Girl with broken face

12 0 0
                                    

Berdiri mematung di depan kaca sambil mengamati timbunan lemak didepanku. Entah sudah berapa lama sudah aku berdiri didepan kaca. Mengamati selulit disepanjang perut, kaki, paha dan entah bagian apa lagi. Ingin menangis rasanya melihat semua itu. Aku wanita berusia 34 tahun yang masih menyandang status single, dikala perempuan seumurku sudah menikah dan memiliki dua atau tiga anak. 

Sejak bayi, aku sudah memiliki genetik besar, well it seem no problem when you are baby since it was cute and all that but growing up with huge body is really challenging. 

drdrdrtdddt ...

Sejenak ku melihat telpon pintar yang kuletakkan di nakas "Damn its already 8 AM, i'm late" seruku sambil menarik handuk sembarang dan lari menuju kamar mandi. 

Gue anak pertama dari dua bersaudara, I dont really close to my brother since he live abroad mengikuti kakek dan nenek. Papa dulunya adalah pengusaha sebelum ditipu dan kehilangan seluruh kekayaannya alias bangkrut, yang mengakibatkan mama jatuh stress dan saya melarikan diri ke makanan. Disaat anak-anak lain berlomba menggunakan mobil baru ke sekolah, saya hanya bisa tersenyum menyembunyikan sakit hati karena tidak ada lagi duit yang tersisa bahkan keluarga kami masih harus berjuang luar biasa membayar utang perusahaan. 

Saat SMP, berat badan gue sudah naik menggila hingga 50 kg, sangat besar untuk usia saya apalagi saya hanya 165 cm. Its very difficult at that time. Berusaha tetap menikmati masa kecil namun papa hampir selalu berutang untuk membayar sekolah swasta saya. I'm ashamed apalagi ditambah badan besar saya, saya merasa tidak memiliki teman. I feel like I completely alone. 

For years, I hide my broken heart through food. Saat makan saya melupakan smua sakit hati dan rasa malu saya. Saya pun lupa menjaga diri sebagai wanita, tak lagi peduli dengan body lotion sehingga kulit saya menjadi coklat kusam, rambut berketombe, bulu halus di sekitar kaki dan tangan, I dont look like woman at all. Saat itulah saya mulai dipanggil Bison oleh teman-teman saya karena tubuh besar saya, saya semakin terpuruk. 

I am the girl with broken faces. 

Selama bertahun-tahun setelah itu saya tidak berani melihat badan saya. I feel ashamed. Bahkan saya pun tidak pernah benar-benar telanjang, saya selalu mandi menggunakan pakaian dalam karena saya malu melihat betapa besar dan tidak berbentuknya badan saya. I hate my body, I ashamed of it. For years, I hide myself from mirror.

Setiap kali saya menyukai lelaki, saya berusaha mendekati mereka namun yang ada mereka tidak melihat keberadaan saya sekalipun. Saya selalu tidak dianggap. Saya selalu kalah setiap kali mencoba menjadi perempuan, hingga saya akhirnya menyerah. Menyerah untuk menjadi cantik. 

Mulai saat itu, saya berubah menjadi sosok yang berbeda. Jika cowo-cowo itu tidak bisa menerima saya sebagai perempuan, saya bisa menjadi teman mereka, I can play ball with them. Saat itu saya lebih tertarik main basket, main voli, kegiatan luar ruang yang pada akhirnya membawa sisi laki-laki saya lebih muncul dibanding sisi perempuan saya. 

Saya pikir saya tidak cukup cantik untuk dilihat mereka. Saya gendut, saya tidak menarik. And maybe that is why I am still single. 

This story is about chubby girl who tried to find love and find herself during that journey.. 

This is the story about girl with broken faces who tried to love her image. 

The Lady that waitingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang