Part 2

3.1K 483 24
                                    

Di sebuah rumah seorang ibu sedang menyiapkan perlengkapan putranya. Setiap hari Risa mengantar Satria ke penitipan anak. Baru ia ke toko kue miliknya. Apa boleh buat ia banyak menyita waktunya di toko. Risa lakukan demi putranya. Ia ingin masa depan Satria terjamin kelak dengan kerja kerasnya saat ini. Ia yakin bahwa setiap kerja keras pasti ada hasilnya walaupun sedikit akan menjadi bukit.

"Ma, nanti siang mama jemput aku kan?" tanya putranya yang mengenakan t-shirt biru bergambar ikan nemo.

"Iya, sayang. Mama jemput kamu. Sekarang pakai dulu kaos kakinya. Nanti kita terlambat." Satria mengangguk pelan. Risa menenteng tas Satria dan menuntutnya masuk ke dalam mobil. Tidak lupa memasangkan sabuk pengaman.

"Di sana jangan suka nangisin anak orang, sayang." Setiap hari Risa harus mendengarkan kenakalan putranya dari penjaga penitipan anak. Satria memang anak yang sangat aktif. Risa pun sampai kuwalahan jika di rumah. Apa saja dikerjakan, entah itu mengacak rumah atau menganggu Risa.

"Meleka yang galak sama Satlia, ma," ucapnya membela diri.

"Tapi kamu nggak boleh kayak gitu. Nanti kamu nggak ada temennya gimana?" Satria menunduk mendengar penuturan sang mama. Di sekolah Satria hanya seorang diri tidak ada yang mau menemaninya. Sehingga ia menjahili temannya karena ingin diperhatikan.

Setibanya ditempat penitipan anak. Satria memandangi sebuah keluarga yang utuh. Ada ibu dan ayah tapi dirinya?. Ia hanya mempunyai seorang ibu. Matanya berubah sendu. Risa berjongkok di depannya.

"Satria, anak mama. Kamu harus baik sama temanmu. Nanti kamu kan bisa main bareng. Dan turutin apa kata gurunya juga." Satria tidak menjawabnya. Ia hanya menunduk. Diciumnya kedua pipi Satria. Risa menyayangi putranya. Ia rela mengorbankan apa saja termasuk nyawanya demi sang anak. Itulah orangtua tidak akan terukur kasih sayangnya.

Satria dibawa masuk oleh penjaga penitipan anak tersebut. Risa menghela napas sebelum berbalik ke mobilnya. Menjadi single parent, ada suka dukanya. Ia tidak bisa menggantikan sosok ayah bagi Satria. Walaupun Risa mencoba nyatanya tidak berhasil.

Di toko Risa masuk dengan perasaan hampa. Rutinitasnya membosankan juga. Ia ingin jalan-jalan dengan Satria. Namun belum ada waktu yang cocok. Risa duduk di dekat kasir sambil menunggu pembeli. Di dapur terdengar suara mixer yang sedang membuat kue. Pegawai yang lainnya terlebih dulu datang. Mereka sudah merapihkan tokonya dan ada beberapa kue dan roti yang sudah jadi terpajang di etalase. Ada pembeli buru-buru Risa melayaninya dengan ramah. Pembeli adalah raja.

Pukul 11.00 Risa dikejutkan dengan kabar dari penjaga penitipan anak. Putranya mengalami kecelakaan. Tanpa pikir panjang ia mengambil tas dan mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Bagaimana bisa Satria kecelakaan? Tanya batinnya. Di rumah sakit Risa berlari seperti orang kesetanan tanpa melihat orang yang ditubruknya. Ia menuju kamar dimana putranya di rawat.

Pintu terjeblak lebar. Satria sedang berbaring di ranjang. Dengan kaki lemas ia menghampirinya. Digenggamnya tangan mungil putranya. Risa menangis sesegukan. Ia menyesali dirinya yang bodoh.

"Kamu nggak apa-apa kan, sayang?" tanyanya khawatir. Ia meneliti tubuh Satria. Lengannya diperban. "Ini sakit, sayang?" mata Satria membengkak habis menangis. Ia tidak ingat apa yang terjadi. Yang ia tahu adalah terlempar bersama seorang pria. Dengan Satria ada dipelukannya.

"Eum, sakit, ma.. Hikss..hikss." Risa semakin merasa bersalah. Dipeluknya Satria.

"Maafkan mama, sayang." Ia tidak tega.

"Mama, jangan ninggalin Satlia lagi. Temen-temen Satlia jahat-jahat."

"Iya sayang, mama nggak akan ninggalin kamu lagi." Diciumi seluruh wajah Satria. Ia tidak akan mengulangi kebodohannya dengan mengirim putranya ke tempat penitipan anak lagi.

Tentang Kita (GOOGLE PLAY BOOK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang