Part 7

1.7K 391 32
                                    

Risa meruntuki dirinya sendiri. Bagaimana bisa ia marah tanpa sebab pada Hadi. Padahal mereka baru bertemu. Risa terbawa perasaan akan masa lalunya. Hatinya terluka ketika pria itu menanyakan sepupunya. Seharusnya ia tahu diri bahwa dirinya bukan siapa-siapa bagi Hadi. Kenal pun tidak. Selama dua hari perasaannya kacau balau. Di toko hanya sibuk melamun. Risa sampai salah memberikan pesanan pelanggannya.

"Aku harus menghilangkan perasaan ini sepertinya. " Satria berada di toko juga. Risa tidak menitipkannya lagi ke penitipin anak. Ia trauma. Anaknya ditemani oleh salah satu pegawainya.

"Risa, bisa kita bertemu?. Aku mau membicarakan tentang masalah motor." Isi pesan tersebut.

"Iya," balasnya.

"Aku tunggu di taman kota. Jam 3 sore."

"Oke." Risa menarik napas panjang. Ini adalah waktunya membuang perasaan yang tidak seharusnya. Kenapa di saat ia ingin melupakan cinta pada mantan suaminya yang datang malah cinta pertamanya. Sulit untuk menerka perasaannya saat ini. Jika dirinya bisa memilih. Ia tidak ingin mempunyai perasaan itu pada Hadi. Lebih baik hatinya kosong tidak berpenghuni. Lembaran-lembaran masa lalu hanya akan membuatnya tidak bisa move on.

Di tempat lain Hadi menatap layar ponselnya. Risa hanya menjawabnya singkat saja. Apa benar wanita itu tersingung olehnya?. Tapi apa? Bisik hati kecilnya. Perasaan wanita itu rumit susah ditebak.

Sebuah mobil masuk ke dalam bengkel. Mobil dengan warna hitam legam keluaran baru. Semua orang menatapnya sengan penuh selidik. Sampai si pemilik mobil turun dengan pakaian formal. Hadi yang sedang duduk lalu berdiri. Ia memberikan pandangan datarnya.

"Hai, bro!" sapa pria itu. Hadi mau tidak mau mendekatinya.

"Wira, mau apa lo ke sini?. Dan tau dari mana gue kerja disini?" todong Hadi sebelum Wira memberikan pelukannya.

"Gue tau tentang lo!" jawabnya santai sambil melepaskan kacamata hitamnya.

"Paling dari Yunus, kan?" tebaknya. Wira nyengir. "Ada perlu apa?" Hadi berjalan ke sisi bengkel.

"Gue mau ngomongin bisnis sama lo,"

"Bisnis apa?" Wira kemudian duduk di kursi plastik.

"Gue ada rencana mau buka usaha lain. Gue mau mau buka bengkel mobil dan lo yang ngelolanya." Hadi terkejut.

"Lo sadarkan?" tanya Hadi tidak percaya.

"Sadar seratus persen malah dua ratus."

"Gue nggak bisa. Nanti bengkel lo bisa ancur dikelola gue!."

"Yaelah, lo! Belom juga dicoba. Gue dari dulu pengen punya usaha lain tapi bingung. Pas ketemu lo kemarin gue jadi ada ide. Nggak usah sungkan kalau sama gue, Di."

"Sungkan apa coba," cibir Hadi pelan. "Maksud lo kerjasama gitu? Tapi gue nggak punya modal."

"Lo modal tenaga aja. Untuk biaya gue yang nanggung. Nah, lo yang cari tempatnya yang strategis bisa buat bengkel mobil. Nanti kalau lo udah dapet bisa hubungi gue. Kita liat tempatnya, gue nggak percaya sama anak buah gue."

"Lo serius?" Hadi belum terlalu percaya.

"Serius, Hadi yang ganteng." Sahabatnya menatapnya jijik.

"Dasar maho lo!. Apa gara-gara jadi duda dua kali lo jadi berubah haluan?"

"Ya, kalau sama lo mah hayuk aja."

"Anjay, gue!"

"Lagian lo masih jomblo ini kan?" Wira memainkan matanya dengan genit. Hadi merinding.

Tentang Kita (GOOGLE PLAY BOOK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang