Beribu-ribu maaf kukatakan bahwa aku, si naif ini, mengatakan kau indah rembulan di malam hari.
Di teras rumah, aku hanya dapat melihat rembulan menggantung di awan gelap. Pikirku beruntung kepada rembulan karena ditemani bintang. Dimas, Andre, dan Joni baru saja datang membawakan kopi yang mengepul asapnya serta bala-bala dari dalam rumah. Mengajak bercengkrama dengan riang dibawah rembulan. Sungguh nikmat tertawa di bawah rembulan pada tahun itu.
"Kau mau pakai sepeda tuamu itu untuk mengantar Nisya ke sekolah?" tanya Andre sehabis menghela napas keenakan dengan kopi dan juga bala-bala buatan ibuku.
"Memang apa lagi? Aku hanya punya itu."
"Maksudku, kau harus lebih gaya dihadapan perempuan. Seharusnya kau pakai motor. Motor mahal seharusnya."
"Sudahlah, Andre. Yang terpenting hatinya. Aku saja yang sudah menjadi pendamping Rina selama 1 tahun ini tidak mempunyai sepeda. Apalagi motor." Sekarang akan kuceritakan kepadamu bahwa Joni selama 1 tahun sudah menjalin hubungan dengan Rina. Joni yang bewajah biasa-biasa aja-sama sepertiku- bisa mendapatkan Rina yang cantik.
Pernah sekali, saat Joni membawa Rina kepadaku, aku kaget bukan main. Rina dengan cara berpakaiannya lebih mirip tren pada jaman sekarang daripada saat itu. Rina tersenyum, mengajak bersalaman. "Rina," katanya memperkenalkan diri.
Aku menjabat tangannya, memberitahu namaku dan seterusnya adalah perbincangan seperti sesama orang yang baru berkenalan.
"Benar itu. Abang, kau jangan mendengar perkataan si Andre itu," kata Dimas. Namun saat itu, aku sudah memikirkan bahwa aku harus membeli motor. Mengantar Nisya ke sekolah dengan kendaraan lebih baik.
Setelah 2 jam kemudian. Pukul 11 malam, ibu menyuruh Dimas, Joni, dan Andre pulang. Sudah larut, katanya. Lantas aku memasuki rumah dan menertawakan Kak Tania yang sedang mengerjakan pekerjaan rumah yang diberikan sekolah di ruang tamu. Kak Tania melempar bukunya kearahku. Lantas aku pergi menuju kamarku, membuka jendela lalu melihat kembali rembulan.
Malam itu, aku bercerita sendiri ditemani rembulan.
"Nisya, kapan ya bisa kenalan denganmu? Kapan ya kau tahu namaku?" Aku menyobek kertas dari buku sekolahku, lalu mencari pensil kayu. Lantas menggambar rembulan.
Dalam hati aku kerap berbicara. Membuat prosa yang kurasa sangat kacau bila kuceritakan. Entahlah, aku rasa saat itu pertama kalinya aku jatuh hati. Ya, waktu itu kau sudah membuat aku jatuh hati, Nisya.
Aku memandangi bulan lewat jendela yang tak kubuka jendelanya. "Nisya, lihat, kau itu indah."
"Kau itu indah rembulan di malam hari. Kau itu tidak akan kesepian kan jika aku tidak disampingmu malam ini?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Since 1980
Short Story"Dulu sekali, sebelum kau dan aku dipertemukan, mungkin duniamu sudah menjadi milikku, Nisya. Siapa yang tahu? Mudah-mudahan Tuhan memang ingin kita begitu."- Rico Sebastian. Copyright © 2017 by Gabrielajovs