05 [Pelajaran kepemilikan]

218 65 112
                                    

Raih tanganku. Mari kita berdansa di atas lirik kehidupan kita. Biar kau tahu, itu tidak semudah seperti berdansa di atas ubin.

Ibu bilang aku itu orang yang enak untuk diajak bercanda, katanya saat ada kucing di halaman rumah, "Kucingnya marah, liat Rico terus

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ibu bilang aku itu orang yang enak untuk diajak bercanda, katanya saat ada kucing di halaman rumah, "Kucingnya marah, liat Rico terus."

Lalu kujawab sambil berlalu masuk ke dalam rumah, "Kucingnya cinta ke Rico." Lalu Ibu ketawa.

Namun diriku yang mudah diajak bercanda itu seakan lenyap. Aku lebih sering di kamar, mendengarkan radio yang mengalun lagu-lagu yang enak untuk didengar ditemani kopi hitam panas yang mengepul. Serta tangan sibuk membuat kata untuk Nisya.

Ah, Nisya masih menghindariku dengan pura-pura tidak mendengar saat kupanggil dirinya di sekolah. Aku memakluminya saat dia mengajak Shafira untuk tidak berbicara denganku. Tidak apa, sebagaimananya orang sedang marah, akan kulakukan sama seperti Nisya.

Lalu, saat di sekolah aku menitipkan surat itu ke Shafira. Shafira bilang dia merasa tidak enak ke Nisya serta diriku karena seakan Shafira yang membuatnya semakin sulit. Aku bilang tak apa itu bukan salah Shafira.

Pulangnya, Nisya mendatangiku dengan mata penuh air mata. Aku yang sedang menunggu Nisya di atas motor dekat pohon hanya diam atau kukatakan kaget melihat Nisya seperti itu.

"Rico, maafkan Nisya," katanya berdiri di hadapanku.

"Nisya tidak salah," kujawab sambil menghapus air matanya.

"Nisya kesal ke Rico."

Aku diam.

"Kenapa Rico membiarkan Nisya dekat dengan Reyhan itu? Kenapa Rico tidak melarang Nisya dekat dengan Reyhan?"

"Nisya..."

"Kenapa Rico harus bersikap seperti itu?"

"Semua itu terserah Nisya. Nisya boleh dekat dengan siapa saja. Rico cuman lihat saja," kujawab. Aku memang sedikit merasa kecewa tetapi ketahuilah bahwa saat itu aku berpikir bahwa Nisya bukan Nisyaku. Bukan milikku. Bukan pacarku. Nisya dipersilahkan bebas tanpa terkurung denganku.

Lalu Nisya naik ke motorku sambil menghapus air matanya sendiri dengan punggung tagannya, aku juga menaiki motor, menyalakan mesin untuk membawanya kemana saja. Aku pikir, aku harus mengajak Nisya bercengkrama denganku. Untuk menyelesaikan kesalah pahaman denganku.

Nisya memelukku dari belakang. Aku pikir itu saat pertama kalinya Nisya memelukku. Motorku membelah jalan dengan angin membelai wajah. Meninggalkan rumah serta toko-toko semakin kecil dan menjauh.

Nisya menempatkan wajahnya di punggungku. "Rico, Nisya senang bareng Rico."

"Rico juga."

"Nisya senang bisa kenal Rico."

"Nisya, Rico lebih senang Nisya masih di dunia."

"Kenapa Rico?"

"Kalau Nisya masih di dunia, masih bisa Rico cari kemana saja."

Since 1980Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang