Ketika Cinta Menggetarkan Arsy'

1.8K 48 8
                                    

Setiap pertemuan memiliki makna, karena Allah tidak akan mempertemukan seseorang dengan orang lain tanpa tujuan untuk mengajarinya sesuatu yang penting.

Pertemuanku dengan Ayahnya Fachri, pertemuanku dengan Fachri kemudian pertemuan dengan Radit di Jepang. Semua beruntut rapi. Cerita pertemuan penuh makna dengan hasil akhir kami akan berkumpul menjadi keluarga. Ini skenario terbaik.

Mbak Dinda sibuk membantu make up anggota keluarga, sementara make up art yang aku sewa sibuk menjadikanku Putri sungguhan bukan lagi Putri Halu. Layaknya princes dengan pernikahan impian. Pilihan dress mbak Dinda membuatku tampil layaknya Putri Elsa. Make up Art menyulap kedua mataku menjadi indah dengan bulu mata lentik, lisptik yang dipoles mewarnai bibir menjadi lebih cantik dari aslinya.

Prosesi akad nikah dilangsungkan tepat pukul 08.30 WIB. Aku gemetar mendengar suara janji Fachri yang menggetarkan arsy' . Janji Fachri menggantikan tanggung jawab almarhum bapak yang sempat beralih ke adik lelakiku. Air mataku menimpa riasan di wajah. Hatiku bergetar. Mas Anjar terus menggenggam tanganku sembari menyaksikan di layar LCD bagaimana Fachri menjabat tangan dek Rafi yang menjadi wali dari pernikahanku selaku pengganti Almarhum Bapak. Aku memasuki masjid setelah ijab qobul diucapkan oleh Fachri dan di sahkan para saksi. Hubungan baru telah di akui negara dan dihalalkan dalam agama.

Masyarakat menyadari ketika tiba waktunya jodoh tidak akan bisa ditunda atau bahkan ditolak. Semua akan mengalir layaknya air sungai dari dataran tinggi menuju yang paling rendah. Tanpa harus melakukan suatu proses yang jelas tidak di halalkan dalam agama.

Amirah sesenggukan memelukku, Meira mengelus-elus pundakku. Tidak ada yang pasti didunia ini. Amirah dengan Pertunangan lebih dari empat tahun yang lalu namun tak kunjung menikah dan Meira yang berulang kali gagal hingga akhirnya berujung dengan melabuhkan hati pada Senpai. Begitupun aku yang tidak melakukan apapun kecuali memperbaiki kualitas diri namun seketika melangsungkan upacara sakral. Sekali lagi jodoh, maut dan rezeki memiliki konsep yang sama. Datang diwaktu yang tepat.

"Segerakan ya." Pesanku untuk Amirah, dia mengangguk

"Dan Meira, semoga lancar setiap rencana yang sudah kalian buat." Aku memegang kedua pundak Meira

Semua orang melepaskan kepergianku menuju mahligai rumah tangga yang baru. Ibu mendekat dengan pipi yang telah basah. Aku mengusap kedua pipi dan memeluknya. Lebih erat dari apapun. Dadaku mulai terasa sesak. Seperti penuh oleh entah perasaan bersalah atau dosa lainnya. Aku semakin memeluk Ibu dengan sangat erat. Tak ingin segera melepas. Hari ini diriku menjadi hak mas Fachri sepenuhnya. Sebagai seorang istri aku tak lagi berhak mengutamakan ibu, yang pertama harus aku taati adalah suamiku untuk setiap titah yang baik darinya.

"Maafin segala perlakuan Zizi yang sering membuat ibu jengkel bahkan sakit hati." Kataku sembari memegang kedua telapak tangan ibu, dan dibalas dengan anggukan karena tak tahan untuk mengucapkan barang sekatapun

"Zizi sayang ibu, doakan Zizi agar selalu tetap sehat dan bahagia seperti doa ibu selama ini. Jangan khawatir lagi karena Zizi sudah ada yang menjaga. Zizi gak akan ngerepoti ibu dan minta ibu datang hanya karena Zizi sakit gigi. Zizi gak akan marah-marah lagi hanya karena cemburu. Zizi gak akan iri lagi meski ibu gak lebih banyak berkunjung ke Zizi dibanding ke Mbak Dinda. Maafin sikap Zizi ya bu." Aku terus berbicara tanpa henti dan ibu terus mengangguk dengan mengucurkan air matanya tiada henti

Usai acara kehidupan pada rumah baru dimulai, namun sebelum berpindah ke luar kota mengikuti tugas suami, Ibu dan Ayah mertua memintaku dan mas Fachri untuk menginap selama dua hingga tiga hari. Beberapa rencana untuk resepsi bulan depan harus dibereskan.

Beberapa hari setelah acara tak terlupakan dalam hidup. Fachri menghampiriku dibalkon apartemen. Langkahnya mengendap-endap seolah ingin memberi kejutan namun aku lebih dulu melihat bayangan tubuhnya.

"Gaak kageeet..." kataku menoleh dan justru membuatkan terkejut

"Aaaahhh... gagal deh."

"Bey... aku mau bicara bisa?"

"Iya... tapi mandi dan makan malam dulu ya?" Kataku beranjak hendak menyiapkan handuk dan air hanggat untuk Fachri

Kehidupan setelah menikah akan merubah kualitas hidup setiap orang. Salah satu diantara seorang pria yang awalnya terbiasa hidup sendiri, mengelola keuangannya sendiri hingga membersihkan tempat tidurnya sendiri akan menikmati bagaimana seseorang melakukan semua itu untuknya. Memasakkannya menyiapkan pakaian sebelum bekerja hingga mengingatkan bahwa membawa bekal dari rumah lebih sehat sekaligus hemat. Ingin selalu diperhatikan adalah sifat manusiawi setiap insan. Dan hati akan menjadi bahagia ketika apa yang diinginkan terpenuhi.

Single yang masih terbiasa memasak mie instan karena malas mencari makan di luar. Ketika menikah bahkan sebagian mantan single akan merindukan bagaimana nikmatnya mie instan di makan pada waktu hujan.

Aku menyeduh teh hijau kemudian menyajikan untuk Fachri. Kami menyempatkan untuk quality time setiap hari. Berbicara dari hati ke hati. Bercanda untuk beberapa hal yang mampu lebih mendekatkan pasangan secara emosional.

"Jadi mau ngomongin apa Bi?"

Biya. Panggilan khusus untuk Fachri. Lebih tepatnya panggilan penuh harapan dan doa. Biya dalam bahasa arab memiliki arti 'Ayahnya'. Ayahnya anak-anakku. Anak-anak kami. Aku dan Biya, suamiku. Fachri.

Dalam hubungan yang telah halal panggilan khusus menjadi hal yang luar biasa dibanding panggilan sayang untuk hubungan ala anak jaman sekarang dimana dalam kategori pacaran yang sangat jelas hukumnya mendekati zina, tanpa sungkan saling memanggil ayah-bunda, mama-papa yang jikalau putus genap sudah si pria menjadi duda, dan si perempuan akan menjadi janda.

"Iya, aku ingin katakan ini sebelum pernikahan. Tapi kita tahu sendiri kan hal sepele akan menjadi masalah bahkan berbuntut panjang jika kita tidak benar menyikapinya. Maka dari itu aku tahan."

"Tentang kamu dan Ayah di masa lalu."

Aku seketika menoleh. Memandang dalam mata Fachri.

"Meskipun Ayah sudah minta maaf, aku juga minta maaf ya Bey." Katanya sembari memegang kedua pundakku, sepasang bola matanya menatap tajam. Sendu. Penuh harap.

"Biya, itu sudah berlalu."

"Tapi kamu pasti sangat kecewa."

"Enggak Bi, sama sekali gak ada perasaan itu."

"Ayah orang yang bijak, beliau bersikap seperti itu karena beliau tidak tahu. Jadi ini hanya kesalahpahaman aja."

"Ayah dan bang Radit menceritakan semuanya setelah acara Feronika. Aku bingung harus berbuat apa. Aku ketakutan saat itu. Kemudian bang Radit memberi nasehat agar masalah ini tidak perlu di blowup karena pernikahan akan dilangsungkan. Aku juga ingin berterimakasih sama kamu sudah membuat bang Radit berani menunjukkan kemampuannya."

"Halaah... jangan lebay oooom." Gurau ku mencairkan suasana

Fachri tertawa dan memites hidung mungilku kemudian memeluk. Kami bertemu tanpa di sengaja, dua tahun tidak saling bertatap muka atau komunikasi dalam bentuk apapun. Lalu semesta memberi kesempatan untuk diantara kami saling menemukan. Berkomitmen lillahi ta'allah. Menikah dan membangun cinta bersama.

Jodoh itu bukan di cari, bukan ditunggu tapi dipertemukan oleh sang pemilik pada waktu dimana hati dan logika mampu menjamu.




The ProposalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang