-10-

15 4 6
                                    

Ada yang bilang persahabatan antara seorang laki – laki dengan perempuan itu hanya khayalan. Pasti salah satu diantara mereka memiliki rasa yang lebih dari sekedar sahabat. Apa itu mungkin? Alina pikir itu tidak. Karena Alina merasa Kavin dan dia tidak memiliki rasa seperti itu. Mereka sudah seperti keluarga, seperti saudara kandung walaupun tidak ada ikatan darah diantara mereka. Mungkin Frita takut apabila Kavin meninggalkannya. Namun siapa yang tahu kelak Kavin tidak memilihnya lagi untuk menjadi teman yang ada di hati Kavin. Mencoba untuk mencari yang lebih baik? Bukankah itu hal yang sepatutnya? Bukan berarti juga Kavin lantas memilih Alina. Kavin dan Alina adalah sahabat dan tak akan lebih dari itu.

◌◌◌◌◌

Sudah enam bulan berlalu semenjak Frita memberi tahu apa yang Frita pikirkan pada Alina. Alina yang merasa tidak ingin diganggu memutuskan untuk tidak menjawab telpon atau pesan yang dikirim Kavin padanya apalagi Frita yang terus mengirim pesan agar menjauh dari pacarnya. Satu atau dua kali saja ia menjawab pesan dari Kavin namun dengan alasan yang ia buat agar Kavin tidak terus menerus menelpon atau mengirim pesan padanya. Akhirnya mulai dari situ hubungan Kavin dan Alina kembali renggang. Namun, sebenarnya Alina tidak mengharapkan hal itu. Ia tidak ingin sahabat yang seperti saudara baginya menjauh meskipun jarak diantara mereka juga jauh. Tetapi kalau bukan Frita yang membuatnya kesal dan tampak seperti pihak ketiga dalam hubungan mereka, akhirnya Alina memutuskan untuk menjauh.

Alina sempat berpikir kalau Frita sangat berlebihan. C'moon..anak SMA aja kayak udah nikah gitu pikirannya. Kecemburuan Frita berlebihan pada sahabat pacarnya sendiri. Padahal pacarnya sahabatnya sudah memiliki pacar. Sejak itu Alina lebih terfokus pada ujian nasional dan ujian perguruan tinggi yang sudah semakin dekat. Ia berpikir bahwa akan sia – sia jika ia terus menerus merasa bersalah pada Frita tentang kisah percintaannya dengan Kavin. Lebih baik menjauhi mereka dan fokus pada hal yang sangat penting bagi kehidupan Alina kelak. Selain itu juga ia berpikir agar hubungan sahabatnya dengan pacarnya tetap harmonis dengan Alina menjauh dari Kavin untuk sementara waktu ini.

◌◌◌◌◌

"Alina?" terdengar seseorang memanggil dari balik pintu kamar Alina.

"Alina?" suara itu semakin meninggi dan terdengar juga suara ketukan pintu.

Alina masih enggan untuk bangun dari tempat tidurnya walaupun ia mendengar ibu memanggilnya.

"ALINA?" kini suara itu memaksa Alina untuk bangkit dan bangun. Alina berjalan sempoyongan menuju pintu, namun...

Jjjdddrrr... AWWWW... Alina terbentur pintu kamarnya sendiri. Ibu Alina membuka pintu kamar dari luar.

"Ibuu... sakit tau...." keluh Alina yang mungkin sekarang nyawanya telah terkumpul dengan paksaan pintu. Alina mengelus jidatnya dengan kedua tangan.

"Habisnya ibu panggil dari luar gak dijawab. Sekarang baru jam berapa juga udah tidur lagi kamu nih. Gak ada kegiatan di sekolah gitu?"

"Aaaa....ibuuu...." keluh Alina lagi dengan gayanya yang memberikan senyuman yang sangat manis pada ibunya.

"Kan..mulai lagi, ni anak.. Sudah pergi mandi dulu sana. Nanti ibu mau ngobrol sama kamu." Ajak Ibu dengan mendorong anaknya untuk keluar kamar dan masuk toilet.

Alina tidak dapat memaksa ibunya yang mendorongnya untuk masuk toilet. Namun, ia belum membawa handuk.

"Mom...handukku?" Teriak Alina dari dalam kamar mandi.

"Ambil sendiri dong, nak. Ibu lagi mau merapikan dapur."

Duapuluh menit kemudian Alina sudah segar kembali dengan jidatnya yang masih merah. Maklum, dorongan pintu tadi lumayan cukup kuat bagi jidat Alina. Hahaha...

Alina menghampiri ibunya yang saat ini duduk di ruang keluarga yang dihiasi televisi 21 inch, buku – buku yang berjajar rapi di sebuah rak yang berbentuk persegi, dan sebuah sofa panjang berwarna abu – abu yang cukup untuk tiga orang.

"Ibu mau ngobrol soal apa? Mau belikan Alina es krim ya bu?" Alina sudah duduk di samping ibunya yang tersenyum menatap anaknya.

"Kamu ini.. bukan. Ibu mau bilang, kamu kan udah diterima di Universitas. Sekolahnya juga diluar Provinsi kan."

"Iya..terus.."

"Ibu sudah berbicara soal ini pada ayah. Ibu juga sudah berbicara pada ibu Kavin."

"What??? Kok sampe ibunya Kavin, bu.."

"Sek to,nduk..ibumu gek arep omong iki lo.. sekolahmu itu kan ada di Jogja tempat dulu kita tinggal. Sementara ibu gak bisa nemenin kamu selama di sana. Di sana kan ada keluarganya Kavin yang udah kita anggap sebagai keluarga kita sendiri. Kalau kamu tinggal di sana gimana?" tanya ibu Alina pada anaknya.

Mampusss... teriak Alina dalam hati.

"Ibu....kenapa gak cari kos aja si? Lagian kalo cari kos kan bisa yang deket kampus. Jadi Alina gak kesulitan buat ke kampusnya. Kalo Alina tinggal di rumah Kavin, Alina kan gak enak bu sama mereka kalo besok Alina mau keluar buat main atau ngerjain tugas. Kalau tinggal beberapa hari Alina setuju bu, tapi ini empat tahun, bu."

"Kalo kamu ngekos, apa – apa serba beli Alina. Belum makannya, alat mandi, alat makan, keperluan kamar... hayo..kalo di rumah Kavin kan kamu gak serepot itu."

Duhh... "Ya itu, bu yang bikin Alina gak enak sama keluarganya Kavin. Nanti kalo ada keluarganya Kavin yang datang kan Alina berasa orang asing.. apa – apa nanti ngerepotin keluarga Kavin juga." Elak Alina mencoba meyakinkan ibunya.

"Ibu dan ayah juga berpikir seperti itu. Tetapi ibu Kavin mencoba meyakinkan ibu kalau kamu boleh tinggal di sana. Ibu Kavin justru memaksa ibu dan ayah untuk menitipkanmu dirumahnya, karena beliau merasa kesepian kalau Kavin pergi dan suaminya pergi ke luar kota untuk urusan kerja."

"Ibu...." Alina sudah tidak ada alasan lagi untuk memenangkan pembicaraan ini. Alina menetap ibunya dengan wajah memelas.

"Ibu kan jadi tidak kuatir kalo kamu tinggal di rumah Kavin. Kamu makan apa, temennya siapa, lagi ngapain. Kan ibu bisa tanya ibunya Kavin kalo kamu gak bales pesan ibu besok." Ibu Alina menatap anaknya kemudian memeluk hangat anaknya.

"Kalau besok kamu udah tinggal di rumah Kavin, jangan nakal, jangan ngerepotin ibunya Kavin apalagi Kavin. Kalo kamu sempat ya jangan lupa bantuin ibunya Kavin memasak atau bebersih rumah, ya Alina?"

"Iya ibu..Alina janji.."

Gimana kabar Kavin, ya? Pasti Frita bakal salah paham kalo aku tinggal di sana. Maaf Kavin...aku ganggu kamu terus..

◌◌◌◌◌    

◌◌◌◌◌    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
The Sounds of The HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang