Happy reading!
***
Aku berhasil sampai di tenda Warren dengan selamat. Fresa sudah terlebih dahulu sampai, raut wajahnya jelas menampakkan ketakutan yang luar biasa. "Kita harus pergi dari sini!" Teriak Ibu sambil bergegas. Aku dan Fresa hanya menggangguk mengikuti Ibu.
Massa Kaum Api bertumpah-ruah mencari keberadaan Kaum Air dengan kebengisan mereka. Selagi aku menengok ke balik bahuku, beberapa Kaum Air tertinggal di belakang, berlutut, memohon ampunan.
Petugas keamanan berlarian di jalanan, barangkali bingung dengan siapa yang harusnya mereka lindungi. Beberapa dari mereka meringkus Kaum Air, memaksa mereka berlutut dan menuntut kebenaran. Para Kaum Air itu sama, tubuh gemetaran, mulut terus mengatakan ketidaktahuan mereka tentang Light Guard.
"Ayo cepat!" Ibu berseru saat kami hampir di depan gerbang. Gerbang itu bagai mercusuar bagiku, penyelamatku, dan yang terpenting, jalan keluarku.
Kami memacu langkah, melewati segala jenis manusia Api dan berharap setidaknya bisa pulang dengan selamat. Aku berlari paling belakang, di belakang Fresa. "Apa kau mendapat apa yang dibutuhkan?"
"Tidak sama sekali," Fresa menggelengkan kepalanya. Ya, aku memakluminya. Tak ada yang bisa dilakukan, tak ada waktu untuk melakukannya.
Tinggal sedikit lagi, tinggal sepuluh meter lagi dan—
Berhenti!
Tunggu. Kenapa? Kenapa aku berhenti? Langkahku berhenti begitu saja. Ketika harapan telah berada di depan mata, tubuhku tidak bisa bergerak.
Ibu dan Fresa masih berlari menuju gerbang. Awalnya mereka tidak menyadari ketertinggalanku sampai Fresa berbalik. Wajahnya terlihat sangat panik, mulutnya berteriak memanggilku berkali-kali. Tapi percuma. Sekuat apa pun aku berusaha beranjak dari tempatku sebuah suara tak dikenal terngiang di kepalaku.
Berhenti! Berhenti! Berhenti!
Bisikan itu kembali. Dan kenapa dengan tidak beruntungnya aku malah tertangkap oleh seorang pembisik?
"Katakan padaku, apa itu Light Guard?" Penyerangku tiba tepat di hadapanku bersama manusia Api lainnya. Aku mulai bertanya-tanya apakah aku akan bernasib sama seperti pria malang tadi? Apakah ini akan menjadi saat-saat terakhirku?
Aku ragu dengan mulutku sendiri, apa pun jawaban yang kuberikan, nasibku tetap sama. Bahkan sebelum sempat menyuarakan sesuatu, sebuah pisau logam melesat mengenai pipi kananku. Cairan merah mengalir menuruni pipiku disertai rasa perih. Darah air itu memperlihatkan jati diriku sebagai Kaum Air.
Pelakunya seorang Magnetron, manipulator logam, yang tak lain adalah pria jangkung yang tengah menyeringai di samping si pembisik.
Hanya sebuah pisau? Kenapa tidak sekalian saja tidak diarahkan ke leherku atau mungkin jantungku? Dia sengaja membuat luka kecil. Mereka mungkin ingin membunuhku secara perlahan. Atau barangkali membuat kematianku menyakitkan.
"Sepertinya kau benar-benar ingin memanggil dewa kematian?" Lagi-lagi pembisik itu membaca pikiranku. Tentu saja dalam situasi ini aku masih ingin hidup.
"Kutanya sekali lagi, siapa orang-orang yang mengaku sebagai Light Guard ini?"
"Aku tidak tahu!" Aku berhasil membentaknya. Atau lebih tepatnya menggali kuburanku sendiri. Sebelum sempat kusadari, air bercipratan di sekitar kakiku.
Ombak biru menghantam sisi tubuhku, melemparku ke pusaran air. Tidak dalam memang, tapi aku masih tidak bisa bergerak. Mungkin inilah yang dirasakan pria malang tadi. Andai saja aku menolak Fresa kemarin, mungkin situasi biasa berubah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Silver Knight
FantasyRank 46 in Fantasy (13 Juni 2017) Indah tidak selalu baik, namun baik sudah pasti indah. Ariel, seorang pemuda dari kaum Air yang memiliki kemampuan yang harusnya dimiliki Kaum Api. Dan karena suatu kejadian tertentu, dia dijodohkan dengan putri ker...