Song-Fict 07

4 0 0
                                    

Author: Nur Azizah

Judul:

Mimpi adalah kunci

Untuk kita menaklukkan dunia

Berlarilah tanpa lelah

Sampai engkau meraihnya

Laskar pelangi

Takkan terikat waktu

Bebaskan mimpimu di angkasa

Warnai bintang di jiwa

Namaku Afaf, saat besar nanti aku ingin menjadi pilot internasional. Menurutku itu pekerjaan yang sangat menyenangkan, bisa bepergian ke mana saja sesuai tugas. Namun saat ini aku hidup dengan keterbatasan. Orang tuaku bukanlah orang yang mampu. Aku hanyalah anak desa yang tidak tahu apa itu kehidupan di kota. Itu bukanlah alasan untuk diriku menyerah akan keadaan, orang tuaku menyekolahkanku di sekolah yang biasa. Bagiku itu cukup, karena banyak di luar sana ada anak yang tidak bisa bersekolah sama sekali. Aku akan belajar untuk meraih cita-citaku. Ayahku bilang kesuksesan itu diraih dengan ketekunan, bukan keturunan. Jika aku tekun dalam belajar, tidak masalah orang tuaku miskin atau tidak. Aku akan bisa meraih cita-citaku dengan tekad dan ketekunanku. Tidak semuanya gampang, kadang aku tidak bersekolah karena membantu Ibu dan Bapak uang untuk kebutuhan sehari. Bapak biasa bekerja sebagai penjual kayu bakar dan seorang sopir. Sementara Ibu bekerja sebagai penjual kue keliling. Penghasilannya tidak seberapa, namun Ibu bilang pekerjaan seperti itu bukan masalah yang penting kita dapat makan dan uangnya itu halal.

Hari ini Ibuku sedang sakit, jadi aku menetap di rumah untuk menjaganya. Sebenarnya Ibu menyuruhku untuk sekolah karena itu lebih penting. Tapi aku tidak bisa membiarkan Ibu yang sedang sakit di rumah sendirian. Bapak pasti bekerja menjadi sopir taksi atau ojek.

Ibu sudah tertidur setelah makan nasi dan juga minum obat yang tadi aku beli di puskesmas desa. Kadang persediaan obat disana kurang karena akses masuk desa yang tidak memungkinkan. Bukan maksudku menyindir, namun seharusnya pemerintah lebih mengutamakan fasilitas kesehatan di tempat yang terpencil seperti desaku. Kami di sini hidup dengan kekurangan, tetapi mengapa mereka tidak memberikan fasilitas yang lebih. Seharusnya itu adalah tugas mereka. Pemerintah selalu membiarkan orang besar menebang hutan dan merusak hutan milik kami, lalu membuatnya menjadi perumahan modern. Rumah itu dijual dengan harga tinggi, sehingga kami kehilangan ladang untuk bercocok tanam dan kehilangan hutan yang menjadi sumber penghasilan utama kami.

Sementara Ibu tertidur, aku memilih untuk membaca buku sambil menunggunya bangun ataupun Bapak pulang ke rumah. Ayah bilang waktu itu sangat cepat dan sebentar, jadi jangan buang waktu tersebut dengan hal yang tidak berguna. Dari pada aku bermain di luar lebih baik aku membaca buku di rumah. Waktu itu adalah uang. Seperti itulah orang menyebutnya, jadi aku tidak akan membuang waktu agar nanti aku akan mendapatkan uang saat sudah waktunya. Aku percaya itu, kalau semuanya akan ada waktunya. Tuhan selalu adil untuk umat-Nya..

Menarilah dan terus tertawa

Walau dunia tak seindah surga

Bersyukurlah pada yang kuasa

Cinta kita di dunia

Selamanya

Saat ini aku duduk di bangku SMP, umurku dua belas tahun. Aku masuk SMP yang harganya gratis. Teman-temanku di sekolah cukup banyak, aku bisa menemukan anak dengan berbagai kepribadian disana. Salah satunya, Rafa. Dia sahabat baikku, kami tinggal di desa yang sama. Rumah kami juga berdekatan, jadi kami sering berangkat dan pulang sekolah bersama-sama. Jarak rumah dan sekolahku sangat jauh, butuh 20 km untuk ke sekolah. Jadi kami harus bangun sepagi mungkin agar tidak terlambat masuk. Jalan yang kami lalui juga bermedan rumit. Kami harus melewati jalan yang berlubang dan becek jika hujan turun. Tidak lupa melewati sungai yang kadang arusnya deras. Melihat semua itu, awalnya kami berangkat memakai pakaian biasa, lalu setelah melewati sungai kami akan baru mengenakan seragam beserta kelengkapan sekolah lainnya. Aku dan Rafa tidak diantar menggunakan kendaraan bermotor karena orang tua kami tidak mampu membelinya. Bagiku bisa sekolah saja itu sudah cukup, kami hanya diberi uang jajan secukupnya kadang tidak diberi. Aku juga jarang jajan, uangnya aku tabung untuk keperluan lain yang lebih berguna. Soal makan, Ibu selalu menyiapkan bekal. Walau tidak seberapa itu sudah cukup.

Event Song-FictTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang