Si Rajum

164 9 0
                                    

Hamparan lahan sawah yang bewarna hijau dan coklat menyambut sepasang mata yang memandangnya, suara lengkingan rajawali yang sedang berburu seakan memberi tanda bagi musuhnya agar berhati-hati. Saat mata tajamnya melihat ular sawah yang lengah, ia akan langsung menyambar dan ikut serta dibawa terbang.

Begitupun suara kerbau pembajak sawah yang berduet dengan para burung emprit dan blekok menjadi iringan musik merdu pendamping para petani yang sedang tandur -menanam padi-.Mereka seakan memberikan semangat kepada sang petani agar jangan kalah dengan teriknya mentari siang ini. Sungguh keasrian alam yang luar biasa.

Di pinggir arena sawah, para petani yang telah lelah, beristirahat di gubuk ataupun di tempat yang teduh sambil meminum dan memakan bekal yang telah disiapkan si pemilik sawah. Namun, di tengah arena sawah yang sebagian telah berwarna hijau, terlihat seorang petani yang masih setia menanam bibit padinya.

Dialah si Rajum, petani desa Bolang yang terkenal dengan keuletannya merawat dan menjaga sawah. Karena itulah banyak dari warga yang mempercayakan sawah mereka pada Rajum.

"Hey, Rajum! Istirahat sejenak. Tak kasiankah kau dengan tubuhmu? Marilah bergabung bersama kami. Ada bekal yang enak untuk di makan."panggil salah satu temannya yang berada di bawah pohon kresem yang lebat dengan volume yang cukup keras.

"Tidak usah, Kang. Aku masih sanggup meneruskan pekerjaan ini. Lagipula sebentar lagi akan selesai. Setelah itu, aku harus ke toko bu Yuni untuk membeli sesuatu." balas Rajum dengan suara yang keras pula.

"Baiklah kalau itu maumu, tapi jika kau sudah letih, beristirahatlah!"

Rajum hanya tersenyum mendengarnya. Ia bersyukur karena warga di sini masih menggenggam erat nilai kebersamaan dan tolong-menolong.

"Kang, Kang. Ana sing kebejur kali, Kang. Njo, cepet diparani, jarene sih ponakane rika, Jen." (Kang, Kang. Ada yang tenggelam di sungai, ayo cepat kita lihat, katanya sih ponaknnya kamu, Jen) heboh salah-satu warga bernama pak Rinto dengan logat jawanya yang sangat kental.

Para petani yang tadinya leyeh-leyeh pun menjadi panik sendiri, terutama Kang Jeno.

"Rajum! Anakmu kejebur kali!" (Rajum, anakmu tenggelam di sungai!) teriak pak Jeno.

Rajum yang mendengar itupun segera melemparkan bibit padinya asal dan langsung berlari menuju sungai yang kebetulan dekat dengan sawah yang sedang di garap oleh pak Rajum. Setelah sampai di TKP, pak Rajum dan para petani lainnya langsung menuju ke seorang anak yang terlihat sudah basah kuyub.

"Andy, dimana Bintang sekarang?" tanya pak Rajum. Ia terlihat sangat panik, pasalnya tadi pagi bintang berpamitan bahwa ia akan bermain dengan Andy. Tapi sekarang, Rajum malah mendapat kabar bahwa anaknya tenggelam dan melihat teman sepermainan anaknya yang sudah basah kuyub.

Tak lama para ketua desa, tim sar, Orang pintar, paparazzi dan polisi pun datang ketempat kejadian. Mereka segera melakukan tujuan mereka masing-masing. Untuk paparazzi, mereka akan meliput kejadian ini dan mencari informasi kronologisnya yang kemudian akan disiarkan di awak media, baik secara on air maupun off air, para polisi pula menanyai saksi mata secara detail.

"Dia ditahan dalam sebuah kerajaan ghaib sungai ini. Aku bisa merasakan keberadaannya disekitar sini. Aku akan memberikan pertanda bahwa dia ada di sini dengan sebatang pohon pisang ini," kata orang pintar sambil melemparkan sebatang pohon pisang itu ke arah sungai.

Anehnya batang pohon itu tidak hanyut mengikuti arus sungai, melainkan hanya berputar-putar di tengah-tengah sungai.

"Lihat! Itulah tandanya jika dia masih di sekitar sini. Anak itu masih hidup di dunia lain. Sekarang siapa yang berani mengangkatnya keatas? jika ada yang berani mengangkatnya keatas, maka ia akan selamat. Namun jika tidak ada yang berani mengangkatnya, dalam waktu tida jam anak itu akan menjadi bagian dari kerajaan ghaib tersebut."

"Tapi ingat! Jika kalian sudah menceburkan diri kalian ke sungai itu tapi kalian gagal menariknya ketepian, maka kalian akan ikut terseret kedalamnya."

Perkataan terakhir orang pintar itu membuat para warga yang tadinya hendak menceburkan diri, mengurungkan niatnya. Mereka terlalu takut dengan resiko yang akan mereka ambil jika nekat menceburkan diri.

"Demi, Anakku! Tunggu bapak, Le."

Tanpa aba-aba, Rajum langsung menceburkan dirinya saat melihat para warga yang mulai melangkah mundur. Sayangnya Rajum lupa jika ia tak pandai berenang. Maka ikutlah si Rajum menjemput anaknya.

Sekarang, warga Bolang telah kehilangan sosok Rajum yang ulet dan gigih dalam bekerja. Namun, so Rajum tetap terkenal di desa ini.

End

nggak sesuia harapan :( maaf ya. maaf juga karena udah telat ngirim 😖😞

Aspirasi Hati di Lembaran WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang