kuat seakan tadi ia kehabisan udara.
"Apa kabar?" Tanya Kavin pada Alina.
Resmi amat ni anak tanyanya. Alina hanya melempar senyumnya.
"Kavin ini, ya capeklah. Semalaman naik kereta. Tuh, liat mukanya kayak gak tidur." Jawab ibu Kavin sambil menatap Alina kasihan.
"Emang muka Alina kayak zombie ya Tante?" tanya Alina memelas.
"Iya ... kayak gak pernah tidur sebulan. Coba deh ngaca." Celetuk Kavin gemas.
"Sudah ... sudah. Ayo kita pulang. Kavin tolong bawakan koper Alina dan juga tas yang digendongnya. Alina seperti tak ada tenaga. HAHAHAHA...."
◌◌◌◌◌
Ya ... disinilah Alina sekarang. Bertemu lagi dan bahkan satu rumah dengan sahabatnya. Hanya satu yang ia inginkan, berusaha menjauhi Kavin karena pacarnya yang menyebalkan. Setelah tiba di rumah Kavin, Alina langsung masuk ke kamar untuk merebahkan tubuhnya dan tidak terasa dia ketiduran hingga jam sembilan pagi. Kavin dan keluarganya tidak tinggal di rusun lagi, kini mereka sudah menetap di perumahan sekitar Jl.Godean Km 5.
Terdengar suara ketukan pintu kamar Alina. Namun Alina masih larut dari tidurnya. TOK ... TOK ... TOK ... seseorang mulai mengetuk kembali. Alina tidak merespon. TOK ... TOK ... TOK ... TOK ... TOKK ... setelah kesekian kalinya. Alina yang jiwanya dipaksa untuk kembali ke dunia, dengan refleks bangun dari tidurnya berjalan ke arah pintu dan matanya yang masih terpejam. DUKK....
"Duh ... jidatku!." Alina terkejut. Ia masih berdiri di depan pintu. Seseorang yang mendengar suara benda yang terbentur langsung membuka paksa pintu tersebut ... dan ... DUK ....
"ADUUH ... palaku!" Alina saat ini dijamin sudah terbangun dari tidur panjangnya. Alina memegang jidatnya yang nyut-nyutan tersebut.
"Maafin ...." Kavin memegang jidat Alina yang masih ditutupi tangan Alina. Kavin merapikan rambut Alina yang berantakan dengan satu tangan yang lain. Alina menatap Kavin samar. Beberapa detik kemudian dia tersadar bahwa di depannya ada Kavin. Alina langsung melepaskan tangan Kavin yang masih menutupi tangannya di jidatnya.
"Rese ah. Pagi-pagi main geruduk jidat orang." Alina menggurutu kesal.
"Ya, maaf. Diketok pintunya gak ada respon tahu-tahu dari dalam ada barang yang bunyi. Kan aku takut kenapa-napa sama barang di kamar ini." Kavin mencoba mengejek Alina.
"Ini pada ngapain malahan. Kavin, Alina, ayok makan dulu." Ibu Kavin entah kapan sudah ada di depan pintu kamar Alina. Ia mengenakan celemek berwarna biru laut.
"Iya, bu. Tadi ada orang yang ketiban tangga dua kali. Makanya Kavin mau liat." Kavin memulai untuk menganggu Alina lagi. Dia sangat rindu untuk mengganggu Alina, apalagi jika Alina sudah marah, sangat lucu.
"Gak lucu." Ketus Alina sambil mengerucutkan bibirnya.
"Kaviiin ... udah-udah. Kayak anak kecil loh kalian tuh. Biarin Alina cuci muka dan sikat gigi dulu. Baru kita makan pagi. Ayah udah nunggu di ruang makan."
"Iya, bu .... Kavin gak maksud." Kavin langsung keluar dari kamar Alina. Sementara Alina hanya tersenyum menatap ibu Kavin. Ia merasa malu karena baru bangun tidur dan tidak ikut membantu memasak. Ia langsung keluar kamar menuju kamar mandi untuk mencuci muka dan sikat gigi.
◌◌◌◌◌
Ku senyum-senyumini ngetiknya wkwkw. Terimakasih sudah baca, voment, dan vote.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Sounds of The Heart
RomanceIni kisah tentang dua orang yang mampu mendengar suara hati seseorang. Berbagai kisah dari mulai mereka kecil hingga beranjak dewasa perlahan menyadarkan mereka akan pentingnya suara hati. Mungkinkah mereka menyadari suara hati masing - masing?