Kantor Walikota adalah bangunan terbesar dan tertinggi di kota ini. Jadi, tidak heran jika para penjaganya begitu banyak. Aku dan Rogers masuk ke dalam Kantor Walikota. Sedangkan para pengungsi di timku dibawa oleh para penjaga. Aku tidak tahu mereka akan dibawa kemana.
Aneh, waktu aku kecil dulu, aku sering dibawa kesini oleh ayahku dan para penjaganya adalah prajurit pasukan keamanan kota. Dan sekarang aku tidak melihat satu pun prajurit pasukan keamanan kota selain aku dan Rogers.
Seorang wanita menghampiri kami. Rambutnya di gelung berwarna cokelat tua dengan badan yang langsing.
"Kalian pasti dari Selatan Kota juga" sapanya. Itu berarti tim lainnya telah sampai disini.
"Iya" jawab Rogers.
"Dimana teman teman kami?" Tanyaku.
"Mereka sedang ada urusan dengan Walikota. Dan aku ditugaskan untuk mengantar kalian beristirahat. Kemarilah".Kami diantar ke lantai dua dan sampai di depan pintu yang bernomor "673".
Setahuku di kantor ini terdapat 1500 kamar tamu.
"Ini kuncinya" katanya sambil menyerahkan kunci kamar kepada Rogers.
"Mengapa kami tidak diperbolehkan ikut menemui Walikota bukankah kami juga bagian dari mereka?" Tanyaku.
"Maaf aku tidak diizinkan menjawab pertanyaanmu yang satu itu. Aku hanya ditugaskan mengantar kalian. Permisi".Wanita itu pergi meninggalkan kami. Seharusnya ia menjawab pertanyaanku, dan sekarang dia sudah membuatku penasaran. Wanita yang datar. Sifatnya sebelas duabelas dengan Nick.
Jika Nick ada disini sekarang. Aku akan berdiri dihadapannya dan memintanya meranik kembali ucapannya padaku.
Firasatku tidak enak. Ada sesuatu yang disembunyikan wanita tadi. Mengapa aku tidak boleh ikut?.
Rogers membuka pintu kamar. Kamar yang cukup bagus. Ada 2 ranjang disisi kanan dan kiri ruangan. Aku memilih ranjang di samping kiri ruangan. Aku duduk di ranjangku. Rogers langsung merebahkan dirinya di ranjang setelah menaruh senapannya di bawah ranjangnya.
Tidak lama, aku melihat Rogers sudah tertidur pulas dengan mendengkur. Ia terlihat sangat letih karena mengendarai bus sampai aku tidak bisa tidur mendengar dengkuran yang cukup keras itu.
Aku kembali duduk pinggir ranjangku. Apakah pertemuannya telah selesai? Aku berniat untuk menemui Steve.
Aku keluar dari kamar dengan perlahan. Lampu di lorong ini sudah dimatikan. Aku bingung harus kemana, aku hanya mengikuti langkah kakiku saja.
Aku masuk ke dalam lift. Ada banyak tombol disini. Begitu banyak, sampai aku bingung harus menekan yang mana.
Ups! Tanganku tidak sengaja menekan tombol paling bawah berwarna merah kehitaman.
"Silahkan lakukan pemeriksaan" suara perintah dari lift ini. Sebuah kotam bening keluar. Aku membuka kotaknya. Aku menatapkan mataku di hadapan papan scannya.
"Terdeteksi".
Apa? Aku tidak percaya ini. Mataku terdeteksi disini. Aku kira, ini adalah ruangan rahasia dan hanya orang orang tertentu yang dapat masuk. Ternyata tidak. Pintu lift terbuka.
Aku keluar dari lift. Ruangan ini gelap gulita. Aku mencari saklarnya. Tapi tidak ada. Apa ruangan ini seperti Clark's Camp? Yang menggunakan suara untuk mengaktifkannya.
"Nyalakan!" seruku. Lalu lamph lampu disini menyala menerangi ruangan.
"Ini cukup menyenangkan" gumamku.
KAMU SEDANG MEMBACA
War of The City
Fiksi Ilmiah#5 dalam Science Fiction (25 januari 2018) #10 dalam Science Fiction (22 Juni 2017) #16 dalam Science Fiction (9 mei 2017) "Duarrrr!!!"ledakan bergumandang di seluruh kota. Perut bumi mengeluarkan apa yang dia pendam selama ini. Beratus ratus mesin...