Hopelessly Romantic

6 0 0
                                    


"Pagi ini liputan kemana lo?" Andre, salah satu kameramen andalan di NTV menyapaku ketika aku baru memasuki camstore, sebutan yang biasa kami gunakan untuk ruangan peralatan kamera dan tempat nongkrong para kameramen. Andre yang tengah menyesap kopinya nampak meminta jawabanku, sementara gue cuma melengos melangkah masuk ke camstore dan mencari nama kameramen yang harusnya mendampingiku liputan. Maklum semalam gue harus menyelesaikan buletin sepakbola hingga pukul 2 malam, dan sekarang 7 jam setelahnya gue sudah harus kembali liputan. Yah maybe I am too old for this. 

Sambil melihat jadwal liputan di papan, Andre kembali berusaha menarik perhatianku "Gue bakal ke Bali sama lo buat bikin BTS nya lo ma Arego" Mendadak gue terpaku, duh jadi yang kemarin bukan mimpi yah. Jadi gitu gue sama Arego ketemu. 

"lo tau kan?" Cecar Andre saat melihatku tetap diam. "Ga tau ndre, gue aja baru dikasih tau kemarin, trus Mbak Dewi minta meeting today, gue bilang ga bisa lha abisnya gue liputan ampe sore" 

"Oh yasud, tapi ntar kabarin ya Sab, kalo lo dah tau musti ngapain aja disana, gue liputan ke jogja 3 hari nie, jadi pulangnya gue musti udah langsung nyiapin alat buat ke Bali" Ujarnya sambil berlalu, stengah berteriak gue mengangkat 2 jempol ke arah Andre "Sip" Gue kemudian berlanjut ke arah Anton yang sedang menyiapkan kamera "Ton, kita ke Sport Mall ya, gue musti liputan latihan timnas basket trus wawancara mereka di Buletin siang, live, katanya SNG dah bergerak ke sana" Anton mengangguk sementara gue beralih duduk di pojokan mencari camilan yang biasanya kubeli, lumayan ditengah macet bisa sambil ngemil. Buat gue, camilan itu penting, sangat penting malah dibanding jadwal makan siang, mungkin karena itu timbanganku ga pernah mau turun. 

Gue segera memusatkan perhatian ke skrip penugasan liputan, gue masih punya 6 hari buat berpikir dan mengkhawatirkan Arego. Skarang mendingan gue konsen ke para abas (anak basket) yang terkenal akan kegantengannya. 

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

"Lo itu terlalu hopelessly romantic, tau ga. Smua nya lo pikir kaya upik abu ketemu pangeran, menikah dan happily ever after" cecar Adis sambil mencomot kentang goreng di piring gue. "Lagian ngapain juga lo jiper ketemu Arego" Adis, salah satu sahabat yang baru ku temui saat mulai bekerja di NTV, dia bekerja sebagai guest booker di NTV, pekerjaan yang mengharuskannya mendekati narasumber dan memiliki kontak semua orang penting di Indonesia raya. Namun jangan tertipu dengan penampilan gadis berlesung pipi dan berkulit kuning langsat ini, Logat khas Makassarnya bisa langsung membuatmu jiper. Adis lebih pragmatis, lebih reality kinda girl beda 180 derajat dengan gadis pemimpi seperti gue. 

Malam ini sehabis shift tugas kami berakhir, kami bertiga, aku, Adis dan Mara memutuskan untuk nengkri di sebuah fastfood counter di salah satu mall di kawasan Jakarta Barat. Saat itulah aku bercerita tentang Arego dan Bali. Berharap salah satu dari mereka mampu membuatku tenang dan ga terus-terusan kepikiran sama Arego. 

"Emang masalahnya apa kalo lo ketemu Arego? Lo kan udah tau Arego is merely obsession. You cannot have him" Gue menunduk sambil terus mengaduk-ngaduk cream soup yang gue pesan. Beda dengan adis, Mara lebih praktis namun tidak berapi-api. Mara, junior producer di NTV ini lebih suka mendengar dan baru menanggapi ketika diminta, namun Mara lebih seperti gunung berapi, kita tidak tau dimana kawahnya dan kapan meletusnya. Satu yang gue tau, Mara kalo marah mengerikan! Kaya sekarang misalnya, Adis lebih banyak berusaha menyadarkanku bahwa Arego itu hanya mimpi di siang bolong, namun Mara lebih diam dan mendengarkan obrolan kami. 

"Mar, jangan diem aja, nie temen lo" Adis nampaknya mulai kesal pada Mara yang terkesan hanya jadi kambing congek dalam diskusi panas kami. "Lah gue musti apa, dis? Saby juga udah tau kalo Arego itu mimpi, kita maksain dia balik ke realita, lha emangnya Saby ngapain Arego si? itu kan cuma mimpi dia dis, biarin aja kali" ujarnya berceloteh sambil terus menggigit burger keduanya. Tubuh Mara memang kecil namun jangan salah nafsu makan Mara itu ngalahin mas-mas kuli panggul, liat aja ini udah menu kedua yang dimakannya. Kadang gue iri sama Mara, makan sebanyak apapun tubuhnya tetap mungil dan rata, sementara gue cuma minum air putih aja udah naik 2 kg. 

"Ih Mara. Gara2 nie anak terobsesi sama Arego, dia kan sampe nolakin banyak orang. Akhirnya jomblo lama banget dan sekarang malah ngerasa laki dia Arego. Lo liat aja wallpaper iphone doi, all Arego dan Junior" mendengar itu gue melempar Adis dengan tissue didepanku "enak aja  gue itu ga pernah nolak Max and Denny yah, they never hitting on me"

 Adis masih meneruskan cuitannya. Obrolan ini membawaku berpikir...

Adis dan Mara tau cerita gue dan Mike, si mantan. Tau alasan gue menjomblo usai putus dari Mike. Mereka tau jelas struggle ku berusaha mencintai diriku, tubuhku. Karena Arego hanya mimpi, itu lebih mudah untukku, I dont have to go through painful break-up, Arego will never broke my heart. Arego will love my fatty body, because that is the script inside my mind.

Buat kalian yang memiliki paras cantik, body aduhai dan digilai laki-laki akan menganggap gue gila or terobsesi or whatever, mana ada perempuan waras ngaku-ngaku pasangan Arego coba. But its my shield of defense. Lo 34 going on 35, single, ga menarik, no guarantee that you will get married or having baby in the future, gendut, what you need to be able to survive? Saya memilih bermimpi.

I have set script inside my head bahwa gue dan Arego akan dipertemukan tidak sengaja dan dia akan jatuh cinta sama kepolosan dan apa adanya gue yang berbeda dari perempuan lainnya. Bahkan selang beberapa pertemuan awal, Junior akan memanggilku mama. Then we date, we got married and we had twins, boy and girl. We lived happily ever after just like what happen in the disney stories. I survive through kecaman dan sindiran, because I know I still have that dream, Arego. Nah sekarang mereka meminta ku melepaskan mimpi ini dan mulai hidup di dunia nyata. I dont think I could. How you can let go something that you want it the most?

Sejak kecil mimpiku hanya ingin menjadi pengantin. Menjadi istri dan ibu. The only thing that I desire the most, the only thing I request over and over to God. The thing that I wanted the most, is the only thing God doesnt give me. 

"Sab...." Lambaian telapak tangan Mara tepat didepan mataku membawaku tersadar. "Mungkin ini saatnya menghadapi kenyataan Sab, Arego is not for you so you can stop dreaming" Mara dengan bijak menasehatiku, sementara di ujung meja, Adis menatapku tajam "Makanya jangan kebanyakan nonton romantic comedy, atau FTV yang 2 hari ketemu langsung nikah. You are living in reality, those things doesnt happen in reality" Sambil mencomot kentang goreng, gue memaksa diri mengunyah salah satu makanan favoritku itu, tapi entah kenapa hari ini rasanya pahit dan tidak enak. 

"Sab, you are beautiful inside out. Lo layak dapat pangeran. Start living out of the bubble. Mungkin ada baiknya Tuhan kasih lo kesempatan ketemu Arego, supaya kamu tau bahwa ga semua mimpi berakhir indah"

"Dan ga semua romantic comedy had happy ending, Sab. The problem is you are truly madly deeply hopelessly romantic" Sumpah meski sahabat terdekat, gue pingin nendang Adis ke ufuk cakrawala.

But what they all say is true, I'm hopelessly romantic. 

The Lady that waitingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang