Part 9

1.7K 392 35
                                    

Setelah menghabiskan roti isi, Hadi berbaring di atas tikar dengan tangan sebagai bantalnya. Ia memejamkan mata. Menikmati angin yang menyapa tubuhnya. Ia menarik napas panjang kemudian dihembuskannya perlahan.

"Suasana kayak gini, enak banget ya. Adem." Risa yang duduk tersenyum tipis.

"Iya," timpalnya. Mata Risa menikmati wajah Hadi. Dari kedua alisnya, hidung dan turun ke bibir pria itu. Ini keberuntungannya bisa melihat Hadi begitu jelas. Pria itu masih memejamkan matanya.

"Risa, kalau boleh tau. Udah berapa lama jadi single parents?. Maaf aku nanya soal itu," sambungnya.

"Nggak apa-apa, Mas. Udah tiga tahun. Aku cerai waktu Satria umur dua tahun."

"Karena apa?"

"Dia, selingkuh." Mendengar jawaban Risa sontak Hadi membuka mata lalu meliriknya. "Entah, apa yang ada dibenaknya. Sehingga tega berbuat seperti itu." Pria itu buru-buru bangun merubah posisinya sekarang menjadi duduk.

"Kamu kenal dia lama atau sebentar?"

"Sejak kuliah kami udah pacaran. Awalnya kami berteman. Aku nyaman dengannya. Aku punya cita-cita untuk nikah muda. Dan tanpa pikir panjang akhirnya kami sepakat untuk menikah. Tapi kami tetap kuliah."

"Dan untuk biaya hidup sehari-hari dari mana?" Sejak kapan Hadi menjadi pria yang kepo dengan kehidupan orang lain.

"Dari dia sama orangtuanya. Mantan suamiku kuliah sambil bekerja. Gajinya nggak seberapa jadi masih dibantu kedua orangtua kami. Sejak dia pindah kerja semuanya berubah. Sampai aku menyaksikan sendiri perselingkuhannya. Rasanya hati ini hancur lembur." Mata Risa berkaca-kaca mengenang pengkhianatan mantan suaminya.

"Aku kira dari pertemanan kalian bisa tahu semuanya. Apa dia mencintaimu?"

"Iya, tapi nyatanya dia malah selingkuh. Kamu nggak tahu, Mas. Ternyata orang yang lebih dekat dan mencintai kita berpeluang besar menyakiti. Karena dia tahu dimana letak kekurangan kita. Kamu belum pernah merasakannya. Dimana hidupmu akan terkekang dengan yang namanya pernikahan apalagi kalau udah ada anak. Sekeras hatiku untuk mempertahankannya demi anak. Berakhir juga dengan selembar kertas. Aku nggak sanggup lagi menanggung beban itu. Aku hanya seorang wanita berhati lemah. Dua tahun rasanya cukup hidupku seperti di neraka."

"Kegagalanmu jangan dijadikan acuan hidupmu, Ris. Pria di dunia ini nggak cuma dia. Jangan di samain sama pria lainnya. Kasihan sama pria baik yang serius mau nikah sama kamu." Wanita itu menoleh sebentar.

"Ya, bukannya aku nyamain sama pria brengsek itu. Aku belum percaya aja. Kegagalan itu yang buat aku lebih selektif milih calon pendamping. Walaupun di dunia nggak ada yang sempurna."

"Aku juga gitu, Ris. Di usiaku yang sekarang rasanya sulit buat cari istri," keluhnya. Wanita itu menahan tawanya. Mereka sama-sama mencari pendamping hidup. Risa tidak bisa menampik jika hatinya yang dulu kini mulai muncul kembali. Perasaan suka saat remaja dulu. Hadi tidak mungkin merasakan perasaannya.

"Kapan ya Ris, jodohku datang?"  tanyanya sambil menatap langit.

"Ya dicarilah Mas!. Diem ditempat aja kapan dapetnya?"

"Zaman sekarang harus punya modal buat jalan," dengusnya.

"Tampang udah mempuni tinggal dompetnya aja tebelin dikit. Biar dilirik cewek."

"Aku nyari yang serius bukannya cewek matre."

"Cewek matre wajar kali, Mas. Aku aja matre.." Wanita itu mengedipkan sebelah matanya. Pria itu memutar bola matanya.

"Kayaknya kamu nggak seperti itu," sahutnya seraya kedua matanya menatap Risa lembut. Pipi Risa memerah.

"Kamu tau dari mana?" tanya Risa dengan gugup. Hadi menaikan bahunya.

Tentang Kita (GOOGLE PLAY BOOK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang