5

2.8K 167 15
                                    

"Ini kadonya, Bos."

Ibnu menghentikan aktifitas yang cukup menyita pikirannya. Sedari tadi dia sedang menulis beberapa wacana mengenai kafenya agar lebih baik lagi. Salah satunya, laki-laki itu mulai menimang-nimang bahwa bukan hanya lelaki saja yang boleh mengunjungi kafenya, melainkan juga untuk perempuan dan anak-anak. Namun, lagi-lagi batinnya menolak tegas, membuatnya semakin lama dalam memutuskan. Ibnu meletakan pulpen dan menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi dengan santai. Kemudian, matanya menangkap bungkusan kado yang Ryan letakan di atas meja. Beberapa detik setelahnya, Ibnu beralih menatap Ryan yang berdiri dengan kedua tangan di balik punggung.

"Terima kasih," kata Ibnu. "Kamu boleh kembali bekerja."

"Siap, Bos," jawab Ryan, berlalu pergi.

Ibnu membuka laci meja untuk mengambil topi serta masker sekali pakai. Dia mewajibkan diri untuk tidak boleh lupa memakai itu jika berada di luar ruangan. Hanya sebagai bentuk pertahanan diri atau menyembunyikan diri. Entahlah. Dia merasa tidak nyaman jika tidak memakainya. Seolah-seolah, jika orang-orang melihat wajahnya secara jelas, mereka sedang mengunjingnya sambil menyumpah serapah. Setelah memakai benda-benda wajib tersebut, Ibnu mendorong kursi ke belakang dan berdiri. Dia meraih bungkusan kado dan berjalan keluar.

Hari ini, keponakannya yang paling kecil berulang tahun. Agus sudah meminta sebanyak ratusan kali kepadanya untuk menyempatkan diri datang, tetapi Ibnu selalu mengabaikannya dengan sikap cuek. Laki-laki itu berniat memberikan kado saja lewat pamannya itu, tanpa perlu repot-repot datang. Namun, Ibnu tak tega menolak saat keponakannya yang berusia lima tahun itu berkunjung ke rumah, meminta dengan tampang polos, agar Ibnu hadir di hari ulang tahunnya yang baru pertama kali dirayakan.

Ibnu turun dari motor tukang ojek langganannya. Setelah membayar, laki-laki itu berjalan santai memasuki gang rumah pamannya. Cuaca sore ini cukup bersahabat. Hanya mendung saja. Tidak seperti kemarin yang tiba-tiba saja hujan turun dengan deras hingga malam hari. Memang, akhir-akhir ini cuaca tidak begitu menentu. Kadang panas begitu menyengat, kadang juga hujan turun begitu saja, padahal sudah memasuki musim kemarau.

Di depan sana, Ibnu melihat bibinya sedang berbincang dengan seorang gadis. Mungkin tetangganya, begitu pikir Ibnu. Saat gadis itu berbalik, kening Ibnu mengernyit samar. Dia seperti pernah melihatnya, tetapi juga tidak. Ibnu sendiri tidak yakin. Ketika keduanya berada di garis yang sama, Ibnu melirik gadis itu sesaat dan melewatinya tak peduli.

"Om Taya! Om Taya!"

Teriakan Raskal membuat Ibnu tersenyum lebar dibalik maskernya. Keponakannya itu terlihat sangat menggemaskan dengan pipi gembil yang mengundang siapa saja ingin mencubitinya. Ibnu melorotkan masker hingga dagu saat berlutut di hadapan Raskal untuk menyerahkan hadiah.

"Selamat ulang tahun, Ras," ucap Ibnu, dia sempat mengucek rambut Raskal sebelum berdiri dan mengedarkan pandangan ke sekeliling.

Netra Ibnu menangkap banyak anak yang sepantaran dengan keponakannya sedang menatap dirinya dengan tatapan ingin tahu, membuat senyum tipis tersungging di bibir laki-laki itu. Ibnu juga melihat ada beberapa ibu-ibu sedang duduk sambil mengobrol di sudut yang lain. Tepatnya, duduk di lincak yang berada di bawah pohon mangga. Tampak asyik sekali dengan diselingi tawa.

Raskal menarik-narik ujung kemeja Ibnu, membuat laki-laki itu mengalihkan perhatian. "Makasih, ya, Om," kata Raskal, terlihat senang.

Ibnu bergumam panjang seraya menganggukkan kepala. Raskal meraih jari kelingking Ibnu dan menyeretnya untuk bergabung dengan teman-temannya yang sedang menunggu acaranya dimulai.

[Dihapus] Menikahlah Denganku (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang