"Mbak Dew, ini yakin Sabby disuruh pake baju kaya gini?" tanyaku ketika melihat kaos putih plus celana pendek khaki yang disiapkan tim wardrobe untuk taping sore bersama Arego. Mbak Dewi yang tengah mengecek props dan cue card langsung melihat ke arahku sambil tersenyum "emang kenapa Sab?"
"Duh mbak kalo pake baju ginian, aku nanti keliatan kaya donut, gede abis" Mbak Dewi tergelak "Ngawur, itu bagus tau kalo kamu pake, coba dulu aja, kalo ga cocok apa mau pake baju jersey Real Madrid? Kamu itu lho ga percaya diri banget. Kamu itu cantik Sab"
Aku melengos dan kembali masuk ke kamar mandi berniat mencoba baju yang sudah dipilihkan. Let see, berat gue itu 74kg, nope kayana si berkat makan siang tadi udah nambah jadi 76 kg disuruh pake baju putih agak ketat, plus celana pendek khaki. Duh itu betis segede talas bogor mau disembunyiin pake apa, trus buntelan lemak di pinggang juga kan pasti keliatan. Astaga, ini mah kaya babon lawan Arego.
Usai berganti baju aku kembali melihat penampilanku di cermin, sumpah ga pede, ini gimana, masa ginian masuk TV. Aku kembali terlempar di masa-masa awal masuk NTV, saat masih menjadi reporter berita nasional. Saat itu live pertama ku dan aku tidak sepenuhnya berhasil dengan baik membawakan diriku di layar kaca, namun yang paling menyakitkan adalah perkataan bos sesudah mereka melihat penampilanku. Mereka memanggilku ke ruangan dan berkata bahwa aku tidak cantik dan terlalu gendut sehingga tidak pantas ada di layar kaca, hingga kemudian mereka memindahkanku ke desk olahraga.
Saat itu aku berkubang dalam tangis, bayangkan saja mereka terang-terangan menyatakan bahwa aku tidak cantik, aku gendut dan tidak akan pernah berhasil di layar kaca. Meskipun aku akhirnya bisa bangkit dan menikmati bekerja sebagai reporter olahraga namun actually I never really recover from that.
Tok tok
Suara ketukan membuyarkan lamunanku, aku membuka pintu pelan dan terlihat sangat tidak percaya diri. "Ini mbak, gimana jelek ya?" Mbak Dewi memperhatikan penampilanku dari atas ke bawah, aku melihat senyum tulusnya "Bagus kok Sab, it look good on you, keliatan natural juga"
"tapi mbak pasti aku keliatan gede di layar kaca" kataku sambil menarik-narik kaos putih untuk menutupi gumpalan lemak di perutku. "Sab itu baju musti dibalikin ke wardrobe lho, lagian it look good on you kok, honestly, udah yuk. Kita sudah harus ke set nie, run through sekali lagi sebelum Arego datang" Ujarnya sambil menarikku pergi.
Aku kembali menarik napas panjang, yasudlah Sabby, dibawa enak aja toh abis people will also forget who I am, like always, they usually do.
Tiba di private beach, matahari tidak lagi terik, saat itu sekitar pukul 4.15 sore, semilir angin, laut biru, pasir putih membuat moodku kembali naik. Masa bodoh due Sab, toh setelah ini pun kamu tidak akan tampil lagi di TV, mending nikmati sebelum kamu harus bangun dari tidur.
Sore ini mereka memutuskan make up natural untukku, dengan rambut pendekku yang dibiarkan terurai tidak seperti pagi tadi yang diikat rapi dan disemprot sana sini supaya tidak berantakan, namun sore ini mereka ingin aku terlihat apa adanya.
Jam 4.30, Arego datang mengenakan kaos tanpa lengan dan celana pendek yang biasa digunakannya saat latihan, sama sepertiku Arego juga memutuskan tidak mengenakan alas kaki. Namun tidak sendiri, Arego datang bersama Alma dan juga Miguel serta sejumlah staff lainnya.
Mas Rastra kemudian memimpin brief, sementara di sudut mata aku melihat Alma terus menempel ke Arego menunjukkan kepemilikannya. Hingga kemudian tanpa sadar Mbak Dewi menarik tanganku "Yang ini lebih santai lagi ya Sab, kaya lagi mainan sama temen aja" Aku mengangguk sambil merapal doa agar hari ini berakhir dengan indah. Kaya maenan sama temen, lah gue si pingin lha ya si Aregonya nganggep gue temen apa ga. Tarik napas Sab, semakin cepat selesai, semakin bagus.
Scene awal dimulai ketika gue dan Arego jalan bersama menuju ke private beach, aku bertanya mengenai apa yang biasa dilakukannya saat senggang, dan kenapa dia sangat menyukai pantai. Pembicaraan terus berlanjut hingga kami sampai di pantai. Arego kemudian mengambil bola dan menendangnya ke arahku.
Aku hanya tersenyum, dan menendang bola kembali ke arahnya. "Show me how to play" dan kemudian Arego menunjukkan keahliannya memainkan si bola bundar, pasir tidak menghalangi gaya luwesnya bermain. Dia kemudian berhenti dan kembali menendang bola ke arahku, kami pun bermain hingga akhirnya dia membiarkan aku mencetak gol. Kami telah menyiapkan kandang bola kecil supaya dia bisa bermain dengan bebas dan menunjukkan kemampuannya di TV.
Kami pun bermain kembali, hingga dia akhirnya mencetak gol. Aku hanya terdiam melihat selebrasi bahagianya. Aku menatap Arego lekat seakan benar-benar lupa bahwa saat ini kamera masih merekam gerakan kami dan juga masih ada puluhan mata tertuju pada kami berdua.
"Do you still play with the same happiness when you fallin love to soccer, or you just play for the title and the money now?" Arego terdiam dan berbalik menghadapku. Mati gue, duh Sabby ini mulut bisa ga si jangan asal, he is not your friend, he is the client yang harus kamu bikin seneng. Arego terdiam cukup lama sambil memandangku hingga akhirnya Mas Rastra mengambil alih situasi "Cut, kita kayana butuh istirahat 15 menit terlebih dulu" Arego segera melangkah ke arah patio yang terletak di pinggir dengan Alma di pelukannya, sementara Miguel langsung mendekati Mas Rastra.
And yes Sab, congratz you just ruin Arego mood.
Mas Rastra dan Mbak Dewi kemudian mendatangiku yang masih melongo dan terdiam di tempat tadi, "Sab, kita ga akan pake pertanyaan kamu tadi, we will cut it till the celebration. Nanti jangan tanya lagi yang aneh2 ya Sab, kamu inget kan pertanyaan seperti apa yang sudah kita setujui?" Mas Rastra dan Miguel memandangku tajam. Aku hanya mampu mengangguk.
Emang pertanyaan ku salah yah, do I offend him in some sort of ways?
Sesaatnya syuting kembali dilanjutkan, Arego sangat pintar berakting didepan kamera sementara aku, well I just decide to go along with his request. Kami bermain bola kembali, membicarakan mimpi ke depannya, apa yang dia inginkan untuk Junior dan hal remeh lainnya. Hingga akhirnya "Thats a wrap pemirsa, perjalanan 1 hari special saya bersama Arego Sanchez, pemain termahal di dunia." Kami mengakhiri syuting dengan salam hangat, meski entah kenapa situasi nya menjadi aneh. Atau mungkin itu hanya perasaanku saja.
Arego menyalami kami satu persatu dan menerima permintaan foto para kru, hingga kemudian pergi begitu saja sambil menggandeng mesra Alma diikuti Miguel. Aku merasakan tepukan hangat Mas Rastra, teriakan good job dari Mbak Dewi dan hiruk pikuk lainnya, namun mataku tetap memandangi kepergian Arego.
Arego will always become your best dream Sab, but the dream will end as soon as you get up to work..
Arego is your sweet sin, you can only have him during night fall, but now it is time for you to wake up Sabrina.
Just wake up Sabrina!
KAMU SEDANG MEMBACA
The Lady that waiting
RomanceGa ada yang cinta sama perempuan gendut model Sabrina, apalagi pria ganteng sekelas Arego. Selama ini Sabrina betah menyendiri karena dalam mimpinya dia telah memiliki Arego, pria bergelar pemain sepakbola termahal di dunia. Namun perlahan mimpinya...