Jangan lupa vote sebelum baca ya.. terimakasih.
◌◌◌◌◌
Alina sama sekali tidak bertanya bagaimana hubungan Kavin dengan Frita sekarang. Dia masih kesal pada Frita karena kejadian yang dulu. Alina juga hanya berbicara seperlunya dengan Kavin di rumah. Berusaha untuk menjauhinya demi hubungan sahabatnya dan pacarnya. Sekali lagi.
Sudah tiga hari ia berada disini. Persiapan Ospek masih dua hari lagi, sehingga saat waktu luang Alina pakai dengan membantu Ibu Kavin memasak atau menyapu lantai atau bahkan menonton drama korea kesukaannya di laptop.
Alina sedang membaringkan tubuhnya di tempat tidur sekarang. Dia menyadari bahwa pakaiannya belum ia rapikan di lemari pakaian. Jika tante tahu, pasti beliau yang akan merapikannya. Tante adalah orang yang sangat baik, bahkan seperti ibu kedua bagi Alina. Alina langsung berdiri dan memilah-milah pakaiannya. Setelah dua puluh menit ia merapikan pakaian dan barang-barang milik Alina, ia tersadar bahwa Roby memberinya sebuah hadiah. Ia mencari hadiah tersebut. Setelah ketemu, ia membuka bungkus kado yang berwarna merah maroon tersebut. Ada sebuah kotak musik lucu berbentuk bulat dengan sepasang kekasih yang sedang menari. Di dalamnya juga ada sebuah surat.
Dear Alina.
Udah sampai Jogja kan? Ah ... kenapa kamu kuliah jauh-jauh. Pasti gak mau ketemu aku terus kan? Ahaha bercanda. Kotak musiknya lucu kan, semoga kamu suka Al.
Aku sebenernya mau ngomong ini udah dari lama. Tapi hati aku belum siap buat nerimanya. Al ... aku tau kamu pacar aku. Aku seneng banget waktu kamu terima aku. Tapi aku tau, kamu belum ada rasa sama aku, sampai sekarang. Mungkin kalo kita jodoh pasti kamu bakal balik ke aku. Aku percaya itu. Cuman, sekarang aku mau kamu bebas ... cari seseorang yang mungkin bisa buat kamu jatuh cinta. Kalo aja ada di dekat kamu saat ini kan? Siapa yang tahu?
Ah ... leganya. Alina ... yang sehat ya di Jogja. Jangan kebanyakan makan es cream, nanti gendut. Terus aku malah tambah suka sama kamu ... ahahah ... yaudah ya Alina.
From: Roby
Alina sangat bersalah pada Roby sekarang. Dia kemudian mencari Hp nya yang ia taruh di ranjang. Mencoba menghubungi Roby.
"Halo, Rob?" Alina bingung harus bagaimana.
"Alinaaaa ... udah sampai Jogja ... gimana ...."
"Rob ... jadi kamu udah tau dari dulu?" Entah kenapa dada Alina terasa sesak.
"Maaf Alina. Aku jahat ya, baru bilang sekarang. Cupu banget lagi pake surat segala. Ahahah ...." Roby mencoba untuk terlihat tidak patah hati. Meskipun ... yaa ... Roby sangat patah hati saat ini. Tapi dia harus mengakhirinya sekarang.
"Kamu ngapain minta maaf si, Rob. Bikin tambah jahat kan aku sama kamu. Rob ... serius, aku nerima kamu itu emang awalnya aku belum ada rasa sama kamu, tapi aku yakin rasa suka itu bisa tumbuh."
"Alina ... udah ... santai aja. Kita udahan aja. Gak apa-apa. Kalo kamu mau fokus kuliah, terus minta nikah sama aku juga boleh." Roby masih seperti dulu yang suka menggoda Alina.
"Rob ... aku serius ...."
"Aku juga serius. Udahlah Al. Kita sahabatan kayak dulu aja. Aku gak apa-apa kok." Roby tersenyum, meskipun Alina tidak melihatnya.
"Maafin aku, Rob. Aku gak maksud bohong sama kamu. Maaf ... maaf banget." Air mata Alina sudah membasahi pipi Alina. Ia sangat merasa bersalah dengan perbuatannya selama ini pada Roby. Ia sangat jahat padanya. Pikir Alina.
◌◌◌◌◌
Let's not fall in love, we don't know each other very well yet
Actually, I'm a little scared, I'm sorry
Let's not make promises, you never know when tomorrow comes. Big Bang-Let's Not Fall in Love
Sudah lebih dari lima kali Alina memutar lagu dari salah satu boy band Korea Selatan kesukaannya. Seperti mengutarakan isi hatinya yang sebenarnya terhadap Roby. I'm a little scared. Ya ... Alina memang takut jika perasaannya tidak akan tumbuh kepada Roby yang sudah ia anggap sahabatnya. Sebatas sahabat. Ketakutannya memang benar, dan Roby mengetahuinya sejak awal mereka pacaran. Menyesal kemudian tidak ada artinya. Tapi belajar untuk mengerti dan memaknai apa yang sudah ia lakukan terhadap Roby membuatnya terlihat seperti gadis yang jahat.
"Alina?" Panggil Kavin pada Alina yang sedang duduk di sofa ruang keluarga. Alina hanya berdehem tanpa menengok Kavin yang ada di belakangnya.
"Kamu kenapa? Gak kesambet setan disini kan?"
"Ihhh apaan si Kav, bikin parno aja." Alina memang penakut, sehingga jika ada yang berbicara mengenai makhluk astral Alina akan tutup telinganya rapat-rapat.
Kavin kemudian duduk di samping Alina. Mereka hanya berdua saja di rumah, Ibu Kavin sedang ada urusan dengan temannya, sedangkan Ayah Kavin sudah berangkat kerja dari tadi pagi.
"Bikinin makan, aku laper." Pinta Kavin pada Alina. Cacing di perut Kavin sudah berteriak dari jam dua belas siang tadi, sedangkan di rumah tidak ada makanan sama sekali. Ibu Kavin sudah berpesan padanya jika beliau pulang sore, sehingga Kavin diminta untuk pergi makan di luar bersama Alina. Tapi Kavin malas untuk pergi keluar sekarang. Hujan deras.
"Makan apa? Mau nasi goreng? Apa dimasakin sayur aja?" Tanya Alina pada Kavin sambil menatap sahabatnya yang sedari tadi sudah meletakkan tangan kirinya di belakang leher Alina.
"Terserah deh, yang penting bisa dimakan."
"Oke."
Mereka langsung beranjak ke arah dapur. Alina melihat isi kulkas dan mengambil dua buah telur dadar, cabe rawit, dan cabe merah. Sementara Kavin hanya memandangi Alina yang ada di sebelahnya. Melihat sahabatnya mulai memotong bawang merah, cabe rawit, dan cabe merah. Mengulek bawang putih, kemiri, dan garam sambil menggeleng-gelengkan kepalanya memandangi Kavin geli. Kavin membalasnya dengan tertawa dan ikut menggeleng-gelengkan kepalanya ke depan ke belakang.
Kemudian Alina mulai menggoreng nasi yang dicampur dengan bumbu-bumbu yang sudah Alina racik tadi, tak lupa dua butir telur, kacang polong, dan kecap manis. Kavin dan Alina sama-sama memandangi masakan yang setengah matang itu dengan semangat. Semangat untuk segera memakannya.
"This is it. Nasi goreng ala Alina siap dihidangkan." Kata Alina sambil meletakkan dua porsi nasi goreng di meja makan. Kavin sudah duduk di kursinya sejak Alina mematikan kompor. Alina langsung duduk berhadapan dengan Kavin.
"Aaaa ... enak nih, kayaknya."
"Kayaknya kayaknya. Udah dibuatin masih ngejek gitu." Kata Alina sambil mengerucutkan bibirnya.
"Iye bawel. Makasih Alinaa ...."
"Gitu dong, berbakti sama sahabatnya." Alina melipat kedua tangannya di perutnya, seperti guru BK yang menasihati muridnya yang telat.
Mereka kemudian berdoa sebelum makan dan langsung melahap habis makanannya. Ya ... Alina memang pandai memasak, kecuali makanan yang bersantan. Alina tidak terlalu suka dengan makanan bersantan.
◌◌◌◌◌
Agak banyak ya di chapter ini..hihi bonus. Mau persiapan UAS and ngerjain tugas akhir kuliah segudang dulu ^.^
KAMU SEDANG MEMBACA
The Sounds of The Heart
RomansaIni kisah tentang dua orang yang mampu mendengar suara hati seseorang. Berbagai kisah dari mulai mereka kecil hingga beranjak dewasa perlahan menyadarkan mereka akan pentingnya suara hati. Mungkinkah mereka menyadari suara hati masing - masing?