Act 3: Part 1. Something More

665 58 12
                                    

Seperti biasa warning nya tau kan?

Yups, happy reading!

***

Aku terlahir di medan perang. Kedua orang tuaku tewas dalam sebuah serangan ke kamp. Seorang prajurit Air, menyelamatkanku dari puing-puing dan membawaku pulang pada istrinya. Mereka membesarkanku di sebuah desa Kaum Air. Dan kini aku telah kembali menjadi sosok sejatiku. Kembai ke tempatku yang semestinya.

Pidato itu membuatku mual. Tempatku yang semestinya bukan di sini. Dan aku bukan seorang Api. Aku bisa saja menyayat lenganku dan semua mata dapat melihat darahku mengalir.

Selama itu pula, aku tidak pernah mengertahui asal-muasalku, atau kemampuanku. Namun kini, aku telah kembali.

Aku telah menjadi seorang penghianat di keluargaku. Ketika di sini aku meminum minuman bersemu keemasan dan makan makanan mewah. Entah apa yang ibuku masak di rumah. Tapi bagiku semua makanan di sini serasa hambar.

Bahkan masih bisa kubayangkan bagaimana ratu mengirimkan utusan ke rumah untuk menyampaikan keberadaanku.

Mereka akan mengatakan pada ibu dan ayahku semacam, "Oh halo, kami harus beritahukan pada kalian bahwa putra kalian kini seorang Api. Dan dia akan menikahi seorang putri Api. Mulai sekarang kalian tidak akan pernah bertemu dengannya lagi.Tapi kami akan memberikan kalian sejumlah uang untuk membantu ekonomi kalian. Pula dengan kesempatan kerja. Jadi, apa pendapat kalian?"

Kemarin malam aku membolak-balik halaman buku berjudul Silver Knight yang Rhein berikan. Berharap mungkin itu berupa buku dongeng yang bisa jadi hiburan.

Namun tidak peduli berapa putaran aku membuka tiap halaman, semua tetap sama. Mau dilihat dari mana pun buku ini hanya sebuah buku kosong.

Hari-hari berlalu layaknya berbulan-bulan bagiku. Meski aku dikelilingi banyak orang, namun tetap masih saja sepi rasanya.

Orion, pangeran itu sibuk dengan agendanya. Latihan, latihan, dan latihan. Setiap hari dihabiskan untuk mengasah kemampuannya.

Terkadang Orion akan meninggalkan istana untuk memberi arahan kepada pasukan di pangkalan terdekat. Atau dia akan pergi menemani ayahnya dalam urusan kenegaraan yang tak kumengerti.

Sungguh hidup yang begitu monoton.

Setidaknya Selena bisa jadi teman bicara. Lagipula nyatanya dia tidak seburuk yang kukira.

Terkadang ketika makan malam, aku bisa melihat Orion dengan orang tuanya asyik bercakap-cakap, bercanda gurau dengan sang raja.

Sedangkan di sisiku, Selena seakan orang asing di keluarganya. Diam dan memainkan makanannya, nyaris terlalu malas untuk menyentuhnya.

Aku tahu harusnya aku merasa kasihan padanya. Tapi tidak. Aku masih berhati-hati dengannya.

Bayangan masa depan yang telah ratu sekenariokan untukku tiada ubahnya delusi semata. Aku dan Selena bahkan bukan teman, apalagi pasangan.

Seberapa baiknya Selena dibandingkan Orion, instingku berkata untuk tidak mudah percaya pada keturunan Sylva.

***

Pelajaran Rhien adalah satu-satunya tempatku bisa menjadi diri sendiri.

Walau dia yang telah membawaku ke sini, sulit bagiku untuk membencinya.
Rhein selalu tersenyum dan ramah. Sampai-sampai terkadang aku melupakan fakta kalau dia seorang Api.

"Kaulah yang mengendaliakan kekuatanmu, bukan sebaliknya." ucap Rhein.

Sekarang, dia yang menjadi instruktur latihanku. Ya, lebih baik daripada dengan Lord Marlon. Pria itu selalu sama, tanpa ekspresi dan hanya bicara seperlunya.

Silver KnightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang