Just Dare

181 19 6
                                    

Kurasa, sesuatu yang berawal dari rasa
kemudian bermetamorfosa menjadi cinta, tidak pernah bisa diungkapkan
dengan cara sebercanda itu.

🌟🌟🌟

"Ihh kenapa sih lo narik-narik tangan gue? Sakit tau!" geramku karena lengan kananku ditarik paksa oleh Tia, sahabatku.

"Ada sesuatu yang pengen gue tunjukkin! Makanya kita harus cepetan!" tambahnya yang masih saja mencekal kuat tanganku ini sambil berlari menuruni tangga. Entah ia mau mengajakku kemana.

Lapangan. Itu yang sekarang ada di pandanganku saat Tia memperlambat langkahnya. Bukan hanya lapangan yang kosong melompong, melainkan ada banyak siswa yang berdiri layaknya suporter di tribun penonton.

"Lo mau ngapain sih?" tanyaku lagi pada Tia yang malah cengengesan. Ia menarikku lagi. Tapi ini yang lebih parah, ia menarikku ke tengah-tengah lapangan.

"Tia, plis lo jangan gila?! Lo ngapain ngajak gue kesini sih?" aku berdecak kesal menatap Tia yang terkekeh geli. "Tia, lo mau kemana? Hei?!"

Usaha berlari mengejar Tia pun gagal, ada seseorang yang mencekal pergelangan tanganku.

Degh!

Mataku berada tepat di depan. Depan sesosok manusia ini. Aku menganga lebar dan tak percaya. Jadi ini alasan Tia menarikku dan semua orang yang ada disini, sengaja memperhatikanku dengannya di tengah lapangan ini?

"Hai, Nina!" sapamu yang semakin membuatku tersipu. Kamu tetap mencekal pergelangan tanganku meski tidak sekuat tadi. Yang aku bingung, mengapa tangan kananmu disembunyikan di belakang punggung? Ada apa disana?

"Eng,,, hai juga Dave! Lo, ngapain disini?" tanyaku gugup.

Kamu tidak menjawab pertanyaanku, tapi kamu menjawab rasa penasaranku. Kamu mengedepankan tangan kananmu dan hal itulah yang semakin membuatku antara ingin berteriak dan menangis.

Kamu membawa setangkai bunga mawar merah.

Dan kamu terseyum menatapku.

Demi Tuhan, baru kali ini aku seperti diterbangkan ke udara yang sangat tinggi. Kamu adalah laki-laki yang ku kagumi dari semester lalu. Ya, hanya kagum.

"Gue langsung ngomong aja kali, ya?" tuturnya sehingga para siswa yang menyaksikan, bersiul, bertepuk tangan layaknya ada seekor burung dara dan berteriak seakan-akan kamu ingin tampil di depan mereka sambil bernyanyi di konser megah.

Aku tersentak lagi, kamu malah menggengam kedua tanganku. Kamu memang tidak memelukku, tapi kenapa harus dadaku juga yang merasakan sesak nafas? Aku butuh oksigen.

"Gue pengen jujur sama lo dihadapan semuanya." katamu dengan pede. Aku hanya mengangguk-angguk tak berani membuka mulut. Sementara jantungku berdetak lebih cepat.

"Nina, ternyata gue suka sama lo."

Shocked!

Itulah yang menggambarkan suasana hati ini. Apa ini berarti, rasa kagumku padanya akhirnya terbalas?

"And,,, lo mau gak jadi pacar gue?"

Mataku membulat sempurna. Aku menelan saliva kuat-kuat. Para siswa yang menjadikan kami sebagai tontonan gratis di sekolah malah semakin berisik dan heboh.

"Ayo, Na. Jawabannya apa?" tanyamu yang kurasa sangat nafsu.

"TRIMA! TRIMA! TRIMA!"

"JAWAB IYA, NA! BIAR CEPET KELAR URUSANNYA!"

Heart to HurtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang