I. Halte Bus

332 12 1
                                    

" Momen itu...
Adalah awal dari semua cerita...
Kisah kita yang terlukis di hari itu...
Yang selalu membuatku tersenyum mengingatnya...
Kamulah momenku...
Mengingtmu yang selalu memicingkan mata...
Lantas bergeming kaku menatap tetesan demi tetesan...
Bagai ingin pergi, dan berlalu darinya...
Hilangkan ketakutan, sang pengacau perasaan...
Halte bus ini...
Saksi bisu pertemuan kita...
Di mana aku dan kamu pulang dan pergi...
Menyimpan dan meninggalkan ribuan cerita tentang kita... "
~ Nazwa.R.S. ~

                      ®ⓐⓘⓝ

Kring!
Bel pertanda kegiatan belajar mengajar yang waktunya hampir seharian itu telah selesai. Nazwa pun keluar dari ruangan kelas dan berjalan sendirian menuju halte bus di sebelah gedung sekolahnya. Dia bersandar pegal di tiang halte dan menatap ke arah jalanan yang terdapat banyak kendaraan hilir mudik melewatinya. Nazwa merasakan pegal di kakinya bertambah karena telah cukup lama berdiri. Dia pun duduk di bangku halte dan menundukkan kepalanya dengan lemas. Karena angkot yang ia tunggu tak juga datang menghampirinya. Nazwa mengambil handphone dari saku rok panjangnya. Menatap dan menslide layarnya, melihat waktu yang terasa berjalan cukup lama. Tiba-tiba, seorang remaja pria duduk bersebrangan dengan tempat duduk Nazwa.

Hening*
Penasaran dengan orang yang berada di sampingnya, Nazwa pun menengok ke arah pria itu dan memperhatikannya dari atas sampai bawah. Sadar diperhatikan dengan tatapan yang kurang mengenakan. Pria itu pun menegur kelakuan Nazwa.
" Lo ngapain liatin gue kayak gitu? " Tanya pria itu dengan judes.
" Ng... gak kok! Lo aja yang ke ge-eran! " Sangkal Nazwa tak kalah jutek
" Jangan-jangan lu naksir sama gue ya? " Pria itu bertanya kepada Nazwa dengan tatapan ala seorang playboy yang sedang tebar pesona.
" Heh? Apaan sih? Lo satu sekolahan kan sama gue? " Tanya Nazwa dengan nada yang ditekan.
" Kalo iya, emang kenapa? " Tanyanya jutek.
Nazwa pun mendelik kesal dan membuang pandangannya ke arah jalan.
Hujan pun turun cukup lebat disertai angin yang lumayan kencang.
" Oh, damn! Kenapa harus hujan sih? " Rutuk pria itu dengan ekspresi kesal dan sedikit takut.  " Lo tuh aneh ya, harusnya kalo hujan tuh bersyukur. Bukan Malah nyumpah-nyumpah gak jelas kayak gitu! " Ujar Nazwa menasihati pria itu. Pria itu pun berdiri dan berjalan mendekati Nazwa hingga jarak mereka begitu dekat. Khawatir pria itu berbuat hal yang tak diinginkan, Nazwa sedikit mundur hingga tersudut ke tembok halte.
" Lo mau ngapain? Jangan macem-macem! " Ancam Nazwa yang ketakutan.
" Lo gak tau apa yang gue rasain saat hujan turun. Dan lo, gak usah banyak ngomong. Ngerti? " Gertak pria itu. Nazwa mulai gemetar. Tapi, ia berusaha menyembunyikan ketakutannya. Angin tadi pun mulai berhembus kembali, hingga hujan memasuki area halte yang tak terkena hujan.
Sadar sepatunya terkena percikan air hujan, pria itu pun melompat naik ke bangku halte lantas berjongkok di belakang Nazwa dan memegang kedua pundaknya.
" Heh, lu rabies ya? Kok takut sama air, sih? " Teriak Nazwa sambil menyingkirkan kedua tangan pria itu dari pundaknya.
" Lo tuh modus ya, pakek pegang-pegang pundak orang! " Protes Nazwa kepada pria itu yang sekarang berpindah ke tempatnya tadi sebelum mendekati Nazwa.
" Eh, lo aja yang kepdean! Gue cuma... cuma kaget doang! " Sangkalnya dengan wajah memerah tetapi sedikit lebih tenang dari sebelumnya, saat ia melihat hujan turun dengan lebat.
" Jangan-jangan lo ya, yang naksir sama gue? Ngapain coba, lo ngikutin gue nungguin angkot di halte bus kayak gini? " Nazwa kembali menggoda pria itu dengan celotehannya.
" Idih, dasar cewek bar-bar! Gak ada kerjaan banget, gue naksir dan ngikutin lo. Lagian, gue itu bukan
nungguin angkot kayak yang lo lakuin. Tapi, gue itu nungguin supir gue! " Jelas pria itu dengan nada songong.
" Supir angkot, maksudnya? "
" Ya bukanlah! Mobil plus supir pribadi gue! " Pria itu menjawab dengan ketus.
" Oh, jadi ceritanya lo itu orang kaya? " Tanya Nazwa
" Ya iyalah! Emangnya lo, orang aneh yang nungguin angkot di halte bus! " Ejek pria itu.
" Ya suka-suka gue dong. Daripada gue pegel nungguin sambil berdiri mana panas lagi. Ya, mending gue duduk disini lah! Lagian, emangnya ada larangan, bahwa yang duduk disini tuh cuma yang mau naik bus doang, enggak kan? " Jawab Nazwa tak kalah sengit.
" Cih! Terserah lo, cewek bar-bar! " Pria itu menggeleng dan menatap kembali hujan dengan perasaan risih.
Hening*
" Siapa nama lo? " Pria itu membuka kembali pembicaraan.
" Gue Nazwa! Lo? " Nazwa balik bertanya. " Danuar! " Jawabnya singkat.
" Gue boleh nanya, gak? " Tanya Nazwa kepada Danuar. Dia pun mengangguk. " Kenapa sih, lo benci sama hujan? Lo bener-bener rabies, ya? "
Danuar melotot ke arah Nazwa saat mendengar kata " Rabies ".
Tiba-tiba sebuah mobil hitam mengkilap pun berhenti di depan halte itu. Keluar seorang lelaki berseragam supir memakai payung dan berjalan ke arah Danuar.
" Den, maaf saya datangnya terlambat. Ayo pulang! " Ajak lelaki itu.
Danuar pun berdiri dan memandang ke arah Nazwa. " Gue pulang duluan ya! Sorry, gue gak bisa anterin lu pulang! " Ucap Danuar kepada Nazwa sambil berlalu bersama lelaki tadi, masuk ke dalam mobil. Nazwa hanya bisa mengangguk dan menatap mobil mengkilap itu kotor menembus hujan yang sudah tidak terlalu lebat.
Nazwa pun berdiri dari duduknya, saat sebuah mobil angkot yang berjurusan ke arah rumahnya berhenti. Nazwa pun masuk ke dalam angkot dan tersenyum mengingat kejadian yang baru saja dialaminya bersama Danuar. Begitu pula Danuar, yang sedang merasakan hal yang sama dengan apa yang dirasakan Nazwa.

Rain PhobiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang