"Ini jam berapa sab? Lo harusnya udah jalan liputan jam 9, lha ini jam 9 baru nyampe kantor?" Seru Adnan, kameramen senior yang terkenal tepat waktu. Well like I said before I work in prestigious national media yang mengkhususkan dirinya sebagai TV berita. Kebetulan saat tidak lolos menjadi presenter berita, kesukaan ku pada olahraga lah yang membawa ku ke pekerjaan sekarang.
Sambil ngemil roti, gue menjawab Adnan cuek "Maaf bang, telat bangun semalam lupa nyetel alarm, lagian latihan timnas juga jarang banget kan tepat waktu?" Kataku sambil membereskan peralatan yang akan kami gunakan liputan, sebelum beranjak menelpon driver yang akan membawa kami menuju ke Senayan.
Sepanjang perjalanan, sambil memainkan handphone gue menjawab sambil lalu pertanyaan Adnan, "lo masih belum mau jadi produser, Sab, lo kan dah lama banget jadi wartawan?" cukup terkejut dengan pertanyaan Adnan gue berbalik menatapnya "emang kenapa kalo dah lama jadi wartawan?" Adnan yang memang lebih senior beberapa tahun diatas gue menatap gue sambil tersenyum "Udah waktunya kali buat lo sab, buat nikah dan punya anak. Lo dah tua kali, udah waktunya settle down dan ambil kerjaan yang ga pontang panting kaya sekarang"
Kenapa si ya selalu larinya kesana. Sambil menghela napas, gue menatap jalanan ke depan "Gue juga pingin nikah kali nan, but nyari cowonya yang susah" Always the same reason. Sejak kapan perempuan menolak menikah, we all want to get married and have babies tapi kan ga semudah itu.
Gue 34 tahun, di usia yang ga muda, dengan badan yang mungkin seperti timbunan karung beras. I'm not everyone choices, sementara cowo seumuran gue milihnya yang lebih muda dengan badan seperti Irina Shayk atau Adriana lima, nah kalo mau sama yang lebih muda, dompet di kantong gue harus sama tebelnya kaya make up dan dandanan para Cougar di luar sana. Belum lagi gue masih harus bersaing sama lelaki yang menganggap lelaki lain lebih ganteng, how in the world I can do that.
Adnan masih melanjutkan petuahnya, "You got to move on dear, Mike sudah menikah hampir 5 tahun lalu, dia sudah punya anak. Masa masih kepentok juga sama dia" Gue masih tetap diam dan menatap jalanan. I know Adnan well, itu sebabnya gue ga marah atau langsung maki-maki dia saat petuahnya mulai mengganggu. I know his concern, he basically know all my story.
"Gue bahkan udah ga mikirin Mike lagi nan. He is my past. Tapi bukan berarti karena gue ga kawin-kawin, trus gue dianggap masih nunggu dia kan" Gue berbalik ke jok belakang dimana Adnan duduk. "Doain aja nan biar gue bisa nikah cepet"
Sisa waktu perjalanan kami habiskan dalam diam. Adnan bahkan sudah tertidur di jok belakang. Yah Jakarta di pagi hari seperti ini memang tidak bisa diprediksi bahkan sudah satu jam kami di jalan, namun Senayan masih jauh di pandangan.
Gue sering jatuh cinta. Saking seringnya sampe sakit banget. Tiap kali jatuh cinta, tiap kali juga gue dikecewakan. Gue tuh DUFF (Designated Ugly Fat Friend) karena tiap kali gue jalan barengan sama temen-temen gue, I always become invisible for guys. Ga peduli seberapa pintar dan kerennya nilai raport gue, I was always invisible.
Gue pertama jatuh cinta saat tahun terakhir di SD, cinta monyet emang dengan lelaki paling populer di sekolah. He is smart, charming, datang dari keluarga kaya dan segalanya due. I remember gue selalu liat dari luar jendela saat dia main bola bersama teman-temannya. Kami satu kelas, gue selalu berusaha menarik perhatiannya, but he never see me. Till now I'm not sure that he even know I'm alive. Gue berusaha dapat nilai yang terbaik, disayang guru, but none of them see me. Kalo lo pikir bullying baru ada jaman sekarang, lo semua salah besar!!! I was bullied back then.
Pun sekarang, kalo lo pikir jadi wartawan memudahkan gue dikenal dan dapat perhatian dari para lelaki ganteng di lapangan. Well kalian salah besar. I'm journalist yes, tapi kalo di lapangan gue selalu kalah bertarung perhatian sama reporter TV yang cantik-cantik dan imut itu. Gue curiga memang ada clausul harus cantik dalam syarat penerimaan reporter baru di kantor mereka, sementara gue kan reporter olahraga yang jarang harus tampil di layar kaca so amburadul gpp yang penting kerjaan gue sukses.
Jadi yah gue pernah ditolak aja wawancara sama salah satu punggawa timnas karena dia lebih milih diwawancara sama mbak-mbak imut yang berakhir dengan tukeran nomor telpon. Yes I am still that invisible girl, padahal ya gue tuh ga jelek-jelek amat lho.
Since my tomboy girl in high school, I've changed. I try to put blush on and bersihin muka gue, gue juga potong rambut di salon mahal dan memperhatikan pakaian yang gue pakai. I think I groomed myself well. Yah cuma berat badan aja yang ga pernah geser dari angka 7, but lainnya, I think gue cukup layak dilihat. Emangnya gendut dan besar ga layak dilihat 2x?
Memasuki kawasan senayan, seraya membawaku kembali ke masa kini. Saatnya Sabrina fokus bekerja. Hari ini kami diharuskan meliput latihan perdana Timnas Indonesia menghadapi Myanmar dalam uji coba menjelang piala AFF. Saya harus mengejar pemain bintang timnas Indonesia, Faisal Basri terkait dengan rencana kepindahannya dari Persija ke salah satu klub tersohor di Malaysia.
Turun dari mobil sambil mengarahkan pandangan ke seputaran GBK namun bis yang membawa timnas belum tampak, lumayan lah bisa menghela napas sebentar sambil ngobrol dengan wartawan lainnya didepan kantor PSSI. Tidak berselang lama, muncul bus putih hitam bertuliskan Indonesia melaju memasuki kawasan GBK, nampaknya tidak hanya wartawan yang berada di sini namun sejumlah fans pun nampak setia menanti kesempatan buat berfoto maupun ngobrol sebentar dengan idolanya.
Sambil mencari-cari Faisal diantara para pemain yang tengah turun dari bas, gue mencolek Adnan, "tuh orangnya, kita doorstop sebentar yah" Adnan segera mengikuti langkahku yang berjalan mendekati Faisal yang tengah melayani para fansnya foto. Aku menampakkan senyum termanisku "Hi mas, saya dari NTV, apakah benar kalo anda akan bergabung dengan FC Selangor dan meninggalkan persija?" Dia menatapku sejenak sambil terus melangkah "No, not this time, no comment" Sambil terus mengejar Faisal, ditengah teriakan dan gempuran fansnya, gue kembali bertanya "Tapi mas, FC Selangor has confirmed that you will play for them in the next season" Sapa suruh jawab pakai bahasa inggris, gue juga bisa kali pakai bahasa inggris juga. Tapi apa daya, Faisal terus melangkah masuk ke stadion meninggalkanku yang pasrah. Well ada kalanya kan wartawan tidak mendapat jawaban yang diinginkan.
Latihan timnas berlanjut seperti biasa, dengan cuitan histeris para fans dipinggir lapangan. Terik matahari di pagi hari berubah dari vitamin untuk tubuh menjadi menyengat dan membakar. Tepat pukul 12, latihan selesai. Para pemain seperti biasa melakukan pendinginan sambil duduk di lapangan. Gue liat Faisal sedang ngobrol asyik dengan salah satu presenter olahraga yang memang cukup terkenal, she happen to be reporter also like me. Tidak mau kalah, gue mencoba mendekati Faisal.
"Hi mas, saya Sabrina dari NTV. Mau minta tanggapan dunk mas soal kepindahan mas ke klub Malaysia" Faisal hanya melihat sekilas sambil terus ngobrol dengan Dhea, yah baru aku ingat sekarang namanya Dhea. See I'm invisible, even to a jerk like this Faisal Basri.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Lady that waiting
RomanceGa ada yang cinta sama perempuan gendut model Sabrina, apalagi pria ganteng sekelas Arego. Selama ini Sabrina betah menyendiri karena dalam mimpinya dia telah memiliki Arego, pria bergelar pemain sepakbola termahal di dunia. Namun perlahan mimpinya...