3

3.4K 239 17
                                    

Ibnu berdiri di depan lemari es, menatap pantulan wajahnya yang terlihat lelah dan rambut yang awut-awutan. Semalam, dia tidak bisa tidur di bus. Bukan karena space antar tempat duduk yang terlalu sempit sehingga kaki panjangnya tidak bisa bergerak leluasa, melainkan karena memikirkan kata-kata mamanya kemarin siang.

Mendapat berita bahwa papanya kecelakaan benar-benar membuat Ibnu kacau. Kemarin, Ibnu sampai marah-marah tidak jelas kepada salah satu karyawan hanya karena karyawan itu membeli tiket bus dengan jadwal keberangkatan pukul 19.00. Padahal, kalau dipikir-pikir lagi jelas itu bukan kesalahan karyawannya. Jadwal bus Tegal-Jakarta memang hanya ada di pagi dan malam hari.

Sekarang, Ibnu merasa bersalah dan menyesal. Setelah urusan di sini selesai, dia harus memikirkan cara untuk meminta maaf kepada karyawannya itu. Ibnu menguap lebar. Laki-laki itu benar-benar merasa mengantuk. Matanya baru bisa terpejam subuh tadi, tetapi baru sebentar Ibnu tertidur, suara dering ponsel menganggunya.

Sebenarnya, subuh tadi Ibnu berniat langsung ke rumah sakit tempat papanya dirawat. Dia harus segera tahu keadaan papanya. Namun, saat laki-laki itu menghubungi mamanya untuk menanyakan di rumah sakit mana papanya dirawat, mamanya melarang niatnya dan meminta anak laki-lakinya itu untuk beristirahat dulu. Agak janggal, menurut Ibnu, tetapi dia patuhi juga perintah mamanya.

Ibnu membuka pintu lemari es, lalu meraih kopi kalengan untuk mendapatkan asupan kafein yang dia butuhkan. Untung saja, semenjak pertama kali dia meminum kopi, tubuhnya tidak menolak, sehingga dia tidak perlu merasakan jantungnya yang berdebar terlalu kencang, kepala pusing, dan perut melilit.

Ketika Ibnu menutup pintu lemari es, tahu-tahu seorang gadis sudah berdiri di sampingnya. Hampir saja laki-laki itu menjatuhkan kopi kalengan di tangannya karena saking terkejut.

"Selamat pagi, Taya!" sapa Risa dengan senyum lebar, memperlihatkan gigi gingsulnya yang khas.

Untuk beberapa detik, Ibnu merasa kebingungan. Namun, begitu sadar Risa adalah perempuan, dia langsung melompat mundur, dan berjalan menjauhi Risa dengan tergesa. Dia tidak ingin dekat-dekat dengan gadis ini atau gadis manapun.

"Ih, Taya! Kok jauhan sih?" Risa berjalan mendekati Ibnu.

"Stop di situ, Ris! Stop di situ!" seru Ibnu agak panik.

Risa menghentikan langkahnya, sementara Ibnu menahan mual sampai tubuhnya terlihat kepayahan dan bersandar di tembok.

"Kenapa lo?" tanya Risa cemas.

Ibnu hanya menggelengkan kepala, tidak mau melihat wajah Risa. Melihat keadaan Ibnu yang sepertinya tidak baik-baik saja, membuat Risa mendekat.

"Jangan dekat-dekat!" kata Ibnu sedikit membentak, begitu mendengar suara langkah kaki yang semakin mendekatinya.

Risa tersentak kaget dan kembali menghentikan langkahnya.

"Kenapa sih?" protes Risa bingung. "Kita baru ketemu loh setelah sekian lama nggak ketemu. Kok respon lo gini sih?"

Ibnu diam tidak menanggapi. Mati-matian dia berusaha untuk menormalkan kondisinya agar kembali kondusif. Memang benar apa yang dikatakan Risa, mereka sudah lama tidak berjumpa. Setelah kejadian kelam itu dan mereka lulus SMA, Ibnu membentengi diri dengan orang-orang, sementara Risa melanjutkan study-nya ke luar negeri dan hampir tidak pernah pulang. Kalau pulang pun, Ibnu tidak pernah melihatnya. Lebih tepatnya tidak mau melihatnya. Selama Risa di luar negeri juga Ibnu tidak pernah menghubunginya. Seringnya, Risa yang menghubunginya terlebih dahulu meski Ibnu sering mengabaikan gadis itu.

"Gue wangi, ya! Gue udah mandi!" raung Risa kalap, membuat Ibnu menatapnya sedetik. "Sumpah! Jadi boleh ya deket-deket? Gue mau dapat pelukan Taya," tambah Risa, terdengar manja.

[Dihapus] Menikahlah Denganku (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang