Berdasarkan intuisiku, tingkat bahagiaku meningkat 100 kali per detik hanya karena melihat senyum indahmu.
Pernah sekali, Nisya mengajakku untuk keliling Garut dengan motorku. Lalu, kuajak dia sampai ke jalan suci lalu kuputar balik kembali menuju rumahnya.
"Sebentar," kata Nisya, dengan tangan bersedekap, sedang duduk di sofa ruang depan denganku.
Aku tahu kalau dia ingin mengelilingi Garut lagi, tapi aku menolaknya. "Nisya nanti kepanasan," kujawab sambil tersenyum. "Nisya, gimana gambarnya?"
"Hah?"
"Gambarmu, itu, sudah selesai?" tanyaku, karena beberapa hari sebelumnya Nisya mengajakku untuk mengajarinya.
"Belum. Susah."
Jika kuberitahu padamu, bahwa Nisya itu orang yang tidak mudah putus asa tetapi dia selalu bilang bahwa dia itu tidak bisa. Namun, aku tahu dia melanjutkan kembali gambarannya.
"Gimana ini?" tanyanya saat kuajak menggambar wanita yang sedang melukis.
Lalu kuajari dia dengan sepenuh yang kubisa, bagaimana postur wanita itu, bagaimana sudut pandangnya. Nisya penyimak yang baik, oleh karena itu dia langsung mengerjakannya.
"Ric, menurutmu Reyhan itu bagaimana?"
Sekarang, aku akan ceritakan kepadamu siapa itu Reyhan. Dia itu yang nantinya mendekati Nisya. Membawanya ke Jakarta untuk bermain di monas, itu yang dikata Nisya kepadaku. Aku waktu itu memaklumi Reyhan selayaknya aku yang sangat menyayangi Nisya.
"Kenapa?" kutanya balik. "Reyhan mendekatimu?"
Nisya diam, melanjutkan gambarannya.
Aku bisa mengerti sekarang bahwa pada saat itu, pada saat Nisya berkata seperti itu kepadaku, Nisya ingin dia dilindungi sebagaimananya seorang ratu dilindungi pengawalnya. Namun, aku tidak cukup peka pada saat itu.
Besoknya, Shafira datang kepadaku. Berkata bahwa Nisya sedikit kecewa kepadaku. Aku kaget. Lho? Aku berpikir mengapa Nisya sampai begitu kepadaku. Lalu siangnya kutemui Nisya.
Nisya memutar tubuhnya seperti tidak melihatku.
"Nisya," kupanggil kembali.
Namun Nisya tidak berbalik badan.
Hingga kupanggil dia 5 kali, Nisya mengajak teman-temannya untuk pergi dari tempat itu. Aku kecewa waktu itu. Entah, apa aku atau Nisya yang harus kecewa, namun aku waktu itu hanya bisa kembali ke kelas, belajar dengan pikiran dipenuhi nama Nisya.
❌❌❌
Pulangnya kutunggu Nisya di bawah pohon di halaman sekolah (yang kulupa pohon apa itu) hingga jam 4 sore. Nisya tidak keluar-keluar. Aku memutuskan untuk datang ke kelasnya dan kutanya Shafira yang masih ada di kelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Since 1980
Historia Corta"Dulu sekali, sebelum kau dan aku dipertemukan, mungkin duniamu sudah menjadi milikku, Nisya. Siapa yang tahu? Mudah-mudahan Tuhan memang ingin kita begitu."- Rico Sebastian. Copyright © 2017 by Gabrielajovs